8. Ironi Kehidupan

79 75 8
                                    

Sun masih terdiam. Yeol terus menatapnya. Ia melihat siku Sun yang berdarah. Ia langsung mengambil kotak obat yang ada di dekat meja kasir. Ia mencari botol alkohol dan kapas serta plester.

"Kemarikan tangan kananmu!"

"Kenapa?" tanya Sun. Ia tampak tidak menyadari kalau siku kanannya terluka.

Yeol menarik tangan kanan Sun dan membersihkan luka Sun perlahan dengan kapas yang dibalurkan alkohol.

"Aaa! Sakit," Sun meringis kesakitan karena tangannya terasa perih terkena alkohol.

Yeol tidak menggubris Sun. Ia tetap menempelkan kapas yang sudah diteteskan alkohol ke luka Sun. "Selesai!" Yeol menempelkan plester ke tangan Sun. Ia merapikan kotak obat dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Yeol mengambil sekaleng bir dari dalam plastik dan meminumnya. Ia rupanya tadi membeli beberapa kaleng bir, tteokbokki, dan odeng. Ia melirik ke arah Sun. "Kau tidak marah aku meminum ini?" tanyanya sambil menunjukkan kaleng bir yang ia pegang.

Sun menggelengkan kepalanya. Ia saat ini tidak bisa marah seperti biasanya karena Yeol sudah menolongnya tadi. Yeol merasa aneh melihat Sun seperti itu. Ia pun meminum membuka kaleng bir itu dan meminumnya. Ia melangkahkan kakinya dan duduk di samping Sun .

"Orang-orang tadi siapa?" tanya Yeol. "Kenapa mereka memperlakukanmu seperti itu?"

Sun terdiam cukup lama. Apa aku harus menceritakan padanya?

"Aku tidak ingin ikut campur urusan orang lain," Yeol meneguk bir yang ia pegang.

"Mereka gangster di daerah ini dan aku berhutang pada mereka..." Sun akhirnya menceritakannya kepada Yeol. "Aku hanya tinggal berdua dengan ibuku dan ibuku sudah tidak bekerja. Waktu itu, toko ini mau ditutup karena aku telat membayar sewa. Akhirnya aku berhutang pada mereka. Bagaimanapun caranya aku harus mempertahankan toko ini."

"Tapi kenapa harus berhutang pada para gangster itu?" tanya Yeol, "Kau tahu kan resikonya? Mereka pasti akan terus mencarimu."

"Aku tidak punya pilihan lain karena toko ini tidak boleh ditutup," mata Sun melihat ke seluruh toko. Sun tampak menghela nafas. Ia pun mulai menangis.

"Ahh, kau ini cengeng sekali sih," Yeol selalu merasa risih jika melihat wanita menangis.

Sun menghapus air matanya dan berdiri. "Aku harus pulang sekarang. Ibuku pasti mengkhawatirkanku," ia mengambil tas yang ia letakkan di samping mesin kasir.

"Apa kau tidak mau memakan itu dulu?" tangan Yeol menunjuk Tteokbokki dan odeng yang tadi ia beli.

"Aaah, kau saja yang makan! Aku tidak lapar," Sun tampak lesu. Ia berjalan ke arah pintu.

"Hei!" panggil Yeol, "Aku akan mengantar kau," entah kenapa Young tidak tega melihat gadis itu sendiri.

"Aku bukan anak kecil yang harus diantar pulang ke rumah," tolak Sun .

"Yasudah, aku tidak akan menawarkan bantuan dua kali. Hati-hati di jalan!" Yeol meminum kembali birnya. Ia tidak ingin memaksa gadis itu.

Sun membuka pintu. Langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang, "Yeol!"

"Ada apa?"

"Terima kasih," ucap Sun sambil tersenyum. Yeol menyunggingkan senyumannya sebentar.

***

Kring! Kring! Kring!

Telepon Sun Flower Shop terus saja berbunyi tetapi Yeol tidak juga terbangun dari tidur lelapnya. Setelah minum tiga kaleng bir, makan beberapa suap tteokbokki dan empat tusuk odeng, ia akhirnya tertidur di atas meja karena mabuk. Saus tteokbokki berceceran di meja dan mulutnya. Wajahnya saat ini benar-benar kacau dan jorok sekali.

Kring! Kring! Kring!

"Aaaaaaahh! Berisik sekali sih!" Yeol akhirnya terbangun sambil menggaruk-garuk kepalanya. Matanya mengerjap-ngerjap dan melihat ke arah jam dinding. "Jam satu malam..." ia mengucek-ucek matanya. "Siapa yang ingin memesan bunga dini hari seperti ini?" langkahnya terseok-seok menuju meja telepon.

"Hallo!"

"Kenapa kau lama sekali mengangkat telepon?" teriak seorang wanita dari seberang telepon. Suara wanita itu terdengar memekakkan telinga Yeol. Yeol menjauhkan sejenak gagang telepon dan mengorek-ngorek telinga kirinya.

"Siapa ini?"

"Ini aku Min, Sun ada di sana tidak?" suara Min terdengar cemas.

"Sun? Sun siapa?" Yeol masih setengah sadar, "Jang Hye Sun?"

"Iya Jang Hye Sun! Memangnya ada orang lain bernama Jang Hye Sun di pasar Seomun? Apa ia tidak ada di sana?" Min berteriak karena kesal dengan Yeol.

"Tidak, ia sudah pulang dari jam 9 tadi. Memangnya kenapa?" Yeol tidak tahu apa yang baru saja terjadi.

"Aaa, bagaimana ini? Kenapa ia belum pulang ke rumah? ke mana ia? Membuatku cemas saja! Bagaimana ini?" Min terus saja mengoceh dari seberang telepon tanpa memperdulikan Yeol.

"Permisi!" teriak Yeol. Min langsung terdiam. "Sebenarnya apa yang terjadi?" lanjut Yeol.

"Sun tidak pulang ke rumah. Ibunya tadi menelponku, aku terpaksa berbohong kalau Sun menginap di rumahku," jelas Min, "Kemana anak itu?"

"Apa ia tidak ada di rumah temanmu yang satu lagi, siapa namanya?" Yeol lupa nama Hyeon.

"Ji Hyeon. Ia juga tidak ada di sana. Kukira ia ada di toko. Kalau ia tidak ada di sana, ia ada di mana sekarang? Sudah tengah malam lagi," Min tak henti-hentinya mengoceh.

Yeol terdiam. Otaknya terus berpikir di mana Sun berada sekarang. Tiba-tiba di kepalanya hanya ada satu tempat. Sun pasti ada di sana, pikirnya.

"Aku tahu di mana ia sekarang!" Yeol langsung menutup teleponnya. Ia mengambil jaketnya dan berlari. Ia berlari dengan kencang tanpa memperdulikan dinginnya udara malam saat itu.

***

"Tidak mau!" Sun terus meronta-ronta saat dipaksa keluar dari ruang ganti.

"Sudahlah kau menurut saja!" gangster yang tadi menemui Sun di Sun Flower Shop, menyeret paksa Sun keluar dari dalam ruang ganti. Mereka melewati lorong berdinding kaca yang berkelap-kelip cahaya lampu disko.

"Tidak mau!" Sun masih tetap meronta-ronta, membuat pria itu geram mendengarnya.

"Kalau kau tidak bisa diam, aku akan memberitahukan tentang hutangmu pada ibumu!" ancam gangster itu.

Sun langsung membelakkan matanya dan terdiam. Ia tidak bisa membayangkan jika ibunya mengetahui tentang hutang Sun pada para gangster ini. Ibunya pasti akan terkena serangan jantung mendadak.

"Kumohon! Jangan katakan apa-apa pada ibuku!" pinta Sun.

"Kutunggu kau di dalam!" ucap gangster itu.

Sun memandangi kaca di lorong. Saat ini wajahnya penuh dengan make up tebal. Eyeshadow biru muda lengkap dengan bulu mata palsu, blush on berwarna pink, dan lipstik berwarna merah terang sewarna dengan gaun bling-bling mini berwarna merah yang ia kenakan. 

Gaun itu memperlihatkan belahan dadanya dan terlihat sangat pendek sehingga Sun beberapa kali harus mentupi belahan dadanya dengan tangan kirinya dan menurunkan gaunnya dengan tangan kanannya. High heels berwarna merah terang dan berhak 9 cm yang ia kenakan juga terasa tidak nyaman ia kenakan. Beberapa kali ia hampir dibuat terjatuh oleh high heels itu.

"Eomma..." Sun tiba-tiba teringat ibunya. Bagaimana kalau sampai ibunya mengetahui apa yang ia kerjakan sekarang. Wajahnya terlihat sangat sedih. Ia tidak akan menyangka hidupnya akan seperti ini, berakhir menjadi seorang gadis klub malam. Ia termenung di lorong kaca. Tiba-tiba air matanya menetes jatuh di pipinya.

"Kau sedang apa? Cepat ke sini!" gangster itu keluar dari salah satu pintu dan memanggil Sun.

Sun menyeka air matanya dengan kedua tangannya dan berjalan menghampiri gangster itu. Aku pasti bisa melewatinya, ucap Sun dalam hati.

***

*Ahjeossi artinya adalah paman

*Eomma artinya adalah ibu

A Thousand Tears in DaeguWhere stories live. Discover now