9. Saya Cium Kamu Karena Panas

4.8K 828 116
                                    

Bhara terdiam selama mendapatkan penanganan. Sial sekali. Raga tak percaya dengan kualitas UKS di sekolah. Alhasil, Bhara dibawa ke rumah sakit.

Rumah sakit yang sama tempat Arayi check up, juga tempat Raga harusnya masih terdiam anteng di dalam kamar.

Anak itu mencuri pandang takut-takut.

Baik Alvela maupun Raga, keduanya terdiam bagai setan gentayangan!

Tidak ada senyum-senyumnya, auranya begitu suram.

"Kayak lagi di kuburan, ya." Bhara berdehem, lalu meringis saat dokter yang menangani tak sengaja menyentuh bagian yang terluka.

"Ada lagi nggak yang sakit, Bhara?" Dokter IGD itu bertanya. Sementara Bhara menggeleng.

"Om sama tante aku kayaknya lagi sakit gigi, Dok. Periksa juga, dong, tolong."

Raga mendengkus. Pria itu segera berbalik pergi dari bilik tanpa berkata apa-apa. Alvela dan Bhara yang ditinggalkan hanya melongo.

"Om kamu kenapa, Bhar?"

Bhara mengangkat bahu. "Suami Tante kayaknya cemburu gara-gara di sekolah tadi Pak Yaffi lihat-lihat Tante terus."

"Bhar, orang kayak Om kamu itu, nggak mungkin ngerasain yang namanya cemburu. Hati dia, tuh, terbuat dari campuran nikel dan batu bara. Cemburu bukan makanannya." Alvela menatap Bhara dengan sinis, seperti biasa. Keduanya memang tak pernah mencapai kata akur.

Alvela dan Bhara bagai kucing dan tikus!

"Kalau gitu, hati Tante Al terbuat dari apa? Dari jeruk bali sama jeruk keprok?"

***

Raga melangkah dengan pasti menyusuri koridor demi koridor. Dari tadi dia terdiam karena memikirkan sesuatu. Bhara sudah ia anggap seperti anak sendiri. Melihat Bhara memiliki masalah di sekolah, mau tak mau Raga merasa tergugah.

Ia tak peduli karena kali ini harus mendahului Arayi.

Tapi berkaca dari kejadian di masa lampau, masalah jangan pernah dibiarkan terendap. Harus diselesaikan secepat yang ia bisa.

Tiba di resepsionis, ia bertanya, "Pasien atas nama Praha Wima, anak Dokter Adyatama, ada di mana, Sus?"

"Maaf ...."

"Saya keluarga dari Arayi Madaharsa."

Mendengar nama Arayi disebut, perawat yang sudah familiar dengan pasien dari Dokter Adyatama itu pun mengangguk. Ia segera memberi info tempat Praha dirawat. Membantu Raga yang kini melesat dengan gagah tanpa menoleh ke kiri atau kanan.

Tiba di bangsal yang dituju, Raga mencari sejenak, lalu berhenti di depan sebuah kamar.

Ia mengetuk pintu, membukanya, dan tak mendapati siapa-siapa kecuali seorang remaja yang sedang termangu di atas ranjang.

Anak itu babak belur. Tangannya kini di-gips

"Praha." Raga memanggil. Lalu duduk di samping ranjang tanpa dipersilakan.

Praha menoleh, lalu mengernyit tak mengerti saat mendapati ada sosok pria berkacamata, bertopi, dan memakai masker memasuki kamarnya. "Om siapa?"

"Siapa saya itu nggak penting. Tapi kita persingkat saja, saya nggak ingin berada di sini lama-lama. Buang-buang waktu."

Praha semakin bingung. Sempat terpikir untuk memencet tombol darurat, namun entah kenapa justru enggan.

SEHANGAT DIPELUK RAGAWhere stories live. Discover now