15. Mimpi Masa Lalu

49 35 5
                                    

"Hyeong, cepatlah kembali! Aku takut berada di sini sendirian."

"Tunggulah di sini! Jangan pergi ke mana-mana! Aku akan segera kembali," ucap kakak laki-laki yang kemudian berjalan meninggalkan adiknya di bawah jembatan sungai Hangang.

Kakaknya berlari menyusuri jalanan di sepanjang sungai Hangang. Menembus dinginnya angin malam di sungai Hangang. Ia sangat menyayangi adik semata wayangnya itu. Apapun pasti akan ia lakukan demi adik kesayangannya.

Hari ini ia telah mengajak adiknya lari dari rumah. Tindakan yang bisa dibilang berani untuk anak berusia lima belas seperti dia. Tiga hari yang lalu ibu mereka meninggal dan ayah mereka tampak tidak peduli dengan kematian istrinya.

Ayah mereka bahkan tidak meneteskan air mata sedikitpun saat pemakaman istrinya. Ibu mereka sakit dan berada di rumah sakit selama lebih dari sebulan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Tetapi dalam kurun waktu sebulan itu, tidak sekalipun ayah mereka menjenguk ibu.

Mereka berdua sering melihat ibu mereka menangis di rumah sakit. Ketika mereka berdua datang, ibunya cepat-cepat menghapus air matanya dan berpura-pura tersenyum kepada kedua anaknya. Kedua anak itu tahu kalau ibu mereka sangat sedih karena ulah ayah mereka. Perlahan timbul rasa benci kepada ayah mereka yang semakin dalam.

Kakak laki-laki mengajak adiknya pergi meninggalkan rumah dan tinggal bersama bibi mereka yang berada di Seoul. Bibi mereka sangat baik. Ia mengetahui semua yang terjadi pada kakak perempuan satu-satunya yang ia miliki. Mereka berdua tidak mau tinggal bersama ayah mereka karena mereka berpikir kalau penyebab ibu mereka meninggal adalah karena ayah mereka. Setiap mereka masuk ke rumah mereka sendiri, kenangan-kenangan manis akan ibu mereka selalu terbayang sehingga membuat mereka kembali bersedih.

"Mmm, aku sebaiknya membelikannya orange jus saja!" kakak laki-laki itu akhirnya memasukkan empat buah koin 500 won ke dalam mesin penjual minuman otomatis yang ada di depan minimarket dan menekan tombol orange jus. Ia membeli dua kaleng orang jus, yang satu untuknya dan yang satu untuk adiknya.

"Minuman ini terlalu dingin," ia memasukkan satu kaleng orang jus ke dalam saku jaketnya. Sementara ia memegang kaleng yang satu lagi. Ia sengaja memasukkan kaleng yang satu ke dalam saku jaketnya karena ia tidak ingin adiknya meminum minuman yang terlalu dingin.

Ia pun berlari menyusuri jalanan di Seoul. Ia berjanji pada adiknya kalau ia pasti akan menemukan rumah sang bibi. Ia hanya perlu bersabar dan terus mencoba mengingat-ingat jalan-jalan yang dilaluinya saat pergi ke rumah bibinya. Ia berdiri di seberang jalan menunggu lampu hijau untuk menyebrang. Saat lampu hijau menyala, ia berjalan menyebrangi jalan raya.

Sebuah truk pengangkut sayuran melaju dengan kencang dari pertigaan jalan. Sopir truk itu menyetir dalam keadaan setengah mabuk. Ia habis mabuk-mabukan bersama teman-temannya di daerah Insadong sebelum mengambil sayuran untuk diantarkan ke pasar tradisional Namdaemun. Pandangan supir truk itu kabur, kepalanya mengangguk-angguk. Seharusnya ia menerima tawaran temannya untuk menggantikannya menyetir tadi. Tetapi ia malah menolak karena ia ingin segera pulang ke rumah sehabis mengantarkan kiriman sayuran itu.

Supir itu tidak memperhatikan lampu lalu lintas yang sedang menyala hijau untuk pejalan kaki. Ia kaget setengah mati melihat seorang anak laki-laki yang sedang menyebrang jalan raya dengan berlari. Jantungnya langsung berdetak kencang dan kesadarannya langsung terkumpul kembali. Cahaya lampu truk itu menyinari wajah anak laki-laki yang langsung menoleh mendengar suara klakson yang dibunyikan oleh supir itu secara terus menerus. Kaki supir truk itu dengan cepat menginjak rem, tetapi karena laju truk itu sangat cepat, ia tidak bisa memberhentikan begitu saja truk itu.

BRUK!!!

***

Yeol terbangun dengan nafas terengah-engah. Bulir-bulir keringat menetes deras dari dahinya. Ia baru saja melihat sebuah truk besar melaju cepat ke arah dirinya dan menghantam tubuhnya dengan kencang sehingga tubuhnya pun terpental. Ia masih merasakan hantaman yang kencang di dadanya. Ia pun memegang dadanya dan melihat kedua tangannya, tidak ada yang berdarah. Ini hanya mimpi tapi kenapa terasa nyata sekali? Siapa anak laki-laki yang kulihat dalam mimpi tadi? Apakah ia adalah diriku?

A Thousand Tears in DaeguWhere stories live. Discover now