35. Hati yang Memanas dan Berbunga

37 30 8
                                    

Joon merasakan tubuhnya seolah mengalami mati rasa saat bangun tidur. Ini sudah terjadi sekian kalinya. Ia sudah memaksakan dirinya untuk bangun dari tempat tidur, tapi semua otot yang ada di dalam tubuhnya seolah tidak mau berkompromi. Tangannya meraba bagian pinggir tempat tidur. Ia mengumpulkan tenaga sekuat mungkin untuk bisa duduk di pinggiran tempat tidur. Saat ia hendak berdiri, tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan dan terjatuh. Entah mengapa kakinya benar-benar terasa tidak memiliki tulang penyangga dan otot untuk menggerakkannya.

Kemarin pagi ia mengalami hal yang serupa, tapi tubuhnya masih bisa ia paksakan untuk pergi dan bertemu dengan Sun. Sepulangnya mengantar Sun ke rumahnya, Joon langsung pulang ke rumah dan langsung tidur. Mungkin ia terlalu memaksakan dirinya hari itu. Tapi keinginannya untuk bertemu dan bersama Sun sangatlah kuat sehingga ia mengabaikan tubuhnya yang agak kelelahan.

Pikir Joon, dirinya pasti bisa bertenaga kembali setelah beristirahat. Untuk itulah hari ini ia tidak akan pergi ke mana-mana dan memutuskan untuk melanjutkan kegiatan membaca buku di perpustakaan rumahnya. Pekerjaan kantor akan ia serahkan saja pada Hyuk. Sepupunya itu pasti langsung mengiyakan kalau dirinya memberikan insentif untuk melakukan pekerjaan tertentu.

Setelah mandi, Joon membuka lemari pakaiannya dan mencari kaus hitam yang bertuliskan logo Supreme berwarna putih dengan background merah. Seingatnya, kaus itu baru ia pakai beberapa hari yang lalu. Seharusnya kaus hitam Supremenya sudah dicuci oleh Bibi Jung. Ia pun mengambil kaus hitam lainnya lalu berjalan keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ke meja makan.

Di sana sudah ada Bibi Jung yang sedang merapikan meja makan. Melihat Joon menuruni anak tangga, Bibi Jung bertanya apakah Joon ingin sarapan atau tidak. Pertanyaan Bibi Jung dijawab dengan anggukan oleh Joon. Dalam waktu singkat, Bibi Jung sudah menyiapkan nasi putih hangat dengan seogogi muguk yang merupakan sup daging sapi dengan irisan lobak dan daun bawang. Tak lupa ada gyeranmari dan kimchi sawi yang diletakkan sejajar dengan mangkuk sup. Joon mulai menyantap sarapannya. Lalu ia teringat tentang kaus hitam Supremenya.

"Bi, apa kaus hitamku sudah selesai dicuci?" tanya Joon.

"Kaus hitam yang mana? Saya sudah mencuci semua pakaian Tuan Muda dan meletakkannya di kamar," papar Bibi Jung.

"Tapi kenapa tidak ada di lemari pakaianku Bi?" Joon merasa heran lalu ia bertanya kembali. "Kaus hitamku yang ada tulisan Supremenya. Apa Bibi Jung tidak melihatnya?"

Kedua bola mata Bibi Jung berputar tanda ia mencoba untuk mengingat-ingat. Lalu dalam beberapa detik, dirinya berseru, "Ah, sepertinya saya salah meletakkannya di kamar Tuan Muda Yeol. Nanti saya ambilkan! Tuan Muda Yeol tidak pernah mengunci kamarnya saat pergi," jelas Bibi Jung.

"Tidak usah Bi, biar saya saja yang mengambilnya setelah selesai makan. Bibi lanjutkan saja pekerjaannya."

Bibi Jung awalnya tidak mau karena merasa tidak enak jika menyuruh tuan mudanya. Tapi berhubung tumpukan cucian piring di dapur sudah menggunung dan pekerjaan menyapunya belum selesai, maka dirinya pun mengiyakan permintaan dari tuan mudanya itu.

Joon menikmati sarapannya hingga selesai. Ia pun beranjak meninggalkan meja makan dan naik ke lantai dua menuju kamar Yeol. Kamar Joon dan Yeol bersebelahan. Dulu saat mereka masih kecil, Joon tidak suka jika harus tidur di kamar terpisah dari kakaknya karena ia lebih suka tidur di samping Yeol. Tapi ibunya membujuknya kalau Joon sudah punya kamar sendiri, maka ia harus tidur sendiri. Sekarang ia harus bersyukur karena tidak harus sekamar dengan kakaknya membuatnya seperti orang asing.

Langkah kaki Joon berhenti selangkah di depan pintu kamar Yeol. Ia terdiam sejenak sebelum membuka pintu kamar Yeol. Joon merasa ingatan masa kecil dengan kakaknya akan terlintas lagi dalam pikirannya begitu ia membuka kamar tersebut. Tapi jauh di dalam dirinya, Joon sangat merindukan kakak satu-satunya itu. Sejak ibunya meninggal dirinya selalu sendiri. Ayahnya yang selalu sibuk bahkan tidak pernah mengingat hari ulang tahunnya. Setelah lulus sekolah menengah di Jepang, Joon sempat mencari pulang ke Daegu dan mencari keberadaan kakaknya, tapi hasilnya tetap saja nihil. Ayahnya saja tidak bisa menemukan Yeol, apalagi dirinya.

A Thousand Tears in DaeguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang