31. Melirik Isi Hati

68 57 19
                                    

Hyeon mencoba memejamkan kedua matanya meski saat ini dirinya tidak bisa tenang karena suara gesekan kaki di atas ranjangnya membuat dirinya tidak bisa tertidur lelap malam ini. Ia menutupi kedua cuping telinganya dengan bantal yang menjadi sandaran kepala. Tapi karena suara gelisah yang terus terdengar di sampingnya, lama kelamaan ia pun menjadi kesal. Ia pun menegur Sun beberapa kali, tapi tampaknya Sun tidak mengindahkan teguran Hyeon.

Hyeon akhirnya menyalakan lampu kamar sambil memandang kesal ke arah Sun yang ada di sebelahnya. Hari ini Sun menginap di rumah Hyeon. Sudah lama Sun tidak menginap di rumah Hyeon sejak ibu Sun meninggal. Tiba-tiba tadi sore Sun datang ke butik Hyeon dengan membawa tas ransel berisi barang-barang untuk menginap.

Situasi seperti ini tampaknya sudah terbiasa bagi Hyeon. Jika Sun menginap di rumahnya, Sun pasti sedang mengalami masalah atau ada sesuatu yang terjadi pada Sun. Sun membutuhkan teman bicara yang rela mendengarkan keluhan-keluhannya dan Hyeon adalah orang yang paling tepat menjadi teman berbicara Sun. "Katakan padaku sejujurnya, apa yang terjadi padamu?"

Sun akhirnya menceritakan apa yang sudah terjadi pada dirinya dan Yeol hari ini. Bagi Sun, Hyeon adalah satu-satunya teman mengobrol yang bisa diajak bicara. Hyeon tahu semua hal tentang Sun, termasuk tentang Yeol dan Joon. Ia memang sangat terkejut saat Sun memberitahu kalau Yeol dan Joon adalah kakak beradik. Tapi Hyeon lebih terkejut lagi saat Sun menceritakan tentang sikap Yeol pada Sun.

Sikap Yeol pada Sun memang sedikit berubah setelah ia mendapatkan kembali ingatan masa kecilnya. Yeol yang dulu lebih pendiam dan tidak banyak bicara sementara Yeol yang sekarang lebih banyak bicara sehingga membuat Yeol dan Sun lebih akrab dari sebelumnya. Terkadang Sun merindukan sikap cuek Yeol. Karena di balik sikap cueknya terdapat perhatian yang ia tujukan untuk Sun dan hal itu membuat hati Sun terasa lebih hangat. Seperti sinar matahari di musim semi.

"Kau suka padanya."

"Pada siapa? Yeol? Ti...tidak. Aku tidak suka padanya. Kau ini jangan bercanda."

"Kau menyukainya dan kau mengingkari hal itu. Jauh sebelum ia melupakanmu, tanpa sadar kau sudah menyukainya. Apa kau tidak mengerti juga? Semakin kau mengingkarinya, maka semakin terlihat kalau kau menyukainya," jelas Hyeon tanpa basa-basi. Ia ingin membuka hati Sun yang selama ini selalu tertutup rapat akan cinta.

"Darimana kau bisa yakin kalau aku menyukainya sementara diriku sendiri tidak yakin."

Hyeon diam seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia berpikir satu ide yang bisa ia lakukan agar Sun bisa yakin pada perasaannya. Ia benar-benar heran bagaimana bisa Sun tidak menyadari kalau dirinya sendiri sudah jatuh pada Yeol. Banyak orang bilang cinta itu akan datang kalau terbiasa. Mungkin karena Sun dan Yeol sudah banyak melewati waktu bersama sehingga lambat laun hati Sun membelok dari cinta pertamanya tanpa ia sadari.

"Sudahlah, lupakan saja! Lagipula kau khan tahu kalau aku sudah bertemu Joon, cinta pertamaku. Bagiku itu sudah cukup," Sun tidak ingin mendengar Hyeon berkicau lagi tentang Yeol.

"Apa kau yakin tidak memiliki perasaan apapun pada Yeol? Bagaimana kalau kau coba untuk berkencan sekali dengan Yeol? Ide bagus bukan? Kalau setelah kencan pertama kau masih ingin bertemu dengannya, itu berarti kau menyukainya. Kalau sebaliknya, berarti kau tidak memang tertarik padanya."

Mendengar kata kencan membuat semburat kemerahan bersemu di kedua pipi Sun, "Yaa!" teriak Sun membantah. "Sudahlah, aku mau tidur saja," Sun menarik selimutnya dan berbaring membelakangi Hyeon. Apa aku harus berkencan dengannya?

                                                                           ***

Suara dering ponsel terus berbunyi membuat Sun dan Hyeon terbangun dari tidurnya. Sun meraih ponsel yang ia letakkan di meja kecil di samping tempat tidur Hyeon yang terbuat dari kayu mahoni. Sun berusaha keras membuka kedua matanya meski kedua matanya seperti daun jendela yang terkunci. Ia menatap layar ponselnya sambil menyipit. Tak mengenal nomer yang menelponnya, ia terdiam beberapa saat hingga akhirnya bunyi ponsel yang ada di tangannya tidak terdengar lagi.

"Siapa?" tanya Hyeon sambil mengucek-ucek mata kanannya.

"Tidak tahu. Aku tidak mengenal nomer ini," jawab Sun singkat. Saat ia akan meletakkan kembali ponsel itu di atas meja, dering ponselnya berbunyi lagi dan nomer yang sama menelpon Sun kembali. Sun mendesah lalu mengumpat si penelpon yang berani menelponnya pagi-pagi begini.

"Hei, kau sedang di mana? Kenapa lama sekali mengangkat telponnya?" ucap suara dari seberang telepon. Suara yang terdengar tidak sabaran.

Dahi Sun berkerut. Ia tidak mengenal nomer yang menelponnya dan si penelpon malah berbicara seperti orang yang sudah lama mengenalnya. "Ini siapa?" daripada terus menebak-nebak, Sun akhirnya bertanya langsung.

"Ini aku Yeol. Aku ada di depan rumahmu sekarang, tapi kau sepertinya benar-benar tidak ada di rumah. Kau ada di mana sekarang?"

"Yeol? Aku semalam menginap di rumah Hyeon. Kenapa pagi-pagi menelponku?" tanya Sun setengah berbisik. Ia sepertinya tidak ingin Hyeon mendengar percakapannya dengan Yeol, tapi ternyata Hyeon sudah memasang telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan percakapan Sun dengan Yeol.

"Ng... Kau tidak ada acara khan hari ini?" Yeol bertanya dengan pelan dan tidak membentak atau marah-marah seperti biasanya.Yeol tidak menanggapi Sun dan tetap pada tujuan utamanya menelpon Sun.

Tumben sekali Yeol bertanya dengan nada bicara seperti ini. Sun mengira pasti ada yang salah dengan orang ini. Atau...jangan-jangan karena kejadian kemarin. Atau karena Yeol merasa bersalah pada Sun lalu ia bersikap sopan seperti ini.

"Tidak ada. Memangnya kenapa?" tanya Sun dengan ketus. Biar saja Yeol merasa bersalah padanya. Toh, kemarin dia memang sudah membuat kesalahan pada Sun.

"Nanti siang kutunggu kau di Arboretum dan buatkan aku bekal makan siang. Ingat, jangan sampai kau tidak datang! Sudah ya!" tanpa menunggu jawaban iya atau tidak dari Sun, Yeol langsung menutup teleponnya.

Mulut Sun langsung membentuk huruf O bulat. "Hah, apa-apaan dia? Buatkan makan siang? Memangnya aku ini pembantunya?" kedua tangan Sun langsung ia letakkan di pinggangnya. "Kalau aku tidak ada acara hari ini, bukan berarti aku mau pergi bersamanya. Dia bahkan tidak bertanya apakah aku mau pergi dengannya atau tidak. Arghh! Kenapa ia bertindak seenaknya sendiri?"

"Yeol mengajakmu kencan?" tanya Hyeon singkat.

"A...apa? Ini bukan kencan. Ia hanya mengajakku..."

"Itu ajakan kencan. Sudah sana cepat pulang dan bersiap-siap!"

"Aku tidak akan pergi," Sun kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menyeret selimut dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Tidak usah bersikap seperti itu. Kau sebenarnya ingin pergi khan, tapi malu mengakui hal itu. Sudahlah, kalau kau ingin memastikan perasaanmu, kau harus pergi berkencan dengannya," saran Hyeon. Ia terus memancing-mancing Sun supaya gadis itu mau mengakui perasaannya dan bukan malah mengelak terus. Sun memang tipe gadis yang terkadang tidak pernah menyadari perasaannya sendiri. Ia memang peka pada perasaan teman-temannya, tapi ia tidak pernah peka terhadap perasaannya sendiri.

                                                                                                     ***

* Arboretum adalah tempat pohon dan tanaman ditanam dan dikembangbiakkan

A Thousand Tears in DaeguМесто, где живут истории. Откройте их для себя