Obsesi

13.4K 1.5K 16
                                    

Di dalam kereta kuda hanya ada keheningan antara aku dan Cedric. Memang tadi aku terlihat agresif di depan Cedric, tapi rasa maluku kembali dan membuatku terdiam duduk menatap ke luar sambil mengingat kelakuanku tadi.

Cedric fokus dengan lembaran kertas di tangannya. Dia terlihat sangat sibuk. Bahkan tak sekali pun dia melirik ke arahku. Sepenting itu pekerjaannya.

Aku berdehem memecah keheningan yang canggung ini. "Jadi, pekerjaan apa yang ingin kamu lakukan di istana?" kami berdua duduk berseberangan.

"Hanya ini dan itu."

"Ini dan itu apa? Apakah aku terlihat seperti seseorang yang tidak mengerti tentang dunia pekerjaan?" Cedric membuatku sedikit tersinggung. Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi mari berpikir positif. Yah, walaupun aku sudah terlanjur berucap.

Kini Cedric melihatku. Dia terlihat kaget mendengar ucapanku. "Maaf, aku ...."

"Aku?" tanyaku melihat Cedric yang tampak memijit batang hidungnya. Terlihat dari kantung matanya dia kurang tidur dan sekarang mungkin dia sedang kelelahan.

Melihatnya yang seperti itu aku coba untuk mengambil kesempatan dengan mengambil tempat duduk di sampingnya. Aku tahu nanti aku pasti akan merasa malu sendiri karena telah melakukan ini, tapi biarlah.

"Apakah pekerjaanmu sangat banyak?" tanyaku sambil mengelus bahunya.

Dengan menghela napas berat ia mengiyakan pertanyaanku.


"Kalau begitu mari istirahat sebentar." Kuambil tumpukan kertas yang ia pegang. "Selama perjalanan cobalah untuk tidur sebentar. Aku tau ini tidak membantu banyak, tapi setidaknya kamu bisa beristirahat."

Cedric dengan ekspresi heran melihat kelakuan istrinya yang berubah drastis. Yah, ini semua kulakukan agar aku tidak mati.

"Kenapa diam? Kamu bisa bersandar padaku jika kamu mau."

Sepertinya otak Cedric masih memproses kejadian ini. Ia hanya diam melihat kelakuanku tanpa berkata apa-apa.

"Sepertinya kamu tidak mau, yah?" Aku mencoba kembali ke tempat dudukku yang semula, tapi tiba-tiba saja Cedric menarik tanganku dan membuat kami kembali duduk bersama.

Dia bersandar pada bahuku. Bisa kulihat rambut tebalnya yang pirang itu tampak sangat lembut. Jadi, aku mencoba untuk memegangnya. Terbawa suasana aku mengelus rambutnya cukup lama.

Sadar bahwa aku terlalu lama mengelus rambutnya, aku mencoba untuk berhenti. "Kenapa berhenti?"

"Karena mungkin ini mengganggu tidurmu."

"Teruskan saja, aku suka."

Walaupun aku tidak bisa melihat ekspresi Cedric, tapi bisa kulihat telinganya yang memerah. Dengan senang hati kulanjutkan untuk bermain dengan rambutnya. Ketika aku berkata rambutnya lembut, itu bukan lembut yang biasa, tapi luar biasa lembut. Cocok sekali kalau Cedric jadi bintang iklan sampo.

Suasana kembali menjadi hening, tapi keheningan kali ini tidak terasa canggung. Suasana saat ini terasa sangat nyaman walau tak ada dari kami berdua yang bersuara.

Perjalanan menuju istana yang cukup lama membuatku jadi mengantuk. Perjalanan pun tidak selancar itu. Karena belum ada kendaraan seperti mobil atau transportasi lain yang lebih canggih, aku beberapa kali harus menahan diriku sendiri dan juga Cedric yang tertidur dari guncangan akibat jalan berbatu atau kuda yang tiba-tiba berhenti.

Kukira kereta kuda akan terasa sangat nyaman. Memang ekspektasi tak sesuai realita.

Dengan menggigit kukunya, Zoya tampak berdiri dengan tidak tenang di depan pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dengan menggigit kukunya, Zoya tampak berdiri dengan tidak tenang di depan pintu. Dia terus melihat keluar gerbang berharap sesuatu datang. Akan tetapi hasilnya nihil. Hanya ada dua penjaga yang berjaga di kanan kiri gerbang. Mereka berdua bahkan terlihat bingung karena Zoya terus melihat ke arah sini.

Para pelayan yang lalu-lalang pun tampak bingung melihat kelakuannya. Namun, tidak ada dari mereka yang mencoba bicara padanya. Raut wajah Zoya seakan berkata 'Jangan ganggu aku atau kalian akan kena imbasnya.'

Akhirnya ada satu pelayan yang menegurnya. Dia adalah kepala pelayan. "Zoya, apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau tidak punya pekerjaan?"

Baru saja Zoya akan mengeluarkan kata-kata pedas, tapi ia hentikan ketika ternyata kepala pelayan yang mengajaknya bicara.

Kepala pelayan Eleanor adalah seorang wanita paruh baya. Ia sudah bekerja di sini bahkan sebelum Cedric lahir dan merupakan salah satu orang yang disegani di sini. Bahkan Cedric menganggap kepala pelayan sebagai ibunya sendiri. Hal ini membuat kepala pelayan Eleanor punya kekuatan yang cukup kuat di rumah ini.

Keinginannya adalah semua yang ada di rumah ini bisa terjaga dengan baik dan bekerja sesuai dengan tugas mereka. Dia adalah simbol kedisiplinan, dan sekarang simbol kedisiplinan bertanya-tanya mengapa ada pelayan yang terlihat tak bertugas.

"Saya menunggu nyonya Cathleen pulang."

"Nyonya akan pulang ketika dia ingin pulang, dan kamu tidak perlu menunggunya."

"Maafkan sa-"

"Bagaimana kalau kamu membantu pelayan di gudang? Sepertinya kamu terlihat punya banyak waktu luang."

"Maaf kepala pelayan, tapi itu bukan tugas saya. Tugas saya adalah menjadi asisten pribadi nyonya Cathleen."

"Yah, aku tau itu, tapi nyonya Cathleen pasti tidak keberatan kalau aku meminjam asistennya sebentar, kan? Lagi pula kamu juga tidak punya pekerjaan dan kami kekurangan pelayan."

Kekesalan Zoya semakin memuncak. Ia ingin marah, tapi tidak bisa. Kalau ia melawan kepala pelayan, Cedric pasti akan memihak orang yang diseganinya itu.

"Baiklah." Zoya menghela napas berat dan berjalan pergi meninggalkan kepala pelayan. "Eleanor sialan," gumamnya pelan.

Akan tetapi tujuannya bukanlah menuju gudang, tapi menuju bagian Timur di mana para pelayan tinggal. Pikirnya lebih baik ia berdiam diri di kamarnya dari pada harus berurusan dengan persediaan di gudang. Kepala pelayan pasti punya banyak pekerjaan. Jadi, tidak akan sempat untuk memastikan Zoya ada di sana atau tidak. itu yang dia pikirkan.

Di lorong menuju kamar, Zoya berpapasan dengan Ellie.

Ellie yang melihat Zoya terlihat terkejut dan tampak salah tingkah. Zoya tidak ingin berpikir rumit, ia hanya melewati Ellie yang tampak cepat-cepat pergi untuk meninggalkannya.

Masuk ke dalam kamar, Zoya langsung merebahkan dirinya di kasur. Dengan ditutupi bantal, Zoya berteriak untuk menyalurkan kemarahannya. Dia juga memukul bantal itu dengan keras dan penuh dengan emosi.

"Cathleen sialan. Lihat saja nanti apa yang akan terjadi padamu," ucap Zoya sambil menatap bantalnya dengan tatapan penuh amarah.

"Ah, Cedric. Harusnya aku yang berdiri di sampingmu." Sekarang Zoya memeluk bantalnya. "Kalau saja bukan karena wanita murahan itu, kita berdua sudah pasti bersama-sama sekarang."

"Tunggu, Cedric. Aku pasti akan menyingkirkan wanita itu dari kehidupan kita. Aku tau kamu juga punya perasaan yang sama, kan?" ujar Zoya sambil mengelus bantalnya dengan penuh perasaan kasih sayang.






I Am The Duchess Of This HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang