17. Menjadi Rumah

3.7K 853 100
                                    

"Lisensi ada?" Arayi menyilangkan tangan di depan dada dengan tampang serius. Sementara Bhara yang duduk manis di samping sambil memakan steak hanya terdiam, sesekali menoleh ke samping ke arah papanya, dan ke depan ke arah guru BK-nya.

Yaffi tersenyum. Lalu mengeluarkan beberapa dokumen dari tas kerjanya. "STRPK, SIPPK, dan sertifikat dari BNSP, serta dokumen penunjang lainnya lengkap. Saya buka praktik juga, kok, di deket Penvil."

Arayi meraih dokumen yang disodorkan oleh Yaffi. Lalu menganggukkan kepala pelan-pelan saat membacanya.

Iraka Ayyafikar Hangayomi, 36 tahun. Benar-benar S3 lulusan Macquarie dan semua lisensinya masih valid.

"Oke, Pak." Arayi mengembalikan dokumen. Di dalam kepalanya kini tersirat kebahagiaan mendalam apabila Alvela bisa sembuh total, tentunya berkurang 1 musuh paling berat dalam mempertahankan Seni di dunia.

Tangan Arayi bergerak turun, lalu meremas paha Bhara dengan gemas. Anaknya benar-benar pintar! Berinisiatif tinggi dan pandai membaca peluang.

"Pak Yaffi ada pengajuan tarif berapa?"

Yaffi dengan tenang kembali memasukkan dokumen lalu tersenyum saat melihat Bhara mengaduh kesakitan. Kemudian ia kembali duduk menghadap ke depan. Menatap Arayi dengan tak kalah berwibawa.

"Saya nggak minta bayaran, Pak," kata Yaffi, mengejutkan Bhara dan Arayi yang kini tercengang.

"Lho, kok, Pak Yaffi gitu?" Bhara bersuara. Ia dengan sesumbar berani bilang bayar mahal saat ngobrol dengan Yaffi dua hari yang lalu. Sampai akhirnya, ia berhasil mengajak Arayi agar segera melakukan transaksi tanpa sepengetahuan siapa pun. Termasuk Seni.

"Tenaga ahli yang dapat bergerak maksimal dalam penanganan pasien, nggak seharusnya memiliki hubungan atau perkenalan lebih. Saya teman Alvela, Pak Rayi." Yaffi tersenyum dingin. Sedikit terkekeh saat melihat reaksi Arayi dan Bhara yang kompak terkejut.

"Saya dan Alvela adalah teman satu SMA. Tujuan saya pendekatan ke dia sekarang, bukan karena uang. Saya hanya ingin membantu dia supaya bisa berdamai dengan masa lalunya. Alvela nggak menyimpang secara natural. Dia menyimpang karena tekanan, karena keadaan yang nggak dia inginkan. Jadi, sebenarnya saya nggak butuh persetujuan dari Pak Arayi dan Bhara. Tapi, saya akan berusaha mendekati dia untuk kebaikannya sendiri."

Bhara melongo tak percaya. Di matanya kini, Yaffi menjadi begitu membingungkan. Misterius.

"Alvela juga mantan pacar saya."

Kali ini Arayi menyesali keputusannya mengiyakan usul dari Bhara. Kalau begini ceritanya, pasti rumit.

Ini sama saja bunuh diri!

"Jangan bilang kalau Pak Yaffi ...." Arayi menghela napas. "Alvela sudah berkeluarga. Dia istri dari kakak ipar saya."

"Tapi belum tentu suaminya yang bisa sembuhin dia, kan?" Yaffi tersenyum kecil. "Jangan tegang, Pak. Saya nggak akan bertindak kejauhan."

Bhara meletakkan garpu dan pisaunya. Ia jadi tak selera makan. Demi apa?

Niat membantu omnya, malah jadi membuka jalan kembali untuk mantan istri si om.

"Terima kasih, paling nggak, Pak Arayi dan Bhara sudah memberi sedikit keterangan tentang kondisi terkininya Alvela. Saya yakin, dia akan kembali seperti sedia kala. Dia perempuan yang menyenangkan dulu. Dengan lika-liku hidupnya yang penuh duka, seharusnya ia bisa menjalani masa dewasanya dengan bahagia."

SEHANGAT DIPELUK RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang