TABU - 15

3.6K 334 10
                                    

"Lo tahu nggak Dinda mangkir di acara kemarin? Untung saja ownernya nggak protes, Bro. Di situ masih ada penyanyi dangdut yang menghibur. Tapi fansnya Dinda pada nggak terima. Postingan di akun resmi PalingKilat diserbu. Pada nuduh nipu pakai nama Dinda di acara pembukaan cabang."

Memang sudah sejak dua hari yang lalu perempuan yang menjadi pokok aduan Beno tidak ada kabar. Biasanya Dinda selalu merecokinya dengan telepon dan pesan-pesan. Gibran juga tidak berniat menghubunginya lebih dulu. Terakhir komunikasi, Dinda merajuk menuntut penjelasan soal gambarnya dan Ara yang tersebar di akun gosip. Tapi Gibran memilih untuk tidak menggubris, hingga membuat perempuan yang berstatus kekasihnya itu menghilang tanpa kabar.

Poros otak Gibran kembali tersita oleh permasalahannya dengan sang kakak ipar. Rencananya hari ini ia akan menemui perempuan itu dan meminta maaf. Lebih baik begitu, lebih baik mengalah, meski itu sama sekali bukan gaya Gibran selama ini, harus bertekuk lutut pada makhluk berjenis kelamin perempuan.

Logikanya terkalahkan oleh perasaan di hatinya pada perempuan itu. Lucu, dan terasa aneh, tapi Gibran yakin perasaannya pada Ara tidak salah. Perasaan itu murni datangnya dari Tuhan, tidak pernah direncanakan sama sekali.

"Bro? Lo masih di situ kan?"

Gibran kembali tersentak oleh sambungan telepon dari seberang sana. "Oh, iya, sudah tiga hari ini gue nggak kontekan sama Dinda. Dia ngambek soal foto di akun gosip kemarin."

"Dan lo nggak coba hubungi dia duluan? Lo biarin gitu aja?"

Gibran diam. Sudah sangat hafal dengan sifat Beno yang sudah mirip sutradara film antara dirinya dan Dinda. Manusia satu itu tidak akan bahagia bila tidak merecoki kehidupan pribadinya.

"Si Anjing! Lo tahu kan bakalan gimana dampaknya kalau lo giniin Dinda? Ribet, Bro. Masalah bakalan terus ada aja entar. Capek gue ngoceh mulu."

"Nggak ada yang nyuruh lo ngoceh. Kalau memang Dinda ngerepotin ganti aja sama yang lain. Masih banyak artis yang bisa kita pakai."

"Si Anjing! Gila lo, gila! Lo pikir ganti BA segampang ganti kolor kalau nggak cocok? Jangan gitu lah, Bro! Yang profesional dikit lah. Sekarang mending lo telepon cewek lo sana! Lo samperin, lo baik-baikin, lo rayu-rayu sana!"

"Lo bilang apa barusan? Gue nggak salah dengar kan? Sekarang lo mau coba-coba ngajarin gue tentang profesionalitas. Dari dulu gue paling nggak setuju nyampurin urusan pribadi sama kerjaan. Kita sudah bayar semua BA di depan, jadi siapa di sini yang nggak profesional? Perlu banget gue ulang-ulang biar lo ngerti?"

Setelah mengeluarkan segala unek-uneknya Gibran memilih mengakhiri sambungan teleponnya dengan Beno. Kelakuan manusia satu itu memang sudah keterlaluan sekali. Sengaja menjadikan dirinya tumbal untuk bisnis yang dirintis barsama. Sudah sering Gibran meminta Beno untuk terjun sendiri dengan ide marketingnya yang sedikit konyol. Tapi makhluk gila itu selalu punya seribu alasan untuk menghindar.

Gibran memang bukan manusia suci, tapi untuk mempermainkan hati perempuan sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Sudah dari dulu ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Dinda, tapi Beno selalu berhasil mencegahnya, menjadikan cara mengikat Dinda adalah solusi terbaik untuk perkembangan bisnis.

"Halo?" Suara Dinda menyambut panggilan teleponnya. Nada rajukan dan sedikit manja tertangkap di telinga Gibran. Suatu hal yang paling membuatnya malas berurusan dengan perempuan. Tapi apa boleh buat, saat ini ia masih membutuhkan kekasih jadi-jadiannya itu.

"Dimana? Aku samperin?" Jarang sekali Gibran melakukan ini. Ia tahu persis respon seperti apa yang akan ditunjukkan Dinda. Saat seorang pria sudah mengalah untuk menghubungi lebih dulu, maka sikap semua wanita akan semakin semena-mena padanya.

"Kamu nggak perlu tahu! Kan kanu sendiri yang bilang kalau kamu nggak butuh aku! Lebih baik kita nggak usah ketemu."

Lihat? Perkiraan Gibran tidak pernah meleset. "Aku samperin ya? Di apartemen kan?"

"Aku nggak mau ketemu kamu. Aku kesel."

"Oke. Tunggu. Aku berangkat sekarang."

***

Memang dasar perempuan, saat mereka akhirnya bertemu, respon Dinda sudah lebih baik dari waktu di telepon tadi. Perempuan ini seolah sudah melupakan masalah yang terjadi diantara mereka. Menyambut kedatangan Gibran dengan senyum manis seperti yang selalu ditunjukkan. Benar kata Beno, seorang perempuan hanya perlu sedikit rayuan untuk bisa luluh. Dan, andai perempuan yang menjadi kakak iparnya itu bisa segampang Dinda, pasti ia tidak akan bingung memikirkan cara untuk mendekati.

Kenapa lagi-lagi harus perempuan itu yang ada di pikirannya? Lebih baik Gibran fokus dengan tujuannya bertandang ke tempat ini.

"Segelas jus alpukat untuk Ayang!" Dinda berseru riang di depannya seraya meletakkan segelas jus. Perempuan itu lantas duduk tepat di samping Gibran, sedikit merapat. "Kangen!" Rajuknya manja. Kepala perempuan itu ditumpukan pada pundak Gibran yang kekar.

"Katanya tadi nggak mau ketemu." Meski terpaksa, Gibran berusaha mengimbangi.

"Kamu sih ngeselin!"

"Harusnya kamu marahnya ke admin akun gosip itu dong, bukannya ke aku. Itu kan foto lama, diposting lagi."

"Tapi kayak bukan foto lama. Terus kamu ajak dia di tempat langganan kita pula."

"Ya terserah kalau kamu masih nggak percaya."

Dinda menjauhkan diri untuk menatap Gibran. Mereka saling tatap. "Aku cinta kamu, Babe! Aku akan tetap maafin kamu karena aku cinta banget sama kamu. Meskipun itu foto baru-baru ini, meskipun aku kecewa, tapi aku akan tetap maafin kamu. Tapi, please ... jangan bikin perasaan aku hancur dengan sikapmu yang diam nggak perduli seperti kemarin. Kamu bilang nggak butuh aku lagi. Aku sedih banget mendengarnya."

"Aku minta maaf." Gibran menghapus air mata Dinda yang jatuh di pipi.

"Dan sori kalau kemarin aku nggak datang di acara grand opening. Itu sebagai bentuk protes aku, kamu ngerti kan?"

Beno memang sialan! Tidak seharusnya ia menuruti kemauan Beno yang membuat hidupnya semakin rumit dengan melibatkan dirinya pada seorang artis sekelas Dinda Sudrajad. Ini sangat merepotkan.

"Nanti siang aku coba live dan bikin klarifikasi. Akun resmi PalingKilat diserbu ya?"

"Perasaan kamunya ramah, baik, sopan. Kenapa mereka bisa sebar-bar itu sih?"

"Mereka netizen yang fanatik, Babe. Kalau fans aku yang sudah lama. Yang resmi dan yang masih sering kumpul sama aku kalau ada acara itu pada baik-baik dan support. Mereka hanya fokus ke karya aku saja."

Oke, tugasnya dengan artis manja populer sudah selesai diatasi. Sekarang saatnya meluruskan permasalahannya dengan Ibunya Saka. Semoga semudah menaklukkan Dinda.

TABU (TAMAT)Where stories live. Discover now