Chapter 30

24.9K 1.6K 90
                                    

"Ibumu--wanita paling keji dari jalang manapun yang merusak keharmonisan keluarga kami. Dia perusak, begitupun kau."

"Percaya tidak, kalau aku dan ... bersaudara, hm?"

"Tahu apa kau tentang aku, makhluk perusak?"

Jenna meremas selimut bangkarnya, sementara kedua matanya semakin kuat tertutup, menyisakan kerutan-kerutan disana. Napasnya saling tumpang tindih. Ada yang menghimpit dadanya.

"Dia bukan adikku, aku menemukannya di jalanan. Jika kau berpikir dia anak dari selingkuhan Ayah, kau salah. Dia hanya anak jalanan yang aku sayangi!"

Kaki Jenna bergerak gelisah, menendang-nendang udara untuk menghalau suara-suara kebisingan yang menganggunya. Darimana suara itu berasal?

"Boleh aku membunuhnya, ... ? Aku sungguh kasian dengan penderitaannya. Setidaknya, biarkan ia tenang disana."

Begitu suara-suara lain datang mengkrubutinya, suara muncratnya darah, suara tertancapnya benda besi itu, suara terkoyak dan merintih kesakitan tak tertahan ...

... Jenna langsung terduduk dengan napas tersenggal-senggal. Dadanya naik turun seirama dengan napasnya yang tidak beraturan, peluh-peluh keringat membanjiri pelipis serta keningnya, belum lagi kedua tangannya yang terasa dingin dan bergetar. Gadis itu memandang sekelilingnya. Masih di rumah sakit, pikirnya.

Namun seketika pendengarannya berubah, hanya suara dengungan yang menyakitkan yang terdengar. Tidak ada suara televisi yang sedang dihidupkan saat ini, tidak ada suara gemuruh serta percikan air hujan, tidak ada sama sekali. Hanya suara dengungan yang memekakkan telinganya. Suara-suara mengerikan yang sejak tadi ia dengar, yang menganggu jam tidurnya sekarang lenyap entah kemana.

Bukan, itu bukan mimpi. Seingat Jenna, ia tidak bermimpi, hanya kegelapan yang nyata ketika ia tertidur sampai akhirnya suara-suara beruntun mengusik pendengarannya. Terasa nyata.

Jenna limbung. Dengungan itu berhasil membuatnya diam tak berkutik. Dengungan yang sangat menyakitkan bagi siapa saja yang mendengarnya.

"Astaga!"

Harry yang baru saja keluar dari toilet itu, terperanjat kaget. Melihat Jenna sedang terduduk dengan pandangan kosong, benar-benar kosong. Sampai-sampai membuat persendian Harry melemas.

"Jen?"

Harry mendekat, menyentuh pundak Jenna namun Jenna tidak bergeming. Harry menatap kedua mata itu, kosong. Benar-benar kosong dan tidak berkedip. Darah lelaki itu seketika berdesir, menyadari Jenna diam tak bergerak bagai patung. Napasnya terdengar halus dan hilang timbul. Keringat itu semakin membanjiri wajahnya, dan melepekkan sebagian rambut yang terkena. Sekaligus bibirnya yang entah sejak kapan berubah menjadi kebiru-biruan.

Jenna nyaris seperti mayat hidup.

"Jenna?!" dengan panik Harry mengguncang-guncang bahu gadis itu, berusaha menyadarkannya kembali ke dunia nyata, Harry takut kalau gadis itu semakin jauh melangkah dan tidak bisa kembali lagi. Maka dari itu, Harry terus mengguncang bahunya. Lebih keras dari sebelumnya.

"Jen? Kau dengar aku? Jen?" napas Harry memburu, bola mata itu tidak bergerak sama sekali. Membuat ketakutan itu semakin membesar, Harry menepuk kedua pipi gadis itu berulang-ulang kali. Mencubitnya, merangkupnya, dan menoelnya. Namun masih belum ada reaksi.

Harry kalut sendiri.

"Aww!" Jenna memekik, cukup keras dan nyaring. Harry menghentikan aksi mencubitnya pada kedua pipi gadis itu, kedua matanya memicing, memastikan bahwa gadis itu memang bersuara.

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang