53✔ Si Paling

2.3K 279 102
                                    

Selama perkemahan, tidak banyak acara yang diikuti Dyandra karena kondisinya. Dia jadi kesal, tahun ini pun tidak berjalan mulus seperti yang dia harapkan. Berhubung dengan cuaca yang tidak membaik di Puncak Bogor, acara perkemahan mau tidak mau diselesaikan dan murid di pulangkan lebih cepat. Hujan gerimis tidak hentinya berhenti dan membahayakan, takut terjadi tanah longsor.

"Pulang aja ih, cepet amat," keluh Dyandra, dia merapikan barang bawaannya di luar tenda. Rintik hujan terasa pada punggung tangannya.

"Cuacanya engga mendukung, bahaya juga takut longsor. Hujan gini enaknya ngopi," Tiba-tiba Desfi ingin meminum kopi hangat di cuaca dingin seperti ini. Kabut tipis bergerak tertiup angin.

"Hujan gini enaknya tidur!" sambung Nazwa sambil terkekeh.

"Udah cepet beresin tendanya," tegur Rachel yang kesusahan.

Mereka berlima saling membantu sama lain membereskan tenda seperti semula. Dyandra terus menggerutu kesal acara perkemahan tidak sesuai ekspetasinya.

"Mau saya bantu, Nona?" tanya Jono melihat Dyandra yang berjongkok membantu membereskan tenda. Ia berdirii memayungi Dyandra.

"Pak Jono membuat saya tidak nyaman, Pak Jono bawa aja karpet sama bantalnya ke bus. Saya bisa sendiri," ucap Dyandra yang mencegah Pak Jono ikut campur, sedari tadi dia pusing mendengar Pak Jono menawarkan bantuan jika dia melakukan sesuatu. Pasti itu ulah papanya.

"Atau engga Pak Jono ke Abang aja tanyain ada yang perlu dibantuin atau engga. Di sini engga ada yang perlu dibantuin," lanjutnya, dia sudah besar dan harus bisa mandiri melakukan sesuatu.

"Baik, Nona. Maafkan saya jika membuat Nona tidak nyaman, kabari saja jika perlu sesuatu," Pak Jono pamit pergi sambil membawa karpet serta bantal ke bus. "Payungnya saya tinggal di sini."

Dyandra akhirnya bisa bernafas lega, sedari tadi Pak Jono merecokinya. Berdiri di sampingnya membuat banyak pasang mata melirik dan membicarakannya.

"Parah sih lo, Dy. Kalo gue jadi lo, gue manfaatin buat beresin semuanya. Gue tinggal ongkang-ongkang kaki," kata Desfi, dia malas sekali membereskan tenda yang besar ini.

"Yee ... makannya lo engga ditakdirin jadi gue!" Dyandra melempar batu kerikil ke arah Desfi. Desfi pun menghindar.

"Engga usah lempar-lempar juga kali," oceh Desfi.

"Ribut! Ribut!" Nazwa bersorak menyemangati.

"Berisik woy, cepet hujan ini!" keluh Rachel yang memasukkan besi-besi penyangga tenda ke tempatnya.

Dyandra merasa sesak, dia bahkan sulit berjongkok karena pakainnya yang tebal sudah seperti kepompong. Benar-benar memang, engga abangnya, Althaf maupun sahabat-sahabatnya memakaikkan winter coat, syal, sarung tangan, baju berlapis-lapis, beanie hingga membuatnya terlihat gemuk.

"Lihat, sapi gemuk kita sengsara," ejek Rachel sambil tertawa melihat Dyandra yang kesusahan berjongkok. Dyandra memakai baju panjang, dilapisi sweater tipis lalu jaket tebal seperti musim salju (coat), serta syal melilit di lehernya dan kepalanya memakai beanie.

Desfi ikut tertawa, "Sabar, ya sapi."

"Engga usah ngetawain gue!" cetus Dyandra yang kesal. Dia juga tidak nyaman dengan yang dia pakai.

Nazwa terkekeh, "Nanti di bus buka aja."

"Tahan sebentar lagi, emang keliatannya lo si paling heboh sih," timpal Shifa yang ikut tertawa.

"Ah mau dibuka aja!" Dyandra berdiri ingin melepas winter coat yang dia pakai.

"Eh jangan!" cegah Desfi.

Althaf {END} Where stories live. Discover now