Hari senin, sepuluh oktober pun akhirnya berhasil Zuney lewati. Hari-hari penuh persiapan suvervisi pun telah berakhir. Gadis cantik itu akhirnya bisa tidur dengan tenang, tanpa memikirkan lagi berkas-berkas supervisi yang rasanya tidak selesai-selesai itu.
Rapat tentang penutupan supervisi baru saja selesai. Dengan langkah ringan, Zuney keluar dari sekolah. Menghampiri sebuah mobil yang sedang menurunkan kaca jendelanya. Dan saat itu juga Zuney bisa melihat Jendra keluar.
“Lho, Jen, lo kenapa ke sini?” tanya Zuney heran. Pasalnya Jendra sama sekali tidak memberi kabar akan menjemput Zuney.
“Coba deh, lo cek hape. Gue udah kirim wa perasaan. Tenggelam, ya?”
Buru-buru Zuney memeriksa ponselnya. Kemudian menepuk kening. “Aduh, sori…”
Jendra tersenyum. “Gak apa-apa. Udah beres supervisinya?”
“Udah. Udah bisa tidur nyenyak sekarang.” Lalu Zuney melirik mobil yang Jendra bawa. “Kita mau ke mana? Mau ngajak healing?” canda Zuney.
“Mau ketemu Kakak gue, gak? Mumpung lagi ada di Bandung,” tawar Jendra
“Aduh… tapi gue lagi gak cantik, Jen. Gue pulang dulu buat mandi, deh.” Zuney cemberut.
“Lo tuh gak pernah gak cantik. Siapa, sih, yang bilang lo gak cantik? Sini biar gue anter ke dokter mata.” Jendra tertawa.
“Huek.” Zuney pura-pura muntah, lalu ikut terbahak. “Lo tuh bukan Hakim atau Nana, ya, Jen! Gak usah gombal-gombal. Kesannya jadi kaya beneran, tau.”
“Ya… emang beneran, Zuney. Kapan gue bohong?” Jendra lalu membukakan pintu untuk Zuney. “Yuk, masuk. Kakak gue udah nunggu.”
Zuney akhirnya masuk mobil. Lalu melihat Jendra yang setengah berlari mengitari depan mobil, sampai akhirnya duduk di belakang kemudi. “Jen… Kalau Kakak lo gak suka sama gue gimana?”
“He?” Jendra menoleh, sembari menyalakan mesin mobil. “Kan yang suka sama lo itu gue, Ney. Jadi gak masalah, kan?”
“Jendra….” Zuney menutup mata sejenak sambil menarik nafas. “Tau, ah, gue mau pulang aja kalau gitu.”
Mobil sudah melaju, dan Jendra masih tertawa gemas melihat Zuney yang ngambek. “Ney… Marah?”
Zuney menggeleng. “Enggak… Tapi, masalahnya, gue harus ngomong apa sama Kakak lo, Jen? Gue harus bahas apa?”
“Bebas, kok. Kakak gue orangnya open minded.” Jendra lalu mengangsurkan satu paper bag pada Zuney. “Oiya, tadi gue lewat toko kue, dan anggap aja ini reward buat lo yang udah berhasil lewatin supervisi.”
“Ya ampun, Jendra… Gue aja gak ngasih self reward.” Zuney menerima paper bag itu. “Makasih banyak…”
“Sama-sama.” Jendra tersenyum. “Tapi isinya red velvet, bukan kue coklat, gapapa, ya?”
Zuney mengangguk-angguk. “Gak apa-apa banget. Gue suka semua rasa kok.” Zuney segera membuka cake berukuran kecil itu. “Eh, gue makan sekarang boleh?”
“Ya masa gak boleh, Ney?” Jendra lagi-lagi tertawa pelan.
Perjalanan mereka dihiasi dengan alunan musik random dari radio, dan sesekali mereka tertawa karena cerita tentang murid-murid Zuney di kelas yang tidak ada habisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
FanfictionSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...
