Keping 49 - EPILOG

134 14 8
                                    

Jendra baru saja memarkirkan mobilnya di carport, lalu pria itu menenteng tas kerjanya, kemudian turun, dan mengunci mobil dari jarak satu meter. Saat dirinya berhenti di depan pintu rumah, Jendra mendekatkan indera pendengarannya pada pintu, di sana dia bisa mendengar sesuatu yang berhasil menciptakan satu lengkung sabit di bibirnya.  
  
“Ini lho, yang ada alifnya dibaca panjang..” itu adalah suara Zuney yang disambut suara tawa anak kecil.

Jendra mengetuk pintu dan menunggu Zuney membukakan pintu untuknya. Dan saat pintu itu terbuka, yang berlari dan menghambur langsung ke pelukannya adalah seorang gadis cantik yang masih mengenakan mukena bermotif strawberrynya itu. “Lagi belajar apa sama Ibun?”

“Belajar iqra, Handa, karena kata Ibun kalau mau masuk TK haus bisa baca iqra.”

Jendra tersenyum seraya mencolek hidung anaknya. Tak lama kemudian Zuney menyusul dan perempuan itu tersenyum seraya mencium punggung tangan Jendra. Dan Jendra pun seketika mendaratkan kecupan di pelipis Zuney. “Capek gak abis ngajar di sekolah terus ngajarin Qia?”

Zuney menggeleng. “Enggak, lebih capek kamu, kan, kerja di kantor sampai sore gini, sini tasnya aku bawain.”

Jendra mengangsurkan tas kerjanya, lalu menggendong Qia yang kini sudah mengalungkan lengannya di tengkuk ayahnya.

“Handa,” panggil Qia, “aku udah bisa mandi sendiri, jadi ibun bisa nyuci cepet.”

“Pinter banget.” Jendra terkekeh lalu mencium pipi anaknya. “Qia, karena Ibun udah nyuci, sekarang Handa mau jemur pakaian dulu, ya? Qia lanjut belajar lagi sama Ibun, oke?” persetujuan itu berhasil membuat Qia kembali duduk di balik meja belajar lipatnya, menunggu Zuney yang sedang mengambil air putih untuk Jendra.

Qiana Zhavira Dhiaulhaq adalah hasil pernikahan Jendra dan Zuney yang dilaksanakan empat tahun yang lalu. Anak berusia tiga tahun itu berparas menawan, betul-betul menduplikat wajah Jendra. Sifatnya ceria dan sulit ditebak. Itu sudah pasti menurun dari ibunya. Hehe

Menjalani bahtera rumah tangga secara berdua, benar-benar berdua, tanpa bantuan asisten rumah tangga membuat keduanya harus selalu bekerja sama. Jika Zuney mencuci pakaian, maka Jendra bertugas untuk menjemur. Begitu juga ketika Zuney selesai memasak, maka Jendra akan mengambil alih cucian piring. Itu semua sudah mereka sepakati, karena mereka berdua sama-sama bekerja. Lalu Qia sama siapa? Jawabannya adalah ada pengasuhnya, namun bukan pengasuh yang akan stay dua puluh empat jam, karena selepas jam dua siang, Qia sudah bisa Zuney ambil alih.

“Besok ini kita jadi ke acara anaknya Qistiya sama Lolo?” tanya Jendra seraya membuka kulkas dan menarik satu mangkuk es krim dari freezer.

“Jadi.” Zuney menarik kursi dan duduk di hadapan Jendra yang sudah menyendok es krim.  Sesaat kemudian Zuney melirik jam dinding, ternyata sudah pukul setengah sepuluh malam. Qia tentu sudah tertidur pulas di kamarnya. “Malem-malem makanin es krim, nanti besok pagi Qia nyariin, lho, Jen, kalau nangis gimana?”

“Gak apa-apa, aku nanti beli lagi. Kamu mau?” Jendra mengangsurkan mangkuk es krim.

Zuney terlihat ingin, namun kembali mendorong mangkuk itu dengan pelan. “Enggak, deh, aku udah sikat gigi, udah siap tidur.”

Jendra terkekeh. “Sini, deh.”

Zuney memajukan wajahnya, dan matanya terpejam ketika tangan Jendra memijat pelipisnya. “Aduh, iya, enak banget.”

Jendra tahu bahwa kini Zuney sedang lelah. “Besok kita bawa kado apa, ya?”

Zuney menghembuskan nafas namun tertawa kecil. “Perasaan baru kemaren gak sih kita rayain hari pertama Arash tumbuh gigi.”

(MELINGKAR) VOL. 2Where stories live. Discover now