7. Para Pasangan

683 81 36
                                    

Jorgina menarik tangan anak semata wayangnya dengan tidak berperasaan. Agnese berulang kali sampai berteriak agar ibunya itu melepaskan genggaman tangan pada pergelangannya. Rasanya sakit, sedikit perih, mungkin sudah memerah, batin Agnese. 

Setelah semua percakapan tentang pernikahan dan pertunangan antar kedua belah pihak keluarga. Jorgina langsung menarik tangan anaknya itu, mencari kamar mandi yang sedikit jauh dari tempat pertemuan. Sebelum menutup pintunya, Jorgina sekali lagi melihat ke arah kanan-kirinya. Takut-takut ada orang lain yang mengikuti mereka berdua.

"Kau bodoh!" teriak Jorgina setelah membalikkan badan menghadap ke arah Agnese yang menunduk ketakutan.

"Sudah Ibu katakan berulang kali. Dibagian mana yang tidak kau pahami Agnese! Di mana? Coba jelaskan sekarang!"

"Ibu berulang kali berkata padamu, terima tawaran pinangan itu! Sekarang lihat? Kau diinjak-injak oleh dua anak kurang ajar itu!"

"Kau mau hidup seperti apa yang Ibu rasakan? Menjadi seorang istri yang tidak memiliki kekuasaan apapun dalam rumah ini!"

"Tapi aku tidak sudi Ibu!" bela Agnese. "Aku tidak sudi ketika harus bersanding dengan si Buruk Rupa! Siapa kira dia adalah lelaki tampan yang sialnya bahkan lebih tampan dari Pangeran Nilo sekalipun!"

"Nak, Ibu pernah berkata padamu bukan? Janganlah kau sekedar memandang seseorang dari wajahnya yang rupawan jika ia memiliki kekuasaan, wajah adalah nomor yang kesekian."

Jorgina menatap tajam anaknya. "Sekarang lihat? Siapa yang memiliki kekuasaan, kekuatan, harta dan semuanya bahkan seluruh negeri Adelaide ini jikalau bukan si pembawa sial, Anya."

"Kau bahkan tidak bisa mengalahkan Aitana, dia mendapatkan Pangeran kedua, Pangeran Nilo. Tidak apa, kau pertahankan saja Pangeran Yugo. Dia lebih memiliki kekuasaan karena dia anak seorang raja yang lahir dari seorang Ratu, bukan selir."

"Tapi aku menginginkan Pangeran Nilo, Ibu! Apa hebatnya Pangeran Yugo?"

"Agnese!" bentak Jorgina. "Kau mau mempermalukan Ibu lebih dari ini? Kau tahu jika Ibu sudah ditertawakan oleh Erendira dan anaknya Aitana. Bahkan Inesa si atas sana saja pasti tengah tertawa sekarang!"

"Kenapa? Itu karenamu bodoh!"

Agnese ketakutan, aura ibunya kental sekali dengan emosi dan menekan mentalnya. Jorgina meremas kedua bahu Agnese dengan kuat. "Jangan pernah mau menjadi sosok seperti Ibumu ini, Nak. Kau harus memiliki kekuasaan yang lebih, percaya dengan perkataan Ibu."

"Jika kau hidup berdasarkan cinta, kau tidak akan mendapatkan apapun. Kau membutuhkan uang, kekuasaan, dan kekuatan. Jangan biarkan orang lain mengatur dirimu, tapi biarkan kau yang mengatur mereka semua agar tunduk di bawahmu."

"Mengerti, Agnese Alegreya?" kata Jorgina.

"Mengerti, Ibu."

"Sekarang keluar, tampilkan wajah cantik dan tonjolkan dirimu sebagai bangsawan keluarga Alegreya."

Agnese menurut. Dia langsung keluar dari dalam kamar mandi itu dengan tergesa-gesa. Wajahnya sudah memerah, sedikit saja ada hal yang membuatnya goyah, maka air mata itu akan jatuh dari pelupuk matanya.

"Agnese, kau kenapa? Hei, tatap wajahku, kau kenapa? Apa yang membuatmu menangis?"

Agnese dengan kasar menepis tangan Pangeran Yugo yang hendak memegangi pipinya. "Minggir, Pangeran. Ini bukan urusanmu."

"Agnese, kau kenapa?"

"Sudah aku katakan ini bukan urusanmu! Bisa kah kau tidak menganggu diriku sekarang? Tidakkah kau memiliki pekerjaan lain?"

Be My Lady Donde viven las historias. Descúbrelo ahora