Chapter 20

34.7K 1.9K 117
                                    

Setelah berbincang-bincang mengenai kesehatan Harry, akhirnya Jenna dapat meninggalkan ruangan Dokter Lave dengan perasaan lega. Sebenarnya jika Harry tidak merengek, Harry belum diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit karena harus mendapatkan perawatan yang intensif untuk luka-lukanya yang belum membaik, tetapi apalah daya--karena Harry terus-menerus merengek dan memaksa bahkan meneror Dokter Lave agar memperbolehkannya pulang dan meninggalkan rumah sakit yang amat sangat tidak dicintai oleh Harry ini, tentu dengan amat-sangat-terpaksa Dokter Lave memperbolehkan, asal Harry tidak boleh terlalu banyak beraktivitas, jam makannya harus tepat waktu, harus mengonsumsi obat yang diberikan secara teratur, sebagai catatan dari Dokter Lave. Dan Harry menyanggupinya.

"Dan, aku rasa--aku akan lebih cepat sembuh jika kau sebagai dokternya." kata Harry, tangannya sibuk memilin-milin tali dari beberapa balon gas yang disatukan. Harry memang meminta Jenna untuk membelikannya beberapa balon gas berwarna hitam dan putih. Entah apa visi dan misi Harry meminta balon gas tersebut.

Senyum Jenna mengembang mendengar apa yang baru saja Harry katakan. Sambil mendorong kursi roda yang di duduki Harry, Jenna menjawab, "Dan kau memang harus sembuh."

***

Setelah mempersiapkan air hangat untuk Harry membersihkan badannya, Jenna kembali beralih ke dapur, menyiapi beberapa macam roti yang ia bawa dari toko roti milik Bibi R dan segelas susu rasa cokelat untuk Harry. Jenna tahu, sekarang sudah jam makan siang atau bahkan sore dan roti tidaklah cocok sebagai menu makan siang atau bahkan sore, bukan? Tetapi, keadaan begitu memaksa. Stok persediaan makanan di kulkas sudah habis, mengingat sekarang sudah mulai memasuki akhir-akhir bulan. Dan sepertinya, Kelvin ataupun Niall belum membeli persediaan makanan yang baru untuk saat ini. Tentu, hal itu membuat Jenna mau tak mau harus memberikan Harry beberapa macam roti sebagai menu makan siang atau bahkan sorenya saat ini.

"Jen, kau lupa membawakanku sabun!" Terdengar suara teriakan Harry dari arah kamar mandi yang berada di sebelah dapur tempat Jenna berada.
Jenna menepuk keningnya sendiri, ia lupa memberikan sabun untuk Harry!

Astaga.

Dengan tergesa-gesa, gadis berambut coklat terang itu membongkar segala laci yang ada di dapur, mencari batang sabun yang baru untuk Harry. Setelah ketemu, Jenna berlari cepat kearah kamar mandi tempat dimana Harry berada.

Jenna sempat mematung sesaat di depan pintu kamar mandi tersebut. Pasalnya, pasti Harry sudah melepaskan seluruh pakaian yang melekat di dirinya dan sungguh tidak mungkin Jenna masuk ke dalam untuk memberikan batang sabun ini, 'kan?

"Jen, kau mendengarkan aku?" Harry berteriak lagi dari dalam, suaranya sedikit teredam dengan gemericik air shower.

"Uh ya," Jenna bergerak gelisah disana, "Aku sudah di depan pintu kamar mandi dan aku tidak tahu bagaimana caranya sabun ini bisa sampai ke tanganmu."

Harry tertawa di dalam sana. Sial, untuk apa pula ia tertawa seperti itu?

"Buka saja pintunya, tidak kukunci," Harry berteriak lagi, "Lalu lempar sabun itu ke dalam! Ingat Jen, bukan kepalamu yang menyembul dibalik pintu, tetapi tanganmu! Hanya tanganmu!"

Harry tertawa nyaring lagi disana. Sumpah demi apapun, Harry sangat menyebalkan jika sakit seperti ini.

"Aku tahu, Harry." gadis itu mendesis seraya menjulurkan tangan kirinya ke dalam, mengambil ancang-ancang lalu melemparkan batang sabun itu ke dalam.

Gotcha!

Sepertinya taktik yang Jenna keluarkan kurang mulus, buktinya Harry meringis di dalam sana. Mungkin, batang sabun itu mengenai tubuhnya.

"Good job, Jen! Sabun ini mendarat tepat di wajahku." Harry berteriak geram, dan kali ini kesempatan Jenna untuk tertawa.

"Aku tidak sengaja, i swear!" masih dengan sisa tawanya, Jenna berjalan meninggalkan kamar mandi tersebut.

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang