Chapter 34

24.1K 1.6K 102
                                    

"Hah?!"

"Kalian semua berbohong padaku!" Jenna menjerit tertahan. "Aku sudah bodoh karena penyakit ini, dan kalian? Kalian semakin membuatku terlihat bodoh disini! Kalian menyembunyikan semuanya dariku!"

Jenna menatap getir Harry dan Kelvin bergantian. Kelvin menunduk, ia memang merasa bersalah disini dan mungkin ini memang kesalahannya yang secara terus-menerus membohongi siapa Jenna sebenarnya. Ia terlalu egois untuk memberitahu Jenna karena ia takut kehilangan gadis itu. Ia takut gadis itu meninggalkannya sendirian disini, tanpa siapapun.

Sementara Harry berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, Harry memandang Jenna yang sedang terisak dengan tangisannya yang pecah lalu berpaling memandang Kelvin yang sedang tertunduk tak berdaya di atas bangkarnya. Dan sejurus kemudian, Harry dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi saat ini.

"Jen," Harry mengambil satu langkah mendekat, namun Jenna mengambil satu langkah ke belakang. Harry menghembuskan napas beratnya dan tidak mencoba untuk mendekati gadis itu lagi. "Kau marah pada Kelvin? Padaku? Kau marah karena merasa terbohongi dengan segalanya? Satu yang harus kau tahu, Kelvin maupun aku tidak berniat membohongimu. Kelvin hanya merahasiakan hal ini darimu dan--"

"Itu sama saja!" Sela Jenna cepat, menukas penjelasan dari Harry.

"Itu tidak sama!" Sela Harry. "Dengar, Kelvin merahasiakan hal ini karena Kelvin tidak mau kehilanganmu, Kelvin tidak mau kau pergi meninggalkannya hanya karena masalah ini, Jen. Kelvin tidak pernah berniat untuk berbohong."

"Tapi bukan begini caranya! Bukan dengan merahasiakan siapa diriku yang sebenarnya! Apa kalian tidak pernah memikirkan perasaanku? Aku merasa terkhianati dengan semua ini. Aku seperti hidup di panggung sandiwara yang kalian ciptakan dengan aku sebagai tokoh terbodohnya!"

"Lalu harus dengan cara apa lagi?"

Jenna bungkam. Sementara Harry masih menunggu jawaban apa yang akan gadis itu berikan. Jenna menutup kedua matanya, memaksa kinerja otaknya agar bekerja lebih cepat namun gagal. Ia seperti kehilangan penggalan demi penggalan huruf abjad. Jenna memaksanya lebih keras, namun tetap saja gagal.

"Jen, jangan dipaksakan!" Harry meraih kedua pundak gadis itu, mengguncang-guncangnya agar Jenna membuka kedua matanya dan berhenti memaksa kinerja otaknya yang semakin melambat di setiap harinya.

"Memberitahuku sejak dulu, misalnya?" jawab Jenna akhirnya, ia menghembuskan napas lega karena berhasil menciptakan kata demi kata untuk menjawab pertanyaan dari Harry, meski ia harus berjuang keras untuk itu.

Harry menurunkan kedua tangannya dari sisi pundak Jenna, ia menatap Kelvin yang masih bungkam di atas ranjangnya, tidak berniat untuk menjelaskan apapun pada Jenna. Dengan satu hentakan, Harry menghirup dan menghela napasnya berat.

"Sekarang aku tanya, apa bedanya jika kau mengetahuinya sejak dulu dengan sekarang? Intinya kau tetap bertingkah seperti ini 'kan? Memaki Kelvin? Apa kau tidak mengingat jasa Kelvin yang berusaha menjadi Kakak terbaik untukmu selama ini--uh, mungkin kau sudah melupakannya tapi setidaknya, apa kau tidak memikirkan perasaan Kelvin?"

Punggung Jenna kembali bergetar, disusul dengan tangisannya yang membuncah keluar, membludak seperti nuklir. Mungkin dia memang tidak mengingat apa saja yang pernah Kelvin lakukan untuknya, tapi seharusnya Jenna lebih memikirkan perasaan Kelvin. Disini, bukan hanya Jenna yang terluka dan tersiksa. Kelvin pun merasa demikian, bahkan lebih besar.

"Dan semuanya juga berakhir sama 'kan? Meski kau mengetahuinya dulu atau sekarang, kau tetap akan meninggalkan Kelvin, 'kan?" Harry memancing Jenna, sejujurnya Harry juga tidak mau pertengkaran ini semakin melarut-larut. Mengingat kondisi keduanya masih berada di bawah penanganan rumah sakit.

Alzheimer DiseaseWhere stories live. Discover now