Keping 35 - Bukan hal yang tabu

66 13 0
                                    

Mereka masih berkumpul, semakin malam memang pembahasan akan semakin kemana-mana. Namun, Mahen dan Panji sudah pamit sejak satu jam yang lalu. Mereka berdua sudah berkeluarga, jadi harus bisa lebih bijaksana dalam membagi waktu.

Vannesa membuka botol minuman soda, lalu menuangnya ke gelas kosong. “Ya, gitu aja, sih. Masih jalanin aja, soalnya Eca belum mau percaya lagi sama cowok.”

Ardana yang sedari tadi menyimak pun akhirnya buka suara, “Tapi cowok yang sekarang lagi ‘jalani aja’ versi lo itu sekelas Bang Dion, lho, Ca.”

Hakim mengangguk, walau mulutnya masih belum berhenti mengunyah cemilan. “Iya, aih. Urang aja kalau cewek, bakal suka da sama si Bang Dion.”

“Dih?” Zuney melempar Hakim denga cangkang kacang kulit. “Istigfar, Kim.”

“Yeh, lain kitu. Coba, si Bang Dion mah udah mapan banget, relasi luas, patuh orang tua, sayang keluarga. Coba, naon nu kurang?”

Vannesa tersenyum. “Eh, kok jadi bahas Bang Dion, sih? Udah, yuk, ganti pembahasan.”

Ponsel Jendra berbunyi. Namun itu bukan panggilan masuk. “Alarm,” sahut Jendra saat semua mata tertuju ke ponselnya.

Zuney mengrenyit. “Alarm apa jam setengah sembilan malam?”

“Jadwal aku bimbingan tesis, Ney. Jadi, aku boleh pamit?”

Zuney mengangguk. “Oh, boleh, dong. Nanti aku pulang bareng Hakim lagi, gapapa, kan?”

“Iya, gapapa.” Jendra lalu menatap semua temannya. “Gais, gue balik ke atas lagi, ya. Mau ada perlu. Dan.. Kim, gue titip Zuney lagi, ya.”

Hakim mengacungkan jempol. “Siap, aman!”

Jendra kembali ke lantai atas setelah mengucapkan terima kasih.

Charlo geleng-geleng kepala. “Gila, ya, gue kalau jadi Jendra. Gak sanggup, gak sanggup.”

“Kenapa, sih, Yang?” Qistiya penasaran.

“Iya, emang kenapa, Lo?”

Charlo menghembuskan nafas lelah. “Gue bangun, dia udah depan laptop dengan keadaan muka seger banget. Gue mau tidur, dia masih depan laptop. Gitu aja terus.” Charlo mengucek matanya. “Orang mah capek, ya, kalau pulang kantor, tuh. Tidur bentar kek, rebahan kek, main hape kek. Jendra mah mandi, solat, lanjut laptop lagi. Makan juga sesempetnya.”

“Cowok lo, Ney.” Qistiya terkekeh.

“Gapapa, gais. Jendra bakal stres kalau gak ngapa-ngapain.” Zuney berusaha untuk tidak khawatir.

Ditengah-tengah pembicaraan mereka, hujan turun dengan lebatnya. Membuat suhu udara menjadi lebih dingin.

“Eh, Na, Eca pulangnya disuruh nebeng lo, nih, kata Bang Dion. Boleh gak?” Vannesa memperlihatka isi chattnya bersama Dion.

Ardana mengangguk. “Yuk siapa lagi. Masih muat, masih muat.”

“Atuh, lah, urang sama Zuney ikut nebeng juga, Na. Motor titip sini dulu, ya, Lo.”

Charlo mengangguk. “Motor lo nanti masukin aja ke garasi, Kim. Aman, kok.”

“Siap!”

Ardana melirik Qistiya. “Qis, lo pulang gimana?”

“Lha, gue yang anter! Calon bini gue, Na.”

Semua tertawa.

“Wis, santai, atuh, santai.” Hakim mengusap-usap punda Charlo.

Charlo akhirnya ikut tertawa. “Eh, Kim, hape lo geter tuh.”

Hakim melihat siapa yang menelepon. “Lah, si Abah, gais. Ayah urang.”

(MELINGKAR) VOL. 2Where stories live. Discover now