7. Berdiri Dengan Takdir Baik

4.2K 753 79
                                    

Alvela sudah sangat sering merasakan kejutan-kejutan dalam hidup. Dari yang membuatnya bahagia, sakit, hingga membenci.

Namun pagi itu, menemukan sosok Raga tidur satu kasur dengannya, bagi Alvela adalah kejutan yang membuatnya takut hingga rasanya ingin kencing berdiri.

Bagaimana bisa?

Seorang narapidana yang sedang jadi pasien justru tidur di sampingnya. Tidak bersentuhan memang, tapi keberadaan pria itu benar-benar membuat jantung Alvela terkejut.

Dengan setengah hati, Alvela menyiapkan secangkir kopi hitam dan sandwich ala kadarnya. Sementara Raga duduk dengan tenang di kursi mini bar.

"Terima kasih," ucap Raga begitu Alvela datang membawa sajian pembuka hari.

Sudah jam 7 lebih. Keduanya kesiangan, dan Zava terus-terusan menelepon Alvela.

"Kelakuan kamu ini riskan banget. Kamu bisa nambah-nambah masa tahanan kalau gini caranya, Raga." Alvela mendengkus sambil duduk di depan Raga. Ia pun menikmati kopi yang sama hitamnya.

"Kalau bisa kurang-kurangin minum kopi, Al." Raga justru mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa?" Mengernyit tak suka, Alvela justru meminum kopinya dengan begitu berisik. Lengkap dengan bunyi ah begitu cairan itu masuk ke kerongkongan.

"Kamu sudah berumur. Kebanyakan minum kafein kurang baik, takutnya kamu nanti jadi nggak subur. Padahal, kamu bilang nggak masalah kalau di kemudian hari nanti saya minta anak dari kamu."

Alvela menggebrak meja. Raga sampai terkesiap sejenak dan menatap istrinya dengan heran.

"Kapan saya ngomong kayak gitu, hah?"

"Waktu di Banff. Kamu lupa?" Raga mengembuskan napas. Berusaha tenang meski Alvela membuat jiwanya spontan kering kerontang.

Sialan!

Alvela memejamkan mata. Ia mengingatnya sekarang.

"Kata kamu, lesbian juga perempuan biasa. Bisa hamil. Cuma seleranya aja yang beda."

"Raga, kamu beneran mau punya anak dari saya? Apa nggak kasihan sama anak kita nanti, hah? Ibunya lesbi. Bapaknya mantan narapidana, yang nggak percaya cinta. Rumah tangga kita aja kaku banget kayak kanebo kering begini. Kamu pikir nanti kita bisa haha hihi di depan bayi kayak Arayi dan Seni?"

Raga tampak menggosok tengkuknya. Ia pun tak yakin. Namun, kalau dipikir-pikir, ia ingin ada sebuah kemajuan di dalam rumah tangganya.

Ia memang masih kurang percaya dengan bahagia di dalam rumah tangga. Apalagi kini, pasangannya adalah penyuka sesama jenis. Hancur, hancur!

"Kita nggak usah punya anak. Pinjam Bhara sama Gamma aja kalau kamu lagi ingin main sama bocah." Alvela tak ingin ambil pusing. Ia kembali meminum kopinya. "Cepet habisin sarapannya. Saya antar kamu ke rumah sakit naik taksi. Mobil saya masih di Avexis soalnya."

Namun Raga justru terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Al?"

"Apa?"

"Kamu bisa bantu saya hari ini?"

Alvela menghela napas. Ini pasti pertanda akan nahas.

***

Zava kena semprot.

Sudah jam 9 pagi masih belum muncul di kantor, sementara Arayi butuh dibantu. Pria itu kini duduk di ranjang rumah sakit, menyesali kebodohannya yang mau-mau saja disuruh Raga.

SEHANGAT DIPELUK RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang