Chapter 12

37.8K 2.4K 110
                                    

Gadis itu dengan ragu memasuki perkarangan sekolahnya, Xtc. Ternyata, setelah satu bulan lebih vacum dari sekolah, nyatanya mampu membuat gadis itu canggung memapakkan kaki kembali ke sekolahnya tersebut.

Tepat saat gadis itu menginjakkan kaki di lorong koridor yang sudah ramai akan riuh-pikuk khas pelajar, gadis itu menundukkan kepala kala semua mata kini tertuju padanya. Terlebih, samar-samar gadis itu mendengar bisik-bisikkan dari para pelajar yang ia yakini sedang membicarakan dirinya. Rasa takut mulai menghampirinya. Pandangan-pandangan itu bagaikan perisai yang tajam yang siap menghancurkan pertahanan mentalnya yang sudah ia bangun sedemikian rupa.

"Kau, Jenna?" seseorang menepuk pundak gadis itu, lumayan keras sampai-sampai Jenna terlonjak kaget.

Dengan ragu, ia mengangguk. Bersamaan dengan itu pula, tawa dari beberapa pelajar seketika memenuhi suasana koridor yang sedari tadi hening mencekam.

Jenna mendelik, memberanikan diri untuk menatap mereka-mereka yang sedang menertawakan dirinya. Mendadak keringat dingin membanjiri wajahnya, gadis itu lebih mengeratkan genggamannya pada tali tas selempangnya.

Mengapa ini terlihat mengerikan?

"Oh, lihat guys, Jenna sudah kembali! She's comeback!" seru salah satu pelajar seangkatannya, namun setelah itu tawa dari mereka semakin menggelengar.

Jenna mengenyitkan dahinya. Ia memutar badannya beberapa kali untuk melihat beberapa pelajar yang kini membuat lingkaran besar, dimana dirinya lah yang berada di tengah-tengah.

Jenna menggingit bibir bawahnya sambil menggeleng tak karuan. Sementara kakinya masih saja terus berputar-putar tanpa henti.

Selanjutnya, Jenna roboh terjatuh ke lantai karena terlalu pusing berlama-lama berputar tak tentu arah. Jenna mendongak keatas, mereka semakin mendekat. Seringaian mereka begitu mengerikan. Tawa mereka bagaikan petir di siang hari yang siap menghancurkannya. Ini mengerikan. Ralat, sangat mengerikan.

"Oh, jadi ini rupa si gadis penderita... Penderita apa? Astaga, aku melupakan nama penyakitnya." kata salah satu dari mereka, sepertinya pelajar berambut pirang itu sengaja menyindir gejala penyakit yang di derita Jenna.

"Alzheimer." seru satunya lagi, "Mari ku perkenalkan," gadis berambut merah itu menarik tangan Jenna, memaksa Jenna untuk berdiri, "Nah. Dia ini Jenna. Jenna Axelle. Penderita Alzheimer. Sangat memalukan nama sekolah kita, bukan?" sekilas gadis itu mencabik lengan Jenna, membuat Jenna meringis.

"Well, kalian ingat tidak? Dia itu pernah melupakan letak kelasnya sendiri, dan bahkan bodohnya lagi dia menganggap ruang kepala sekolah itu sebagai kelasnya. Oh, stupid bitch."

Semua manusia yang ada di koridor kini mengangguk menyetujui pernyataan dari gadis berambut pirang dan merah itu. Disusul dengan sorak-sorakan meremehkan dari mereka yang ditujukan untuk Jenna. Membuat Jenna harus menutup kedua telinganya rapat-rapat.

"Jenna yang malang."

"Mungkin jika aku sepertimu, aku memilih untuk mati. Hahaha."

"Kau memang pantas untuk mati. Tidak ada seorangpun yang menginginkanmu."

"Tidak ada seorangpun yang menyanyangimu."

"Kau akan hidup sebagai gadis paling sengsara."

"Dasar bodoh."

"Dasar berpenyakitan!"

"Omong-omong, penyakitmu itu menular tidak? Aku belum mau ikut-ikutan punya penyakit memalukan itu."

Jenna semakin menutup telinganya rapat-rapat agar tidak mendengarkan berbagai cercaan dari mereka. Ia juga menutup kedua matanya agar tidak melihat ekspresi mereka yang begitu mengerikan.

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang