13. Detak Tak Biasa

4.1K 904 135
                                    

Alvela memijat kepalanya sendiri. Meeting dengan semua anggota direksi dan jajaran staf tingkat tinggi lainnya begitu menguras waktu dan tenaga. Seandainya bisa, ia ingin kembali bekerja menjadi manajer adik iparnya saja. 100% hanya menjadi manajer. Tidak menjadi komisaris dan CEO yang membuat isi kepalanya porak poranda.

"Suntuk banget lo." Seni mencebik saat melihat Alvela datang ke Paradise Modeling School dengan tampang kusutnya.

"Kenapa? Ada program yang rating-nya turun? Atau ada program yang nggak balik modal? Atau ada talent yang kena skandal? Perusahaan lo emang kayaknya kutukan, tuh. Warisan dari pria limbah masa iya mau awet." Seni terbahak. Tak peduli dengan Gamma yang menggeliat terganggu karena tidur di dalam stroller.

Belia yang mendengar hanya menggelengkan kepala. Seni benar-benar tak punya empati. Heran!

"Lo ngedoain VETV bangkrut, hah?" Alvela balas mencibir. Ia bahkan mengambil buku lalu melemparnya ke kepala Seni yang lantas mengaduh kesal.

Tiga wanita buruk nasib masa lalunya itu memang sedang berada di dalam ruang kerja Seni. Tadinya sedang evaluasi nilai para siswa, karena sebentar lagi Seni akan menggandeng Carly Asmara untuk mendebutkan anak didiknya di dunia fashion show.

Tapi begitu Alvela datang, sepertinya bergosip akan lebih menyenangkan.

"Ya, terus lo kenapa?" Seni menghela napas, duduk mendekat ke sofa. Alvela menoleh ke kanan dan ke kiri. Belia dan Seni kompak sedang menatapnya dengan penasaran.

"Abang lo nyuruh gue gugat cerai dia."

"Hah?" Seni dan Belia spontan berseru.

Alvela pun menutup telinga. Lalu melotot tajam kepada kedua sahabatnya. "Biasa aja kali. Nggak usah teriak-teriak."

"Emang lagi ada masalah apa, Kak, sama Mas Raga?" Belia tersenyum takut-takut.

Punggung Alvela perlahan luruh, bersandar sepenuhnya ke sofa dan menerawang udara dengan hati gundah gulana.

Sampai saat ini ia yakin masih belok. Tapi entah kenapa, sehari tidak bertemu Raga, ia merasa keberatan.

Entah kenapa, melihat Raga menyerah kepadanya, ia merasa sangat keberatan.

"Dia nyerah sama gue. Dia bilang, yang penting gue bahagia sama diri gue sendiri, dia nggak bakalan kenapa-kenapa. Malah itu yang dia mau."

"Gue nggak bisa ngomong apa-apa soal abang gue, Al. Lo tahu sendiri, kan? Gue sama dia damai, bukan berarti gue jadi paham sifat dia yang sebenarnya." Seni kini serius menatap Alvela. "Tapi, orang-orang kayak Raga dan Arayi, selalu punya pikiran yang aneh tahu, nggak? Suami gue butuh waktu bertahun-tahun buat memantaskan diri sebelum memperjuangkan gue lagi. Mungkin, Raga juga sama. Dia butuh jeda sebelum lo sendiri yang mau diperjuangkan balik sama dia."

Belia mengangguk setuju.

Bagi kebanyakan orang, Arayi terlalu membuang banyak waktu untuk meraih Seni kembali. Tapi bagi dia yang paham seperti apa rasanya, tidak semua orang punya waktu yang singkat untuk melawan rasa minder dan sembuh dari kerapuhan mental.

"Gue tahu, sih, apa alasan Raga kenapa dia minta gue gugat cerai." Alvela menghela napas sambil menatap kosong ke depan.

"Gue ketemu lagi sama Hangat."

"Hah? Hangat yang lo bilang mantan lo dulu? Yang lo bilang dibuang sama bokap lo ke tempat antah berantah?" Seni berseru tak percaya. Kemarin-kemarin ia berpikir Alvela mungkin akan perlahan membenahi diri dengan tidak meninggalkan Raga.

SEHANGAT DIPELUK RAGAWhere stories live. Discover now