Chapter 15

36.3K 2.1K 183
                                    

Erlangga dengan tergesa-gesa menerobos kerumunan yang dibuat para manusia di dalam gedung ini. Manusia-manusia itu bisa dikatakan sebagai penggemar dari gadis yang berada di tengah-tengah lingkaran. Menjadi pusat perhatian, karena baru saja memenangkan lomba fashion show yang diselenggarakan oleh majalah terkenal di London.

"Permisi," Erlangga membungkuk melewati kerumunan, menghindar dari tangan-tangan liar mereka yang berusaha menggapai gadis yang tengah berpoto dengan penggemarnya yang lain di tengah-tengah lingkaran.

"Cla," Erlangga terengah, yang dipanggil pun menoleh, melempar senyum sesaat pada Erlangga. Kemudian kembali meladeni para penggemarnya. Setelah sekiranya cukup, Clarie berpamitan pada mereka, lalu menuju ke tempat Erlangga berdiri. Mendekap lengannya dan berjalan meninggalkan kerumunan.

Menyisakan sorak-sorak jail dari penggemar-penggemar gadis itu.

"Kita mau kemana, Ngga?" langkah Clarie berhenti, otomatis langkah Erlangga pun terhenti.

"Kita cari tempat yang nyaman buat cerita," Erlangga mendengus, "Tidak mungkin aku bercerita disini, 'kan?"

Clarie mengangguk setuju. Lagi, tangan Erlangga menarik pergelangan tangan Clarie. Membawanya ke tempat yang benar-benar pas untuk bercerita masalah rahasia besarnya.

***

Erlangga menarik salah satu kursi, mempersilahkan Clarie untuk duduk disana. Setelahnya, ia juga duduk-berhadapan dengan Clarie.

Sesekali pandangan Erlangga mengawasi keadaan sekitar. Takut-takut jika ada yang mendengar omongan mereka di cafe ini. Setelah memastikan semuanya aman, barulah Erlangga menatap Clarie, ragu.

"Ehm," lelaki itu berdehem beberapa kali, untuk menetralisirkan rasa gugup yang menderanya, "Ehm, Cla,"

Clarie tak menjawab, hanya memberikan pandangan ada apa pada lelaki itu.

Membuat Erlangga semakin merasa gugup. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah Clarie tahu semuanya--kini terbesit dalam benak Erlangga, baik itu positif maupun negatif.

Erlangga berkeringat, menandakan bahwa ia benar-benar gugup saat ini dan sedikit ada perasaan takut. Tapi lelaki itu harus menceritakan semuanya, hari ini juga.

"Jenna," ucap Erlangga, "Jenna adik dari Kelvin."

Wajah Erlangga menegang melihat reaksi Clarie. Maksudnya, reaksi gadis itu diluar ekspetasinya--gadis itu sama sekali tidak terkejut, malah mengangguk santai.

"Aku tahu," Clarie menyeruput milkshakenya, "Apa masalahnya?"

"Masalahnya--" Erlangga menghela napas panjangnya, "Kelvin saudaraku, juga."

Mata Clarie melotot sempurna. Sangat sempurna. Seolah-olah mata itu akan terjun bebas dari sarangnya. Sementara tangan gadis itu menggebrak meja tanpa sadar. Berlebihan memang, tetapi Clarie benar-benar tidak menyangka.

Erlangga? Saudara Kelvin? Bukannya Erlangga tinggal di panti asuhan sebelum orang tua angkat Erlangga yang berstatus teman dari orang tua gadis itu mengapdosinya?

"Kau--" Clarie tergagap.

"Jadi, dulu---"

Dua lelaki cilik tengah bermain robot-robotan mereka, saling bekerja sama agar tercipta sebuah cerita dari robot mainan tersebut. Senyum menghiasi wajah mereka. Sangat bahagia.

Namun itu tak berangsur lama, salah satu dari lelaki cilik itu merengek. Meminta robotan pada lelaki cilik lain yang berada di hadapannya. Ia berasumsi bahwa mainan lelaki cilik yang ada di hadapannya ini lebih bagus daripada punyanya.

Alzheimer DiseaseWhere stories live. Discover now