TABU - 18

3K 352 10
                                    

Emosi Ara benar-benar tidak terbendung lagi. Detik ini juga ia harus menemui adik iparnya yang lancang, kurang ajar, sombong, arogan dan semua sebutan buruk layak disandangnya.

Betapa kagetnya Ara atas kemurahan yang diberikan si pemilik ruko ternyata ada hubungannya dengan manusia satu itu. Ada sedikit keganjilan saat ia mempelajari kembali surat perjanjian sewa ruko. Sehingga dugaan itu mengerucut ke satu titik sehingga terungkaplah dalang dibalik semua ini.

Perempuan dengan terusan warna abu-abu itu memarkir motor maticnya sedikit terburu-buru sebelum ia mengayun langkah lebar menuju bangunan kantor dengan tulisan besar PalingKilat.

Lelaki itu sudah pasti kaget. Mendapati Ara yang masuk tanpa mengetuk pintu, seperti yang biasa dilakukan. Ini memang tidak sopan, tapi ia benar-benar tak lagi peduli. Satu tujuannya berada di tempat ini karena ingin melabrak manusia yang berdiri cengo di depannya. Berani-beraninya intervensi masalah bisnis yang bahkan belum direalisasikan sama sekali oleh Ara. Itu lebih tidak sopan dari tindakannya yang masuk kantor pribadi tanpa mengetuk pintu.

Ara berhenti tepat di hadapan si manusia arogan dan harus mendongak karena tingginya yang tidak sebanding. Tatapannya terhunus tajam.

"Kamu ini benar-benar lancang ya?" mulai Ara dengan suara pelan menekan yang penuh emosi. "Apa yang sudah kamu lakukan sama Ko Erik, kamu pikir itu hebat?"

Lelaki itu hanya diam, belum mengeluarkan sepatah katapun. Membalas tatapan Ara dengan tatapan seperti biasanya, datar, tak terbaca, intens.

"Kamu nggak usah ikut campur urusanku. Nggak usah sok jadi pahlawan. Sini, kasih aku nomor rekeningmu. Biar aku transfer balik uangmu sekarang juga."

Barulah lelaki itu mengalihkan pandangannya. Membuang napas berat dan bergerak menjauhi Ara untuk duduk di sofa.  "Aku cuma pengin bantu. Anggap saja itu untuk menebus kesalahanku kemarin." Katanya pelan, tidak terdengar arogan sama sekali. Tapi entah kenapa emosi Ara justru bertambah ke voltase tertinggi.

"Oh, jadi menurutmu, aku bakalan luluh dan tunduk kalau sudah disogok pakai uang gitu? Serendah itu kamu ngehargain orang ya? Aku ini kakak iparmu? Nggak pernah sekali pun kamu bersikap sopan."

"Bukan begitu. Kenapa kamu gampang banget nuduh orang?"

"Aku nggak nuduh. Aku ngomong fakta. Kelakuanmu itu memang kebalikannya kakakmu. Mas Bara itu baik, sopan. Terlebih saat menghadapi orang yang lebih tua. Sementara kamu? Kamu itu sombong, urakan, nggak tahu sopan santun sama sekali!"

Gibran menggeleng, terlihat frustasi. "Aku nggak seperti itu."

"Ya, itu kamu! Itu yang selama ini aku pikirkan tentangmu! Mbokya kamu itu niru kelakuan Mas Bara. Punya kakak seorang panutan, harusnya ditiru! Bukan bisanya cuma malu-maluin keluarga saja dengan tingkahmu yang berandalan."

Lelaki itu hanya menatapnya. Ekspresinya seolah ingin menjelaskan sesuatu tapi hingga berdetik-detik tak juga keluar dari mulutnya. Mungkin kalimat Ara yang terakhir itu menyinggungnya, tapi lagi-lagi Ara tak peduli. Saat dikuasi amarah rasa simpati pada diri seseorang akan cenderung melemah. Dan itu yang Ara tengah rasakan. Tidak peduli jika yang ia hadapi masih dalam rumpun keluarga dekat, yaitu adik kandung suaminya yang berarti satu-satunya paman yang dimiliki putra semata wayangnya.

"Aku nggak ada waktu. Buruan kasih no rek kamu, sekarang!" Ara mendekat, hanya berjarak satu langkah dari tempat lelaki itu duduk. Dan sekarang giliran lelaki itu yang mengangkat kepala ke arahnya.

"Buruan, Gibran! Malah bengong!"

"Kamu pakai saja uangnya. Katanya kamu mau buka toko kue. Butuh uang kan?"

Ara ternganga. Manusia yang sedang dihadapi ini benar-benar sudah sinting. Bagaimana tidak, lelaki ini sudah membayar dua kali lipat yang ditawarkan pemilik ruko hanya agar mau diajak kerja sama dalam mengelabuhi Ara. Seakan-akan Ko Erik sendiri yang berniat memberinya keringanan. Seniat itu?!

"Jangan marah-marah terus, aku bingung harus menghadapimu. Aku minta maaf, kalau apa yang aku lakukan kemarin bikin kamu nggak nyaman. Aku memang salah."

TABU (TAMAT)Where stories live. Discover now