Belajar Bela Diri

9.8K 989 6
                                    

Beberapa hari ini bisa dibilang cukup tenang tanpa ada gangguan yang berarti. Kesehatanku pun akhirnya meningkat, dan aku sudah tidak seharian berada di kamar terus. Akan tetapi, ketenangan ini terasa mencurigakan. Menurut laporan dari para pelayan, pergerakan Zoya tidak ada yang mencurigakan, dan ini jelas terasa mencurigakan.

Oleh karena itu, di tengah ketenangan ini aku memilih untuk berlatih bela diri bersama para ksatria Orion. Percayalah, butuh waktu berhari-hari bagiku untuk mendapatkan izin dari Cedric untuk berlatih bela diri. Dia berkata kalau aku tak perlu melakukan itu dan akan ada dua ksatria yang akan selalu menemaniku ke mana-mana. Yah, pada akhirnya dia mengizinkanku dengan berat hati.

Dan di sinilah aku, bersama Hugo di lapangan latihan. Dia yang akan menjadi guruku untuk saat ini. Kukira aku akan langsung diajarkan pada intinya. Ternyata aku harus pemanasan terlebih dahulu.

Pemanasan yang kulakukan adalah peregangan dari kepala sampai kaki. Padahal baru pemanasan, tapi keringatku sudah mengucur. Setelah itu pun aku harus berlari keliling lapangan ini sebanyak lima kali.

Dengan napas yang sudah terengah-engah, aku berkata, “Apakah sudah cukup pemanasannya?”

“Belum, Nyonya. Anda baru saja berlari sekali putaran.”

“Tidak bisakah kau langsung mengajariku langsung pada intinya?” Aku terduduk di tanah, benar-benar kehilangan tenaga.

“Akan berbahaya kalau langsung saya ajarkan pada intinya. Otot-otot Anda akan kaget, dan Anda akan  merasa lebih buruk dari pada sekarang.” Hugo mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. “Selain itu, Anda harus terbiasa dengan hal seperti ini.”

Menerima uluran tangan Hugo, akhirnya aku berdiri dan menatap padanya. “Terima kasih.”

“Silakan lanjutkan lari Anda, Nyonya.”

Aku berdecak sebal. “Baiklah.”

Dengan sekuat tenaga, aku pun melanjutkan lariku di lapangan yang cukup luas ini. Kali ini aku mencoba mengatur pernapasanku dengan cukup baik. Hasilnya aku tidak terlalu terengah-engah saat selesai berlari. Namun, keringat yang mengucur tidak bisa bohong. Keringat ini memperlihatkan betapa lelahnya diriku ini. Aku ingin beristirahat, tapi akulah yang menginginkan hal ini dan terus memohon pada Cedric untuk mengizinkanku.

Hingga akhirnya aku selesai dan terbaring di tanah, Hugo datang menghampiri dan berjongkok di sampingku. “Beristirahatlah sebentar, setelah itu kita akan belajar beberapa hal dasar.” Dengan senyumnya Hugo memberiku sebotol minuman.

“Terima kasih.” Aku pun duduk untuk minum, masih di tengah lapangan yang terasa panas, Hugo mengusap keringatku dengan sapu tangannya.

“Mulai sekarang Anda harus banyak bergerak dan berolahraga setiap paginya,” ucapnya masih dengan fokus mengusap perlu keringat di dahiku.

“Baiklah, akan kulakukan itu.” Aku mendorong Hugo dengan pelan ketika kurasa jarak kami terlalu dekat. “Selain itu apalagi yang harus kulakukan?”

“Hmmm.” Hugo tampak berpikir sejenak. “Mungkin banyak makan? Anda perlu banyak energi untuk melakukan hal seperti ini.”

Di tengah lapangan ini, kami bicara banyak hal. Mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan bela diri, sampai hal-hal lucu yang pernah Hugo alami selama menjadi ksatria di kediaman Orion. Tak kusangka ternyata Hugo bisa bercanda juga. Dia memang mudah tersenyum, tapi kukira itu hanya bentuk keramahannya padaku.

Dia juga bercerita banyak hal tentang Cedric. Mulai dari hal-hal keren sampai yang tidak kusangka. Canda tawa kami memenuhi seisi lapangan. Rasa lelahku pun jadi sedikit berkurang berkat cerita Hugo.

“Cathleen.” Tiba-tiba saja, entah dari mana, Cedric datang. Dia datang dari belakang Hugo. Auranya sekarang terasa menyeramkan dan tatapan tajamnya itu benar-benar menggangguku.

Ketika melihat Cedric, Hugo langsung berdiri dan memberi hormat pada Cedric. Sadar kalau aku belum berdiri, setelah memberi hormat, Hugo kembali mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.

Namun, tangannya ditepis dengan keras oleh Cedric. Dia menatap tajam pada Hugo. “Pergilah!” 

“Tapi, saya belum selesai mengajari nyonya,” kata Hugo sambil tersenyum pada alasannya itu.

Yah, Cedric dan Hugo bisa dibilang adalah teman dekat. Jadi, Hugo bisa tampak lebih santai jika ada di dekat atasannya.

“Apakah kamu tidak punya pekerjaan lain selain bermalas-malasan?” ucap Cedric sambil membantuku untuk berdiri.

“Lalu Anda sendiri? Apakah tidak punya pekerjaan lain selain berjalan-jalan di sekitar sini?”

“Aku sedang mencari istriku.”

“Dan saya sedang mengajari istri Anda.”

“Yang kulihat kau hanya tertawa seperti orang gila.”

“Kami sedang beristirahat.  Tidak tahukah Anda bahwa kondisi istri Anda butuh perhatian lebih?”

“Tunggu sebentar.” Aku menegangkan kedua tanganku mencoba untuk melerai pembicaraan tak bermutu ini. “Tolong jangan berkelahi di sini. Akan ada banyak orang yang melihat.”

Cedric diam menatapku. Kemudian dia menarikku ke dalam dekapannya. “Apa ada yang sakit? Haruskah kupanggilkan dokter?”

Aku mengelus bahunya lembut. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lelah setelah berlari tadi.” Aku mencoba meyakinkannya. “Aku tidak selemah yang kamu kira.”

Menghela napas dengan berat, Cedric kemudian berkata, “Baiklah, tapi jangan paksakan dirimu.” Cedric mengelus rambutku. “Dan jangan terlalu banyak tertawa di depan pria lain.”

“Hmmm? Apakah kamu cemburu?”

“Siapa yang cemburu?”

“Tentu saja seorang laki-laki di depanku ini.” Aku maju selangkah mendekati Cedric.

Tanpa menjawab pertanyaanku pun, sudah jelas terlihat tingkah laku Cedric yang cemburu. Bahkan sekarang telinganya terlihat memerah. Lucu sekali ketika melihatnya tetap berusaha stay cool, walaupun kutau dia sedang malu sekarang.

“Apakah kita bisa kembali latihan, Nyonya?”  Hugo dengan senyum manisnya itu menyudahi percakapanku dengan Cedric. Tampak dari mata Cedric bahwa tidak suka ada kehadiran Hugo yang tiba-tiba di antara kami.

Cedric berdecak sebal, tapi aku berusaha menenangkan dengan mengelus tangannya. “Ayo kita minum teh setelah aku latihan.”

“Baiklah.” Cedric kemudian menatap Hugo dan menunjuknya. “Jangan terlalu akrab dengan istriku.”

“Akan saya usahakan.”

“Jangan berdiri terlalu dekat dengannya.” Cedric tampak berpikir sebentar. “Beri jarak sekitar dua meter.”

Senyum Hugo sekarang terasa mengeluarkan aura yang menyeramkan. “Bagaimana bisa saya mengajari nyonya jika jarak saya terlalu jauh dengan nyonya?”

“Yah, itu urusanmu.”

Aura yang keluar dari dua orang ini terasa menyeramkan. “Hei, Cedric. Kamu tidak serius, kan?” aku mengguncangkan bahunya. “Bagaimana aku bisa belajar jika seperti itu?” aku melotot padanya.

Cedric kemudian tersenyum padaku.  “Aku hanya bercanda.” Aku lega mendengar perkataannya. “Tapi aku serius ketika aku bilang jangan terlalu dekat dengan istriku.”

Kelakuan Cedric yang satu ini membuatku pusing saja. Padahal dia punya banyak pekerjaan, tapi dia belum juga beranjak dari lapangan latihan. Dia memastikan kalau Hugo tidak berdiri terlalu dekat denganku. Jika dia rasa Hugo sudah terlalu dekat, dari pinggir lapangan dia akan memanggil Hugo untuk memperingatkannya.

Yah, butuh waktu lama untuk dia akhirnya pergi. Dion, sekretarisnya bahkan harus turun tangan untuk memberitahunya bahwa dia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Kalau begini terus, aku takut kalau nanti tiba-tiba saja Cedric sudah memindahkan meja kerjanya ke pinggir lapangan.

Melihat kelakuannya yang seperti ini adalah benar-benar hal baru bagiku. Rasanya aku ingin mengabdikan momen ini dalam bentuk video, tapi tidak ada barang elektronik di sini. Jadi, aku hanya perlu untuk mengingatnya dalam otakku saja.

Aku juga ingin menceritakan kejadian ini kepada temanku. Namun, setelah dipikir-pikir, apakah aku punya teman di sini?

Sepertinya aku harus mengadakan acara yang sering dilakukan para wanita bangsawan agar aku bisa memiliki teman. Acara ini tak lain dan tak bukan adalah ....

Pesta teh.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



I Am The Duchess Of This HouseWhere stories live. Discover now