19. Rawan Kecewa

3.6K 836 141
                                    

"Aku butuh bantuan, Mas." Alvela menatap Arayi dengan serius. Rasanya masih tidak bisa percaya. Dulu, betapa ia sangat membenci laki-laki di depannya. Tetapi, lihatlah sekarang, Alvela justru duduk dengan membawa topik serius di ruang kerja Arayi.

Arayi meletakkan kedua tangan di bawah meja. Matanya tajam menatap Alvela. Mencari kemungkinan-kemungkinan terburuk Alvela dan jiwanya yang terombang-ambing kembali berulah dengan Seni.

"Galak amat, sih, mukanya!" Alvela mencibir sambil memundurkan punggung untuk bersandar sepenuhnya ke kursi. "Biasa aja, dong!"

Demi apa, wajah Arayi sama sekali tidak sedap dipandang.

"Emangnya aku virus apa, ngelihatnya gitu banget!" Lagi, Alvela bersuara kesal.

Arayi tampak berpikir sejenak, lalu tersenyum terpaksa demi menyenangkan hati sang kakak ipar. "Panggil Arayi aja, Mbak."

"Dih, najis! Sok imut banget!"

"Kenapa? Kan, emang kamu sekarang jadi kakak iparku. Masa, kamu panggil aku mas." Arayi terkekeh pelan.

"Tapi tetep tuaan kamu, kan?" Alvela menghela napas. "Gini, deh, Ray. Serius, nih. Aku butuh bantuan."

"Bantuan apa, Mbak?" Arayi tersenyum manis sambil menyilangkan tangan di depan dada.

"Ya, nggak usah panggil mbak juga kali!"

"Iya, iya, gimana, Al? Apa yang bisa aku bantu?"

Alvela mengembuskan napas sejenak. Raut wajahnya kini berubah serius, tekanan yang ada di kepalanya seolah berpindah ke muka ayunya. "Aku kayak rada-rada nggak kuat ngejalanin VETV sendirian. Otakku nggak nyampe, Ray. Bantuin aku cari orang yang kompeten buat jadi ngambil alih tugasku, dong. Please!"

"Rapat direksi, dong, Al. Cari jalan keluarnya dari sana."

"Terus kamu mau semua orang tahu CEO VETV yang sekarang kurang capable?"

"Ya, emang gitu kenyataannya, kan?"

"Bangke lo!" Alvela mendengkus kesal, sementara itu Arayi malah tergelak, merasa terhibur dengan keresahan hati Alvela. Perempuan yang semasa menjabat menjadi full time manajer istrinya terlihat bagai singa betina yang garang dan gahar, sekarang berubah bagai kucing manis yang sibuk mengais wet food.

Kalau dipikir-pikir, Raga memang kurang ajar. Sudah berhasil menyingkirkan mertua, dia ikut kabur juga ke penjara. Istrinya dibiarkan berjuang sendirian. Padahal, biar pun Alvela tumbuh dan lahir di kalangan pembisnis, tapi dia tidak menghabiskan masa mudanya untuk belajar mewarisi perusahaan sang papa.

"Aku mau aku tetap jadi CEO. Tapi aku mau ada 'stunt man', biar nanti kalau Raga keluar, posisi itu bisa aku kasih buat dia, Ray."

Oh, jadi begitu ceritanya!

Arayi menganggukkan kepalanya. Sedikit paham sekarang. Ternyata, itu semua demi suami.

"Emang, kalau Mas Raga nanti keluar dan kamu kasih jabatan itu, kamu nggak takut itu justru bikin image VETV rusak, ya? Mas Raga, kan, narapidana. Calon gubernur Jakarta yang gagal."

Alvela berdecak bosan. "Bukannya, narapidana bisa, ya, kalau mau nyalon lagi? Yang penting, kan, ada jeda 5 tahun setelah masa tahanan."

Ia lantas berdiri, berjalan menuju kulkas kecil di sudut ruangan Arayi dan membukanya. Mengernyit heran saat kompartemen di pintu didominasi oleh obat-obatan dan vitamin. Nyaris tidak ada minuman soda apalagi kopi-kopian. Hanya ada jus, buah-buahan, yoghurt, dan kudapan sehat lainnya. "Hidupmu ngenes banget, Ray. Masa nggak ada soda."

SEHANGAT DIPELUK RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang