Keping 37

73 11 3
                                    

“Eh, itu tolong ambilin double tip!” ujar Chalo yang sedang menaiki kursi untuk menempelkan hiasan dinding.

“Nih, Yang!” Qistiya menyerahkan benda itu.

Zuney menatap semua teman-temannya dengan penuh haru. “Gais, gue tuh sebenernya mau privat aja, karena emang gak mau repotin kalian.”

Vannesa menarik Zuney yang sedang berdiri untuk duduk di sebuah sofa. “Udah, yang punya hajat mah duduk manis aja. Serahin semuanya sama kita, oke?”

Hakim yang sedari tadi membantu Ardana menempelkan lampu-lampu kecil dari sudut ke sudut itu pun menyeka keringat. “Yeh, Ney, jiga ka saha wae atuh! Maneh yang lamaran, yang deg-degannya semuanya, sok.”

Semua tertawa.

“Eh, Kim, tapi lo siap, kan, jadi MC di acara lamaran gue?” Zuney kembali memastikan.

“Atuh siap! Amplopnya kudu tebel ya, Ney,” canda Hakim dengan cengiran khasnya.

“Ney, ini udah hampir selesai, deh, dekornya. Lo suka gak?” tanya Ardana yang masih berdiri di atas tumpuka meja dan kursi, karena baru selesai menempel dekorasi.

“Suka, suka banget. Ya Allah... Gue harus bilang apalagi selain makasih?” Zuney benar-benar dibuat haru oleh kelakuan tema-temannya.

“Sama-sama, sayangku.” Qistiya memeluk Zuney.

“Kita semua bakal kaya gini terus, kok, saling bantu, sampai nanti, selamanya.” Vannesa ikut memeluk Zuney dan Qistiya.

Benar, semua teman-teman sedang bahu membahu membatu Zuney untuk mendekor rumah Zuney untuk acara lamaran yang akan diadakan lusa.

“Jendra berangkat langsung dari Bogor, Ney?” tanya Mahen yang kebetulan baru saja menggelar karpet besar untuk melapisi ruangan ini.

“Iya, Hen. Eh, lo dulu waktu lamaran gimana, deh? Gue harus ngapain, ya?”

Mahen menyeruput sirop jeruk yang sudah Zuney sediakan di atas meja. “Ya, lo tinggal jawab aja, bersedia apa enggak untuk lanjut ke tahap selanjutnya. Dulu, sih, gue mah sekalian ngobrolin tanggal.”

“Terus Kak Prima jawabnya gimana? Sumpah deh gue jadi deg-degan gini.” Zuney cemberut.

“Ya jawab, aja. Gak gimana-gimana,” jawab Mahen seraya menyeka mulutnya yang sudah meneguk sirop jeruk dengan punggung tangan.

Vannesa memeluk Zuney dengan kegemasan yang maksimal. “Ney, Ney. Jendra kalau liat lo sekarang pasti udah ketawa, deh. Lucu banget.”

Ardana mendekat, lalu duduk di samping Zuney. “Ney, nanti sore jadi?”

“Jadi kemana?” timpal Charlo.

“Ney, maneh udah mau lamaran sama Jendra, jangan suka jalan berdua sama si Nana, atulah,” protes Hakim.

“Gais, gue sama Nana cuma mau ke Juna, aja. Abis itu gak kemana-mana lagi.”

“Ih, gue ikut, dong!” pinta Qistiya.

“Gue juga, gue juga!” susul Charlo.

“Urang oge, atuh, euy!” ujar Hakim.

Mahen mengangkat tangan. “Gais, apa gak sebaiknya kita kasih ruang buat Zuney bicara sama Juna? Better kita gak usah ikut, sih, menurut gue.”

“Gitu, ya, Kak? Padahal Aku pengen ikut, udah lama gak ketemu sama Kak Juna.” Panji sedikit kecewa.

Seperti yang seharusnya, semua temannya pun memberikan ruang maklum yang begitu luas untuk Zuney.

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang