TABU - 1

7.8K 671 68
                                    

"Bu, ada yang nyariin. Sudah saya persilakan masuk."

Info dari asisten rumah tangganya membuat Ara buru-buru mencuci tangan dan segera meninggalkan dapur.

Sejenak, Ara menatap penasaran pada perempuan bergaun selutut dengan stiletto penopang kakinya yang jenjang. Penampilan yang sangat mencolok dan mewah. Perempuan yang kini duduk manis di ruang tamu minimalis milik Ara itu langsung berdiri, begitu mendapatinya mendekat.

"Selamat siang, Mbak Ara. Kenalkan saya Dinda. Teman dekat Gibran. Saya diminta Gibran untuk menjemput Saka latihan basket."

Ara menerima uluran jemari ramping itu. "Oh iya. Silakan duduk kembali. Tolong ditunggu ya, Sakanya masih siap-siap. Mau minum apa?"

"Terimakasih, Mbak. Tidak perlu repot-repot."

"Ah tidak repot." Ara langsung ke dapur. Tak lama ia kembali dengan membawa satu gelas jus melon dan sepiring kudapan. "Silakan diminum sembari nunggu Saka."

Ara masih sibuk memindahi penampilan perempuan di depannya. Tampak berkelas dengan tas bermerek sebagai penunjang. Paras yang ayu dengan mata, hidung, bibir yang pas di posisinya. Pembawaannya pun ramah dan lemah lembut. Di dunia ini kok ada perempuan sesempurna ini. Ara tersenyum kagum. Jelas ia dibuat silau, karena berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya mengenakan daster rumahan serta muka kucel. Ara belum sempat membersihkan diri sedari pagi karena disibukkan oleh pesanan kue.

Setelah suaminya meninggal karena kecelakaan. Ara berusaha untuk bangkit. Merenda asa yang rapuh meski separuh jiwanya telah pergi untuk selama-lamanya. Pendidikan yang hanya lulusan SMA membatasi Ara mendapatkan pekerjaan yang layak. Meskipun peninggalan suaminya yang seorang bankir tidak sedikit, tapi Ara tidak serta merta menghamburkannya. Kelak akan banyak kebutuhan yang menanti Ara, terlebih dia memiliki putra yang harus mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang terjamin. Ara tak ingin jadi janda pengangguran yang hanya ongkang-ongkang sambil menikmati uang warisan. Biarlah Saka yang berhak memilikinya. Sementara untuk biaya hidup sehari-hari, Ara bisa mencarinya sendiri.

"Saya lihat Saka cukup berbakat. Kalau rajin latihan pasti bisa jadi atlit yang hebat."

"Oh iya?"

"Beberapa kali saya menemani Gibran mengantar Saka. Kami jarang bisa ketemuan karena sama-sama sibuk. Jadi kalau lagi lowong dan bertepatan jadwalnya Gibran antar Saka latihan, ya mending saya ikut."

Ara tersenyum manis. "Ini tadi Gibran kemana? Kok kamu yang disuruh jemput Saka."

"Ada di rumah kok, Mbak. Baru sampai teras rumahnya dia teriak meminta saya kemari."

"Dasar Gibran nggak sopan!" gerutu Ara. "Tapi aku ngerasa kamu ini nggak asing loh. Apa kamu pernah ke sini sebelumnya?" Ara mulai menyuarakan penasarannya. Entah mengapa perempuan ini begitu familier.

"Baru sekali ini kok, Mbak. Biasanya cuma di rumah Gibran."

Ara mengangguk, namun tiba-tiba ia tersadar oleh sesuatu. Ia kembali menatap intens perempuan itu, lalu memekik. "Tunggu! Kamu Dinda Sudrajad? Yang jadi Kaila di sinetron Cinta Kedua kan?"

Ara buru-buru mengambil duduk di samping tamu yang ternyata artis ibu kota. Dinda Sudrajad. Artis cantik nan populer yang selalu menjadi protagonis di setiap perannya. Karakter perempuan ini di sinetron yang tertutup dengan hijab membuat Ara sempat pangling.

"Ya Allah mimpi apa rumahku didatengin artis loh!" pekiknya sekali lagi. "Mbak Dinda ini idola saya loh. Saya tontonin semua sinetronnya Mbak Dinda. Tanggal 10 nanti juga mau launching film baru kan? Saya sudah siap-siap beli tiketnya."

"Terimakasih, Mbak. Nggak mual kan liat muka saya terus? Ratu sinetron banget nggak sih?"

"Ya nggaklah! Mana bisa bosan sama wong ayu gini."

TABU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang