Keping 12 - Pertarungan Langit

83 13 8
                                    

Pukul sembilan pagi, mereka sudah memasuki wilayah Dufan. Ada tugu khas Dufan yang sudah bisa mereka lihat.

Semua berjalan bersama, namun Charlo sudah mengacir terlebih dahulu, karena harus mengatur semua karyawannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semua berjalan bersama, namun Charlo sudah mengacir terlebih dahulu, karena harus mengatur semua karyawannya.

            Tak lama kemudian, Charlo kembali menemui teman-temannya. “Gais, yang rombongan lewat sini!” seru Charlo dekat pintu masuk.

            Semua berbaris, mengantre untuk masuk, lalu satu persatu membuka tas nya untuk diperiksa oleh petugas. Lalu mereka semua berlari masuk, dan wahana pertama yang mereka lihat adalah ontang-anting. Semacam ayunan yang bisa melambungkan mereka walau tidak terlalu tinggi.

            “Gais, naik ini, hayu!!” Hakim berseru dengan semangat.

            Semua ikut berlari untuk mengantre di wahana ontang-anting. Perlu lima belas menit menunggu. Selama menunggu antrean, Zuney melihat berbagai macam ekspresi orang-orang yang menaiki ontang-anting.

            “Lo takut ketinggian gak, Ney?” tanya Jendra yang ternyata ada tepat di belakang Zuney

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

            “Lo takut ketinggian gak, Ney?” tanya Jendra yang ternyata ada tepat di belakang Zuney.

            Zuney tertawa. “Gak tau. Gue baru pertama kali naik ginian. Serem gak, sih?”

            Qistiya yang berada di depan Zuney menanggapi, “Enggak, kok. Tapi pusing dikit, sih.”

            “Maneh kalau takut, pilih yang berdua aja,” usul Hakim yang berada di barisan paling depan.

            “Sama gue aja,” ajak Jendra.

            Ardana yang berada di belakang Jendra hanya bisa melihat bagaimana usaha-usaha yang sedang dilakukan Jendra, tidak ada yang bisa Ardana lakukan, karena kini, ada tangan yang sedang ia genggam, yaitu Ghinan.

            “Oke.” Zuney tersenyum lega. “Gue agak takut, sih.”

            Permainan ontang-anting selesai, orang-orang mulai bergantian, dan kini giliran mereka. Bak anak sekolah saat menemukan bel pulang, mereka segera berlari dan mencari tempat yang paling pas untuk mereka duduki.

(MELINGKAR) VOL. 2Where stories live. Discover now