Chapter 23

28.5K 1.8K 108
                                    

"Harry."

Dua suara dari orang yang berbeda seakan menyatu saat memanggil lelaki yang sedang beraktraksi bersama skateboardnya disana.

Aku terdiam setelah itu, berusaha untuk bersikap baik-baik saja. Berusaha menciptakan atmosfer yang tidak menegangkan antara aku dan Clarie. Walaupun dari pihak Clarie begitu menebar aura kebencian padaku, tatapan tajamnya seolah ingin menenggelamkanku tanpa ampun.

Mengalihkan perhatianku dari Clarie, aku memutar bola mataku untuk melihat Harry dan––ternyata Harry sedang terpaku, terdiam dan tidak berkutik di tempatnya dengan pandangan yang entah menatapku atau Clarie. Perutku nyeri, aku benar-benar merasa seperti wanita tidak tahu diri yang berdiri di tengah-tengah sepasang insan yang saling mencinta. Aku ingin melangkah pergi, meninggalkan tempat ini tapi aku tidak bisa. Kakiku terpaku.

“Hai Harry.” Clarie menyapa Harry dengan lembut, melemparkan senyumannya yang menawan ditambah rambutnya yang beterbangan karena angin yang berhembus kencang. Aku mendesis, gadis itu terlihat sangat sempurna. Aku sedikit minder.

“Hai, Cla, apa yang kau lakukan disini?” Harry memainkan skateboardnya, menciptakan gerakan-gerakan kecil dengan skateboard kesayangannya sekaligus memainkan permen karet yang ada di dalam mulutnya. Oh lihat, betapa mempesonanya dia.

“Aku mau memberikanmu undangan ini,” Clarie memberikan secarik amplop bewarna coklat keemasan dengan seutas pita mungil yang menarik di sisi kanan atasnya, “Kau bisa datang 'kan? Hm, maksudku kau memang harus datang karena kau tamu paling special di acaraku.”

Kuintip melalui ekor mataku, Harry sedang membuka isi amplop yang baru saja di berikan oleh Clarie. Dan detik itu juga, senyumnya yang mempesona disertai lekukan wajahnya yang begitu senada terpancar. Matanya berpendar membaca setiap deretan kalimat yang tertulis di dalamnya.

“Dan kau mau 'kan menemaniku untuk ke salon? Kita bisa makan terlebih dahulu jika kau mau.” ucap Clarie, dengan kilatan-kilatan indah di bola matanya, seolah ia benar-benar mengharapkan Harry.

Batinku memekik, menjerit tertahan dan meronta-rona di dalam sana. Mengutuki setiap pergerakanku yang begitu bodoh, seharusnya aku tidak berada disini sekarang. Menyaksikan adegan yang menusuk tepat ke dalam relung hatiku. Tepat dan akurat.

“Kurasa itu ide yang bagus,” suara serak nan dalam itu menyahut, meruntuhkan setiap inci persendianku, “Jen, kau disini? Ada apa?”

Aku tersentak kala Harry menyebut namaku. Aku terdiam sepersekian detik sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Harry dengan sebuah gelengan. Yang aku tahu, itu jawaban konyol yang pernah ada.
“Tentu ada sesuatu. Tidak mungkin kau menemuiku secara cuma-cuma.”

“Em..” aku bergerak gelisah, kedua tanganku bertaut tak tenang dibawah sana, pandanganku bergerak diam tak mau tenang, aku gugup, “Ak-aku hanya ingin m-minta maaf denganmu karena sikapku yang mungkin terlalu mementingkan diriku sendiri kemarin. Kau benar, aku memang bodoh.”

Harry menyeringai, dengan satu sentakan ia melayangkan skateboardnya ke udara lalu menangkapnya dengan salah satu lengan kekar miliknya, “Kau memang bodoh, gadis bodohku. Aku juga minta maaf padamu atas sikap kekanakanku dan ketidaklelakianku ini. Aku tidak seharusnya ikut menjatuhkan semangatmu.”

“Aku sudah memaafkanmu,” aku menarik kedua sudut bibirku, membentuk sebuah senyuman, “Omong-omong, err--aku harus pulang. Sampai jumpa Harry dan--kau Clarie.”

“Tunggu.”

Ucapan Harry mengintrupsi langkahku, aku berbalik untuk menatap Harry dan juga menatap Clarie.

“Aku ikut pulang bersamamu.”

Hah?

“Harry!” Clarie dengan cepat menyambar, menyentak dan memberontak tidak terima, “Kau 'kan sudah berjanji padaku untuk makan siang bersama!”

Alzheimer DiseaseWhere stories live. Discover now