18. Guncangan Badai

61 57 3
                                    

Sun terus menggenggam kedua tangannya. Setiap detik yang terlewat diisinya dengan doa yang ia panjatkan untuk ibunya yang sedang ada di dalam ruang operasi. Hyeon, Yeol, dan Tuan Kim menunggu dengan setia di depan ruang operasi. Saat itu satu detik saja terasa bagaikan berjam-jam bagi Sun. Ia ingin segera melihat ibunya keluar dari ruang operasi dalam keadaan selamat.

Hyeon menghampiri Sun, "Apa kau ingin aku belikan sesuatu?" tanya Hyeon. Sun langsung menggelengkan kepalanya. "Tapi kau belum makan apapun sejak pagi tadi," Hyeon tampak lebih mencemaskan Sun. "Operasinya juga masih dua jam lagi, kau harus makan! Kalau tidak kau yang akan sakit."

Yeol langsung melihat ke arah Sun dan menghampirinya. Ia mencengkram pergelangan tangan Sun, "Ayo ikut denganku!"

"Kau ini kenapa sih?" protes Sun.

"Bagaimana kau akan bertemu dengan ibumu dalam keadaan wajah pucat seperti itu? Kalau kau tidak menghiraukan kesehatanmu, bagaimana kau mau menjaga ibumu?" Yeol menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Sun yang ada di belakangnya.

"Apa wajahku terlihat pucat?" Sun memegang pipinya dengan kedua tangannya.

"Sangat pucat seperti mumi! Bisa-bisa kau yang mati lebih dulu," cibir Yeol. Ia tetap menyeretnya Sun.

Entah mengapa Sun menurut pada Yeol. Hyeon tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya bisa melihat Yeol menyeret Sun keluar dari sana. Sun tidak pernah menurut pada seseorang kecuali ibunya. Apa aku tadi salah lihat? Hyeon berbicara dalam hati.

Tuan Kim yang dari tadi memperhatikan Sun dan Yeol kemudian bertanya kepada Hyeon, "Apa hubungan lelaki itu dengan Sun? Kenapa mereka terlihat dekat?"

"Ah itu, Yeol adalah orang yang bekerja di toko Sun. Aku juga tidak tahu mengapa akhir-akhir ini mereka terlihat dekat," Hyeon melihat ke arah Yeol dan Sun yang perlahan tidak terlihat lagi. "Apa jangan-jangan mereka berdua..."

 ***

Operasi ibu Sun berjalan dengan lancar. Sun pun bisa bernafas lega. Meski dokter masih mewanti-wantinya karena kondisi ibu Sun belum stabil. Perkataan dokter setelah operasi masih terus teringat di kepala Sun,"Operasi ibumu memang berjalan lancar, tetapi kondisnya sangat tidak stabil. Kami masih harus menjaga agar denyut jantungnya supaya kembali normal. Saat ini denyut jantungnya masih lemah sekali."

Sun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak ingin berpikir hal-hal buruk tentang apa yang akan terjadi pada ibunya. Ia hanya ingin bersikap optimis karena ia yakin ibunya pasti akan bertahan. Sun memandang ibunya yang masih dalam keadaan lemah di atas ranjang dengan selang infus dan alat pendeteksi detak jantung yang terpasang di samping kanan ranjangnya. Ibunya memang sudah sadar, tetapi kondisinya saat ini membuat Sun ingin secepatnya membawa membawa ibunya pulang ke rumah.

Tuan Kim membuka pintu dan masuk ke dalam kamar Ibu Sun diikuti dengan seorang lelaki muda di belakangnya. Pria itu mengangguk dan memberi salam kepada ibu Sun. "Aku kemari bersama dengan putraku satu-satunya. Ini adalah putraku."

Putra Tuan Kim itu menampakkan wajahnya, ia membungkuk dan memberi salam, "Annyeonghaseyo! Aku Kim Seung Joon."

Begitu Joon mengangkat wajahnya, Sun pun terkejut dengan menudingkan jari telunjuknya ke arah Joon, begitu pula dengan Joon. Keduanya sama terkejutnya. Mulut Sun membulat seolah tidak percaya.

"Kau..."

"Kau..."

"Sudah lama sekali kalian tidak bertemu. Ternyata kalian masih saling kenal," ucapan Tuan Kim disambut dengan kerutan di dahi Joon dan Sun. Mereka tampak tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Tuan Kim barusan. Mereka pun tidak ingin ambil pusing dan memilih untuk mengobrol berdua di sofa yang ada di ruang tamu kamar.

A Thousand Tears in DaeguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang