AV. 12

59.6K 5.5K 111
                                    

∆∆∆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

∆∆∆

"Ini ruangan korban terakhir Tuan."seorang ajudan berpakaian hitam itu membuka pintu seraya mempersilahkan Tuan nya untuk masuk.

Ketukan suara sepatu pantofel terdengar. Langkah kaki yang penuh wibawa itu melangkah masuk ke dalam ruangan bernuansa putih.

Mata hitam itu sontak saja berhenti pada suatu objek. Di mana seorang gadis yang terbaring di atas brankar.

Aura dingin melingkupi sekitar. Ia menatap tenang pada sosok di depan nya.

"Nona ini adalah salah satu korban kebakaran yang keadaan nya sedikit serius di bandingkan korban yg lain nya. Terbukti hingga sekarang nona ini belum sadar."jelas sang ajudan. Sedetik kemudian ia menunduk. "Visya Aurezy. Hanya sepenggal nama itu yang terdaftar di sekolah, identitas bahkan dari keluarga mana ia berasal itu sangat sulit di ket--"

"Saya tahu."suara Tuan nya kali ini terdengar rendah. Pria dengan jas formal itu tanpa sadar mengulurkan tangan nya, hanya beberapa senti saja telapak tangan lebar itu menyentuh kening gadis yang tengah memejamkan mata, tiba-tiba seseorang datang dan segera menepis tangan nya.

Dengan cepat sang ajudan mengeluarkan senjata. Bagaimana bisa seseorang melakukan hal itu pada Tuan nya.

"Berhenti Max."

Max melirik Tuan nya sejenak, setelah itu menurunkan senjata nya.

Suasana mendadak tegang dan suram. Dua pasang mata tajam itu saling berpandangan.

"Long time no see ...Andrew."

Bibir Andrew terkatup rapat. Masih dengan tatapan datar nya ia berjalan tepat di sisi kanan brankar. Jadilah posisi mereka berhadapan dengan brankar yang menjadi pemisah nya.

Ia tidak memperdulikan ucapan Dewa.

"Tuan saya yang akan menanggung semua biaya dan juga bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada nona Visya."Max buka suara.

"Tidak perlu."tegas Andrew datar.

Dewa yang mendengar penolakan itu sontak tersenyum miring.

"Maaf, tapi itu semua sudah menjadi ketentuan kami dari pihak sekolah."

Andrew kini menatap Max tajam. Ia benar-benar muak. "Pergi."

Max yang mendengar hanya menghela nafas. Pria yang ia hadapi benar-benar keras kepala, tak jauh beda seperti Tuan nya.

Andrew dan Dewa pernah terlibat dalam misi bersama. Teman? Mungkin kata itu tidak cocok dalam hubungan mereka yang memang tidak dekat.

Musuh? Entahlah, mereka belum pernah bersiteru karena alasan apa pun.

Tapi satu alasan yang membuat Andrew enggan berhadapan dengan Dewa. Ia masih jengkel dengan keputusan itu.

Saat itu Ayah Andrew yang terkenal dengan teknik membuat senjata langka dan mematikan memberikan kepercayaan pada Dewa sepenuhnya. Ia malah bekerjasama Dengan pria itu di banding dirinya yang jelas-jelas anak kandung.

AVWhere stories live. Discover now