24. Kecup dan Peluk

4.3K 922 172
                                    

"Gimana, Mas? Udah ada titik terang?" Arayi siang itu datang ke apartemen Alvela bersama Zava. Meski ia baru pulang dari rumah sakit, Arayi tak ingin menunda lebih lama lagi untuk serah terima pekerjaan dengan Raga.

"Dua hari yang lalu, udah ke dokter buat cek." Raga datang sambil membawa 3 gelas air mineral.

"Pak, nggak ada kopi?" Zava menguap lebar, sekaligus kecewa saat tuan rumah menyajikan air putih saja. Dalam hati Zava, yang uzur dan harus jaga kesehatan, kan, mereka!

Kenapa dia harus ikut-ikutan pilih-pilih makanan dan minuman juga?

Arayi melirik tajam ke arah Zava, namun tak pemuda itu gubris sama sekali. Asisten rasa direktur itu butuh kopi untuk menyeimbangkan aktivitasnya yang kerja keras bagai onta pokoknya!

"Cari sendiri di dapur, Zav. Sekalian habis itu, kamu tunggu di luar aja. Saya mau heart to heart sama Arayi." Raga memberi kode kepada Zava untuk enyah. Namun, kesempatan itu justru membuat Zava berbunga.

"Kalau gitu, saya tunggu sambil tidur di kamar Mbak Belia, ya, Pak. Kapan lagi sekamar sama pacar."

Sekamar dalam mimpi!

Zava melesat pergi. Terlalu sering menjadi tumbal bosnya, membuat pemuda itu memiliki hak istimewa untuk bertingkah kurang ajar.

Arayi menghela napas. Seandainya, Zava tak pernah mengorbankan waktu untuk keluarganya, seandainya Zava bukan siapa-siapa, sudah ia tendang pemuda itu sampai Papua.

"Terus gimana, Mas?" Arayi dan wajahnya yang masih pucat kembali bertanya.

Raga pun tersenyum kecil. "Dokter bilang selalu ada peluang untuk punya momongan selama kami memang mau. Hamil di usia Alvela memang riskan, tapi bukan berarti nggak mungkin. Masalahnya, kamu tahu Alvela punya anak, Ray?"

Mata Arayi membulat seketika. Tubuhnya tegak dan menegang tiba-tiba. "Hah? Nggak salah, Mas? Alvela punya anak? Dia janda?"

Kepala Raga menggeleng. Tentu bukan janda. Alvela adalah remaja yang terluka.

"Katanya, anaknya bahkan lebih tua dari Bhara. Tapi, dia bukan janda, Ray. Anak itu ...."

Ada kegetiran yang mendalam saat Raga ingin melanjutkan. Sementara Arayi kini tak bisa lagi menduga-duga lebih jauh.

"Anak itu, hasil rudapaksa Veda."

"F*ck!" Arayi spontan mengumpat. "Demi Tuhan?"

Raga mengangguk.

"Terus anak itu sekarang di mana? Sumpah, Mas. Aku nggak pernah tahu soal itu. Aku juga nggak tahu apa Seni itu pura-pura nggak tahu atau emang nggak dikasih tahu."

"Alvela mau ajak aku ketemu anaknya besok. Menurutmu, aku harus gimana?"

Arayi terdiam, menatap Raga dengan penuh iba. Kasihan sekali pria itu, punya istri lesbian, punya masa lalu kelam, ternyata juga punya anak. Parahnya, anak Alvela juga anak dari ayahnya.

DEBM! Dunia edan, bumi menggila!

"Mas Raga sayang sama Alvela?"

"Sayang lah."

"Mas Raga yakin sama pernikahan kalian?"

Raga sempat terbata. Ia hanya menatap Arayi dengan tajam.

"Mas Raga masih punya peluang besar punya istri yang lebih baik dan lebih terpuji dari Alvela. Istri yang bisa diajak susah senang bareng, diajak ngejar dunia dan akhirat sama-sama. Mas Raga masih bisa nemu perempuan baik dan soleha di luar sana."

SEHANGAT DIPELUK RAGAWhere stories live. Discover now