EKSTRA PART

53.9K 2.3K 541
                                    

-HARRY POV'S-

"Harry, apa kau ikut dengan kami?"

Aku mengalihkan pandanganku dari sekumpulan hasil polaroid Jenna yang ia susun sedemikian rupa di sudut khusus kamarnya. Sebagian tentang kegiatanku bersamanya dan sebagian lagi fotoku yang diam-diam ia abadikan tanpa sepengetahuanku. Gadis itu, selalu punya cara yang unik untuk menunjukkan kasih sayangnya padaku, meski acap kali aku tidak menyadarinya.

Seolah takdir begitu menghukumku atas ketidakpekaanku, waktu hanya memberi sedikit ruang untukku dan dia bersatu. Hanya sebentar, sebelum semuanya terasa semu. Semua hening. Dan semua hilang.

"Tentu." aku menjawab lemah sedikit tersenyum kepada gadis yang sudah lebih dulu tersenyum padaku.

"Ba-baiklah, aku dan yang lain akan menunggumu diluar." ia menutup pintu kamarku susah payah, lalu terdengar suara gesekan roda yang semakin menjauh dari kamar ini.

Tadi itu Clarie.

Tidak, aku tidak kembali kepadanya hanya karena aku sudah kehilangan pemeran utama hatiku. Aku hanya sedikit berdamai dengannya, hanya sedikit. Selebihnya aku masih menyimpan rasa--uh, tidak suka mungkin?

Aku baru tahu, siapa yang selama ini meneror Jenna habis-habisan, yang menambah peristiwa penculikan itu di buku catatan Jenna, semua itu ulah Clarie. Wanita itu ingin memilikiku dengan segala upaya serta menyingkirkan seseorang yang telah memiliki hatiku dulu.

Tentu aku sempat membencinya begitu mengetahui perbuatan keji itu keluar dari bibirnya sendiri, ia berkata telah menyesali perbuatannya. Berhari-hari ia mengunci diri di dalam kamarnya begitu mengetahui Jenna yang sudah meninggal dan aku yang nyaris memakai narkoba saking frustasinya.

Clarie tidak tahan melihatku yang mungkin sangat menyedihkan di matanya. Aku yang nyaris menyandang pecandu narkoba dan bahkan aku mengidap Skizofrenia karena terlalu stress dan frustasi. Namun aku cukup bahagia mengetahui bahwa suara-suara yang muncul di gendang telingaku itu bukan suara iblis layaknya penderita Skizofrenia pada umumnya.

Namun suara Jenna. Suara gadis itu selalu tergiang. Mengatakan hal-hal manis yang sering ia katakan dulu. Seolah-olah aku merasa, gadis itu masih ada di sampingku. Dengan wajah rupawannya, tingkah ajaibnya ataupun senyumannya.

Tahun berganti tahun, aku semakin termakan Skizofrenia, ketika Kelvin memaksaku untuk ke dokter dan ketika aku mengonsumsi obat-obatan yang mereka sarankan, perlahan kesadaranku pulih. Sekaligus menghempas tubuhku ke dunia nyata.

Jenna sudah tidak ada.

Dan untuk pertama kalinya, aku membeli beberapa kilo narkoba sekaligus untuk kukonsumsi, namun sayangnya tindakan kejiku diketahui Niall dan dengan teganya Niall menyebloskanku ke dalam penjara saat itu.

Ha. Ha.

"Maafkan aku, brotha! Tapi aku melakukan ini semua demi kebaikanmu! C'mon, berhenti menyakiti dirimu sendiri!" Niall menatapku nanar di balik jeruji, keadaanku saat itu memang kacau. Seluruh penghuni jeruji memukuli tubuhku secara keroyokan. Menghempaskan tubuhku dengan tangannya yang kokoh hingga bibirku robek ketika mencium lantai. Belum lagi tulang rahangku yang bergeser ketika mereka melemparku ke dinding beton.

Aku memang tidak melawan.

Karena, jiwaku sama sekali tidak merasakan sakit. Aku semacam self-harm. Persis apa yang telah dilakukan Jenna dulu.

"Kau memang yang terbaik!" saat itu, dengan wajah beler, mata sayup, aku menyahuti ucapan Niall.

"Kehilangan Jenna bukan berarti kau harus kehilangan kendali atas dirimu juga! C'mon, otakmu cukup cerdas untuk mengontrol emosimu sendiri dan coba pikirkan apa yang Jenna rasakan ketika melihatmu sebobrok ini sekarang."

Alzheimer DiseaseWhere stories live. Discover now