6. Pertemuan Takdir

84 80 7
                                    

Joon masih termenung di ruang bacanya. Tangannya masih menggenggam buku yang berwarna hijau toska setebal 352 halaman berjudul Strong at the Broken Places karya Richard M. Cohen. Buku ini menceritakan tentang perjuangan para penderita penyakit mematikan dalam melawan penyakit yang mereka derita agar mereka dapat bertahan hidup. Joon memang sangat suka membaca seperti almarhum ibunya dan Richard M. Cohen adalah salah satu penulis favorit Joon.

Baru beberapa halaman ia membaca buku ini tetapi konsentrasinya langsung terganggu dengan sosok seorang gadis yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Sosok seorang gadis yang tidak bisa ia hilangkan dari pikirannya. Padahal ia baru bertemu dengannya beberapa kali, tapi entah mengapa gadis itu selalu memenuhi kepalanya.

Kenapa gadis itu terasa tidak asing bagiku. Apa aku pernah mengenalnya? Atau sebelumnya kami pernah bertemu? Joon terus bertanya pada dirinya. Kepalanya terus dipenuhi oleh bayangan Sun. Entah kenapa setiap detik yang lewati dengan membayangkan wajah Sun.

"Joon!" panggil Hyuk sambil mengibas-ngibaskan tangan kanannya di depan wajah Joon. Hyuk yang dari tadi berada di depan Joon merasa kalau kedatangannya ke ruang baca tidak dihiraukan oleh Joon.

"Aaa...Hyuk!" Joon baru menyadari kedatangan Hyuk. Ia pun menutup bukunya. "Sejak kapan kau datang?" Joon menatap wajah sepupunya yang usianya sama dengannya.

"Kau tidak mendengar aku membuka pintu?" tanya Hyuk. Ia melirik ke arah buku yang dibaca Joon dan tersenyum-senyum sendiri. "Apa akhir-akhir ini kau sedang memikirkan seseorang?" pertanyaan yang dilontarkan Hyuk seolah tepat pada sasaran.

Joon pun jadi salah tingkah, "Aaa, tidak. Kenapa kau terus-terusan datang ke rumahku? Apa tidak ada pekerjaan yang kau lakukan?" ucap Joon sewot. Ia mencoba mengalihkan pertanyaan Hyuk.

"Jangan berbicara seperti itu! Aku hanya ingin mengunjungi sepupuku tercinta," Hyuk melingkarkan tangan kirinya di bahu Joon. Ia masih saja tersenyum geli melihat buku yang dibaca Joon. "Joon, bukumu kenapa terbalik seperti itu?" ledek Hyuk. Tawanya meluncur kencang dari mulut isengnya.

Joon yang baru menyadari kalau buku yang ia baca terbalik, langsung menutup bukunya dan menaruhnya di atas meja. "Sudah sana jangan menggangguku!"

"Ada apa denganmu? Kau terlihat berbeda dari yang biasanya. Kau sedang tertarik dengan seorang gadis? Jangan-jangan kau sedang jatuh cinta?" Hyuk senang sekali mengusili sepupunya.

Muka Joon langsung memerah. Ia langsung berdiri dari kursinya dan melangkah menuju pintu keluar. Ia tidak ingin sepupunya yang suka usil itu melihat mukanya yang memerah seperti goguma (ubi merah rebus).

"Kau mau ke mana?" teriak Hyuk saat Joon berjalan dan membuka pintu ruang bacanya. "Ceritakan kepadaku siapa gadis itu?" Hyuk pun membuntuti Joon dari belakang sambil terus menghujaninya dengan berbagai macam pertanyaan, "Apa ia cantik? Apa ia orang Korea? Apa ia tinggal di Daegu? Cepat kenalkan padaku!" rentetan pertanyaan masih terus terlontar dari mulut Hyuk sambil terus mengekor Joon.

***

Gadis itu terlihat mengembangkan senyumnya kepada semua pelanggan yang datang ke tokonya. Senyum ramah yang sangat tulus terpancar dari wajahnya. Ia bukan sosok gadis yang cantik, tetapi ia bisa membuat siapa saja yang melihatnya menjadi tersenyum. Seorang lelaki yang memandangnya dari kejauhan pun tersenyum melihat gadis itu.

Apa yang aku lakukan di sini? ucap Joon dalam hati. Ia tidak tahu mengapa saat ini ia berada dalam mobil yang ia parkir di seberang Sun Flower Shop. Ia tampak seperti seorang stalker saat ini. Kalau sampai Hyuk melihatnya, sepupunya itu pasti akan menertawainya habis-habisan. Sedang apa kau di sini? menjadi penguntit seorang wanita? Tampangmu saat ini pasti sudah seperti orang bodoh. Ia pasti akan mengatakan hal seperti itu.

Gadis itu tampak keluar dari tokonya. Ia berbicara dengan seorang lelaki yang ada di dalam tokonya dan berpamitan. Joon mengikutinya dari dalam sedan putihnya. Ia benar-benar seperti seorang penguntit yang sedang menguntit artis idolanya. Gadis yang ia ikuti melangkahkan kakinya ke arah sungai Geumho. Joon pun bertanya-tanya dalam hatinya, mau apa dia di sini malam-malam seperti ini?

Gadis itu berjalan menuju sudut taman yang ada di sisi sungai Geumho. Ia berjongkok dan mengeluarkan sekop kecil serta sebuah bungkusan hitam dari dalam tasnya. Ia sesekali menggosok-gosokkan kedua tangannya sebelum mengenakan sarung tangan plastik berwarna kuning cerah. Nafasnya pun mulai berembun. Dinginnya udara malam yang menusuk-nusuk tulangnya membuat tubuhnya sedikit menggigil.

Melihat gadis itu kedinginan, ia keluar dari dalam mobil dan melihat di sekitar jalanan mencari mesin penjual minuman otomatis. Saat ia menemukan mesin itu, ia langsung berlari menghampiri mesin itu. Ia merogoh kantong celananya, mengeluarkan dua uang koin 500 won, dan memasukkannya ke dalam mesin penjual minuman otomatis itu. Ia menekan tombol hot coffee cappuccino. Dua kaleng hot coffee cappuccino pun ia masukkan ke dalam kantong jasnya. Ia tidak ingin minuman itu menjadi dingin saat ia memberikannya kepada gadis itu.

"Sedang apa kau di sini malam-malam?"

Gadis itu terkejut dan langsung mengarahkan sekop kecilnya ke arah sumber suara. Sikap waspada dan berjaga-jaga kalau ternyata ada lelaki iseng yang menggodanya. Saat melihat lelaki yang menyapanya adalah Joon, ia langsung bernafas lega.

"Aaa.. Joon, bagaimana kau bisa..." Sun terlihat bingung kenapa Joon bisa ada di belakangnya.

Joon langsung memotong ucapan Sun , "Aku kebetulan lewat di dekat sini. Seorang gadis sepertimu sangat berbahaya berada di sini sendirian," Joon menatap sekop kecil yang dipegang Sun , "Kau sedang apa?"

"Ooo..." Sun lalu melanjutkan pekerjaannya kembali. "Aku sedang memberi pupuk pada bunga ini. Bunga-bunga di taman ini tidak ada yang mengurusnya, aku tidak tega melihat mereka tumbuh layu."

"Kenapa harus malam-malam seperti ini?" tanya Joon heran.

"Aku hanya bisa mengerjakan ini malam hari saat tidak ada lagi yang berkunjung ke taman ini," Sun melepas sarung tangan plastiknya dan membungkusnya bersama sekop kecilnya dalam plastik hitam dan memasukkan ke dalam tas.

"Kau sudah selesai?"

Sun mengangguk. Joon seketika lupa minuman kaleng yang beberapa menit lalu ia beli. Ia pun merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan minuman kaleng yang masih terasa hangat itu. "Minumlah ini! Kau pasti kedinginan," ia menyodorkan kaleng hot coffee cappuccino itu kepada Sun.

"Terima kasih!" Sun menerima hot coffee cappuccino yang masih terasa hangat di tangannya itu dan membuka kaleng tersebut.

"Bisakah kita lebih sering bertemu? Ah, maksudku... apa kita bisa berteman? Sepertinya aku ingin lebih mengenalmu lagi," Joon tiba-tiba melontarkan pernyataan yang membuat Sun tercengang. Sun terdiam dan tidak menjawab.

"Ah maaf. Namamu mengingatkanku pada seseorang teman lama. Apa kau tidak ingin berteman denganku?" tanya Joon lagi.

"Tidak. Kita bisa berteman," Sun meminum hot coffee cappuccino yang diberikan Joon. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" entah mengapa Sun sepertinya merasakan hal yang sama dengan Joon. Ia merasa seperti sedang mengobrol dengan teman lamanya.

***



A Thousand Tears in DaeguHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin