Air Mata

13.8K 1.6K 13
                                    

Aku duduk dengan ragu-ragu ketika melihat Cedric sudah memulai makan tanpa menungguku. Dia hanya fokus dengan makanannya tanpa menghiraukan istrinya yang cantik ini. Yah, memang hubungan mereka tidak sebaik itu.

Aku tersenyum padanya. “Bagaimana makanannya?” tanyaku dengan semangat.

“Hah?” Cedric terlihat bingung melihat aku tersenyum padanya. Sepertinya Cedric sudah terbiasa mendengar lantunan keras tentang perceraian yang selalu dibicarakan Cathleen. Jadi ia bingung melihat Cathleen yang seperti ini.

“Ya?” karena ia bingung, aku pun juga bingung, tapi aku segera mencoba untuk membangun suasana yang lebih baik dari sekarang.

“Sudah lama kita tidak bertemu, apakah tidak ada hal yang ingin dibicarakan denganku?” ucapku mencoba terlihat tenang sambil menyuap makanan yang aku masih tidak tahu apa ini, tapi tetap enak.

“Memangnya kau peduli?” Tanpa menatap mataku dia berkata seperti itu.

Aku hampir saja tersedak karena ucapannya. Aku menatapnya dan dia masih fokus pada makanannya. Aku tidak berpikir kalau Cedric akan bersifat seperti ini pada istrinya sendiri. Sepertinya dia dendam karena terus dipaksa bercerai.

Di dalam novel jelas diperlihatkan bahwa Cedric mencintai Cathleen. Cedric bahkan rela mati untuknya. Akan tetapi novel ini ditulis dalam sudut pandang Zoya. Jadi, interaksi Cedric dan Cathleen diperlihatkan ketika mereka berkelahi dan beberapa bagian ketika mereka masih akur.

Namun, Cedric yang terlihat dingin tak tersentuh ini membuatku ragu. Apakah ia benar mencintai Cathleen? Padahal aku tidak mencoba untuk memicu perkelahian, tapi sikapnya membuatku kaget. 

Kalau begini akan susah untukku akur dengannya. Awalnya kukira karena Cedric mencintai Cathleen, akan mudah bagiku untuk memperbaiki hubungan suami istri ini.

“Tentu saja aku peduli. Suamiku pergi perang dalam waktu yang lama dan aku penasaran apa yang terjadi padanya selama ini. Bukankah pertanyaan itu wajar?”

Cedric menghentikan kegiatan makannya. Akhirnya ia menatap mataku.

“Apakah kau sakit? Kenapa tiba-tiba bersikap baik seperti ini?”

Aku menatapnya dengan sangat yakin. “Oh, tentu saja tidak. Aku hanya ingin bertanya saja.”

“Apakah ada yang kau inginkan dariku?” Aku bersikap baik seperti ini malah dikira ada maunya. “Katakan saja, asal bukan tentang perceraian itu lagi.”

Mendengar Cedric berkata seperti itu membuat hatiku tersentuh. Dia benar-benar tidak suka dengan perceraian. Ini membuatku terharu. Cathleen, harusnya kamu sadar apa yang telah dilakukan Cedric selama ini semuanya hanya untukmu. Irinya, andai saja aku bisa bertemu dengan laki-laki seperti Cedric di dunia lamaku.

Suasana hatiku cepat sekali berubah. Padahal tadi aku kesal dengan sikap dinginnya, tapi sekarang aku terharu hanya dengan mendengar satu kalimat saja.

“Kau menangis?” Raut wajah Cedric menunjukkan bahwa ia kaget melihat istrinya yang seperti ini.

Mataku yang berkaca-kaca ini membuat ia mengira kalau aku menangis. “Ah, tidak. Ini bukan menangis. Aku hanya terharu karena makanannya terlalu enak.” Aku mengusap kedua mataku.

Cedric menyodorkan sehelai sapu tangan kepadaku. “Kalau begitu habiskan makananmu dan jangan disia-siakan.”

Aku mengangguk tanda mengerti. Dari informasi yang sudah kudapatkan saat membaca novel ini, Cathleen jarang sekali menghabiskan makanannya. Rasa stres Cathleen membuat ia menjadi tidak nafsu makan.

Tiba-tiba saja Cedric berdiri dan kulihat makanan di piringnya sudah habis. Ini artinya dia akan pergi dari ruang makan ini.

“Kau pergi? Tidak bisakah kita berbicara lebih lama lagi?” tanyaku dengan ragu-ragu.

“Aku ada urusan. Lain kali saja kita bicara.”

Tanpa menoleh ke belakang, Cedric meninggalkan ruang makan dan juga aku yang sendirian di sini. Aku menghela napas lega. Ini semua masih awal. Masih banyak hal yang harus kulakukan untuk membuat hubungan ini membaik. Yah, aku rasa pembicaraan kami tadi cukup memuaskan. Walaupun sikap Cedric yang dingin nan kaku itu membuatku harus memutar otak agar bisa terus bicara dengannya, dia ternyata masih memberi perhatian kecil kepadaku.


Setelah selesai makan, aku langsung bergegas beristirahat di kamarku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setelah selesai makan, aku langsung bergegas beristirahat di kamarku. Sebenarnya aku masih lapar, tapi makanannya sudah habis. Porsi makanan yang telah disiapkan untuk Cathleen memang tidak banyak. Sepertinya aku harus meminta kepala pelayan untuk menambah porsi makan Cathleen. Kalau begini terus bisa-bisa Cathleen semakin kurus.

“Nyonya, ini saya, Zoya.” Suara ketokan menghentikan kegiatan rebahanku.

“Masuk.”

Zoya masuk dengan rambut merahnya yang mengganggu mataku. Dia langsung mengambil tempat duduk di sampingku.

“Jadi, apa yang ingin kau beritahu padaku, Zoya.”

“Sebenarnya ….” Ekspresi Zoya tampak takut untuk menceritakan hal ini.

“Ceritalah, kamu tidak perlu takut.” Kuusap tangan lembutnya itu, tapi tak selembut sifatnya.

“Sebelumnya saya minta maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menjaga tuan Cedric dengan baik.” sekarang air mata buaya yang keluar. Wah, Zoya memang aktor yang hebat.

“Ada apa?” Aku mencoba terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan dia katakan.

“Sebenarnya selama perang terjadi, saat berada di barak tuan Cedric sering bertemu dengan beberapa pelayan wanita,” ujarnya dengan air mata yang bercucuran. “Saya sudah mencoba untuk menegur tuan Cedric bahwa nyonya akan marah jika ia seperti itu, tapi tuan Cedric malah memarahi saya.”

Aku mencoba untuk terlihat marah dengan berbicara dengan nada tinggi. “Bagaimana bisa dia jadi seperti itu? Zoya! Kamu tidak berbohong, kan?”

“Tidak, Nyonya. Saya bahkan berani bersumpah.” Terlihat sangat meyakinkan, Zoya. Namun, aku sudah tahu seperti apa sifatmu. Kamu benar-benar pandai berlakon.

Aku memijit batang hidungku kemudian mengembuskan napas berat. Aku harus terlihat terganggu dengan informasi yang kudapat. “Dia melarangku untuk bercerai, tapi dia sendiri yang berpaling dariku.” Aku menutup wajahku mencoba untuk terlihat sedih.

Zoya mengelus bahu mencoba menenangkanku. “Tenang, Nyonya. Saya akan selalu ada di samping Anda.”

Bohong.

“Padahal tadi aku mencoba untuk memperbaiki hubunganku dengannya, tapi kalau sudah begini lebih baik bercerai saja.” Aku menatap mata Zoya dan memegang kedua tangannya. “Setelah aku keluar dari rumah ini kamu akan tetap bersamaku, kan?”

Zoya mengangguk dengan sangat yakin. “Maaf, Nyonya, tapi Nyonya berkata untuk memperbaiki hubungan? Apa saya tidak salah dengar.” Tanpa sadar Zoya memegang tanganku dengan keras. Aku tahu kalau dia sedang menyembunyikan kemarahannya sekarang.

“Iya, selama hampir dua tahun ditinggal Cedric perang, aku banyak berpikir dan sampai pada keputusan yang tadi.”

“Jangan, Nyonya. Apa pun yang terjadi jangan kembali padanya.”

Yah, aku tahu kamu sudah sangat haus untuk menggantikan posisiku sebagai istri Cedric.

“Aku tidak tahu. Ada rasa di mana aku ingin bercerai dengannya, tapi disisi lain aku masih ingin menjadi istrinya.”

“Tapi Nyonya ingin bercerai, kan? Tadi Nyonya berkata seperti itu.”
Aku menghela napas berat. “Aku tidak tahu, Zoya. Tadi aku sangat ingin bercerai, tapi sekarang perasaan itu tiba-tiba saja berubah.”

Aku senang melihat Zoya yang sekuat tenaga menahan emosinya di depanku. Seru sekali bermain dengan perasaannya.

Dia terus menghasutku untuk bercerai. Banyak hal jelek yang tentang Cedric yang ia bicarakan. Namun, tingkahku yang ragu-ragu membuatnya tanpa sadar menaikkan nada bicaranya. Ia kesal bicara denganku

“Zoya, tenangkan dirimu! Sepertinya kamu harus beristirahat.”

“Saya akan beristirahat jika Nyonya berjanji pada saya untuk menceraikan tuan Cedric. Ini semua demi kebaikan Anda.”

Aku tersenyum pada Zoya. “Ya, aku akan mencoba untuk berjanji.”

Tapi bohong.

I Am The Duchess Of This HouseWhere stories live. Discover now