Keping 23 - Putar Balik

61 10 6
                                    

Setelah pertemuan Zuney dengan Kakaknya Jendra, hubungan keduanya semakin jelas. Jendra juga sudah beberapa kali berkunjung ke rumah Zuney, sekedar silaturahmi dengan kedua orang tua gadis cantik itu. Bahkan kini, pemuda tampan itu tengah menunggu di depan gerbang sekolah Zuney, menunggu sang ibu guru cantik untuk pulang.

            Hari Kamis, saat pekerja sedang sibuk-sibuknya, namun kantor Jendra tidak. Jadi, khusus hari kamis, Jendra akan menjemput gadis cantik itu. Jendra tersenyum ketika melihat Zuney keluar dari gerbang sekolah, lengkap dengan beberapa anak yang masih mengerubungi gadis itu, berebut untuk mencium punggung tangan Zuney.

            “Zuney dan anak-anak itu sempurna banget,” gumam Jendra yang masih memerhatikan bagaimana Zuney disenangi dan dicintai oleh murid-muridnya. Jendra keluar dari mobil, dan bersandar pada pintu mobil, lalu ikut melambai ketika Zuney melambaikan tangan ke  arahnya.

            “Ciee, itu pasti pacarnya Miss Zuney, ya?” goda satu anak laki-laki itu sambil menunjuk Jendra dan Zuney bergantian.

            “Kiyanu…” Zuney menegur anak itu dengan suara yang lembut.

            “Pacar Miss ganteng!” seru salah seorang murid Zuney yang perempuan.

            Zuney tertawa sambil melirik ke arah Jendra yang saat ini tersipu malu seraya mengusap wajah. “Udah, ah, sekarang kalian pulang, ya? Tuh, jemputannya udah datang.”

            Dan seketika anak-anak berlari sambil dadah-dadah pada Zuney dan Jendra.

            “Duh, Jen, maaf, ya, anak kelas satu emang suka random. Apa aja diomongin sama mereka, mah.”

            Jendra terkekeh. “Gak apa-apa, mereka lucu banget. Gue jadi pengen jadi anak SD lagi, Ney.”

            “Tiba-tiba banget?” Zuney tertawa. “Lo, kan, udah pernah SD, Jendra. Bahkan sekarang lo udah mau magister. Masih mau jadi anak SD?”

            “Liat interaksi lo sama anak-anak bikin gue pengen balik SD lagi, Ney. Gue daftar jadi murid lo aja, deh, gimana?” Jendra terkekeh karena ucapannya sendiri.

            “Aduh, aduh, gue gak mau ngajar anak gede, Jen. Lebih suka yang masih kecil-kecil.”

            Jendra menganggukkan kepala seraya menepuk dadanya sendiri. “Oke, gue ditolak.”

            “Apa, sih?” Zuney benar-benar tertawa. “Dari pada daftar jadi murid gue, mending lo daftar jadi suami gue aja, gak, sih?”

            “Aduh, jantung gue.” Jendra kini benar-benar menekan dadanya sendiri. “Oiya, Ney, tanggal 22 oktober ikut ke rumah gue yang di Bogor, yuk?” ajak Jendra seraya menautkan seatbelt.

“22 oktober? Lusa, dong? Hari sabtu? Memang mau ada acara apa, Jen?”

“Hari santri nasional, Ney, dan gue diundang sama temen-temen di pondok buat upacara hari santri, sama ada kumpul-kumpul sebentar, ya gue gak akan ikut upacaranya sih... abis itu di rumah juga bakal ada kumpul keluarga.”

“Keluarga apa? Keluarga inti atau keluarga besar?”

“Mmm… Keluarga inti, sih, tapi nanti Jiddah bakal datang.”

“Jiddah itu artinya nenek, kan? Berarti keluarga besar, dong, Jen.”

Jendra meringis. “Ya… iya juga, sih.”

Zuney terkekeh. “Ini gue lagi mau dikenalin sebagai apa? Biar gue bisa menyesuaikan.”

“Sebagai…. Calon isteri?”

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang