2. Pangeran Melata Menekuri Jalanan

5.1K 801 149
                                    

"Kerjain bagian gue sana!"

"Tapi, Bang, saya udah capek banget, Bang. Saya lagi nggak enak badan!"

"Halah, bacot lo, ya! Gak mau tahu gue, cepet kerjain bagian gue. Kalau nggak, gue habisin lo di sel nanti."

Pemuda berusia 23 tahun yang sedari tadi diintimidasi hanya bisa menggelengkan kepala. Wajahnya pucat pasi. Memang sudah tidak enak badan sejak semalam. Sudah begitu, jatah makannya direbut si penguasa sel. Sekarang, tubuhnya tak lagi berdaya jika harus membersihkan seluruh blok tahanan yang mereka diami.

"Cepetan!"

Suara menyebalkan itu kembali terdengar. Diiringi dengan dentuman ke tembok dan ringisan kesakitan yang menyusul.

Pemuda tadi ditendang. Membentur tembok.

Membuat Raga yang sedari tadi diam kini berdiri beranjak.

Tangan pria itu mengepal. Berusaha menenangkan diri, berjanji tak akan bertindak aneh agar tak mendapat masalah apa pun selama masa tahanannya berlangsung.

Namun nalurinya tak bisa diam.

Ia melangkah, mengulurkan tangan. Membantu pemuda ringkih tadi berdiri.

"Ck, calon gubernur gagal mau jadi sok pahlawan?" Gayus Tambayun, si maling yang sering melakukan kekerasan kepada korbannya, kini menatap Raga dengan malas.

Raga terdiam. Ia tak ingin menanggapi. Lantas menarik tangan Kamael untuk menjauh.

"Kurang ajar! Berani-beraninya lo ngelawan gue!" Gayus kembali berseru. "Keluar dari penjara juga lo bukan siapa-siapa, Raga! Lo itu anak anjing! Sok-sokan mau jadi pejabat, eh, masuk penjara gara-gara mukul cewek! Lo pikir lo lahir dari lobang kuda? Atau iya? Nyokap lo beneran lobang kuda?"

Kaki Raga terhenti dengan perlahan. Pria itu memejamkan mata. Memang, statusnya sebagai tahanan di sana begitu terasa hina. Didakwa karena menganiaya perempuan dan rumor menikahi seorang lesbian sudah jadi bahan ejekan.

Raga selalu diam.

Namun bila dikaitkan dengan sang ibu, Raga rasanya tidak keberatan jika harus mendekam lebih lama lagi di penjara asalkan ia bisa membunuh orang yang sudah menghina ibunya.

Raga berbalik. Lalu tersenyum tenang. "Saya bahkan menyesal kenapa perempuan yang saya aniaya itu tidak mati. Malah sedang mendekam di lapas sebelah sampai 20 tahun ke depan. Dia mau mencuri anak adik saya, sedangkan kamu? Kamu bahkan mencuri hal-hal murahan hanya biar bisa makan, kan? Miskin, maling, dipenjara, masih belagu."

Gayus spontan membelalakkan mata. Pria berusia 39 tahun itu mengepalkan tangan. Merasa marah dengan apa yang barusan keluar dari mulut Raga. "Berengsek!"

Raga terkekeh. Ia kembali membalikkan tubuh. Lalu berjalan menjauh bersama Kamael di sampingnya.

Namun ia tak tahu, Gayus berlari mengejar. Meraih tubuh Raga, dan menikam pria itu dengan sebuah gunting di tangan.

Raga tercekat. Wajahnya seketika memucat. Sementara itu Kamael segera berlari, berteriak memanggil sipir untuk meminta bantuan.

Gayus sendiri kini memundurkan tubuh. Membiarkan tubuh Raga limbung hingga terjatuh dengan perut berdarah-darah.

Tahanan yang lain berseru panik. Sebagian berlari membantu Raga, sebagian acuh tak acuh. Lalu sisanya menjauh agar tak disangkut pautkan dengan masalah di antara Raga dan Gayus.

Sementara itu, di sela kesakitannya, Raga berusaha tetap baik-baik saja. Ia yakin gunting yang semula dipergunakan untuk merapikan tanaman di koridor-koridor blok tahanan itu tak menusuknya terlalu dalam.

SEHANGAT DIPELUK RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang