Chapter 29

25.1K 1.6K 64
                                    

"Brengsek!" ia mengumpat penuh kekesalan, "apa yang kau lakukan?! Kau membunuh seseorang dan bahkan kau hampir melukai Harry! Sial, kemana otakmu saat kau melakukan itu, hah?!"

Sementara yang terkena semprotan dari gadis berambut pirang ini hanya bisa terdiam terpekur tanpa berkutik. Kejadian itu masih membekas di benaknya, kejadian itu selalu bertahan disana tanpa pernah pergi, membuat sang pelaku dibelenggu rasa ketakutan yang luar biasa. Ia masih ingat bagaimana darah itu memuncrat seperti kran air yang dibuka, ia masih ingat bunyi mengerikan saat benda besi itu mengoyak bagian dadanya, ia masih ingat bagaimana deruan napas yang tersenggal-senggal sebelum menjadi teratur pada akhirnya.

Erlangga memejamkan matanya, dadanya masih terhimpit oleh sesuatu yang janggal, membuatnya sesak. Memang ini bukan pertama kalinya Erlangga melakukan aksi seperti itu, jauh dari kejadian semalam--Erlangga juga pernah membunuh seseorang meski bukan dari tangannya sendiri, membunuh Ibu tiri Kelvin.

Tapi tetap saja, melakukannya sendiri ternyata membuat mentalnya sedikit berguncang. Ia limbung sendiri di dalam lingkaran yang ia rangkai. Dendam. Semua ini karena dendam. Ia membunuh Ibu tiri saudaranya sendiri atas dendam, dan sekarang ia melukai saudaranya sendiri karena dendam.

Sungguh hidup lelaki itu dibaluti dendam yang membutakannya.

"Kau bodoh!" sentakan dari Clarie menghantam Erlangga ke dunia nyata. Rahangnya mengeras, suara Clarie yang nyaris meleking serta menyudutkannya itu membuat mentalnya semakin ambruk.

Tidak bisakah gadis itu tidak berkomentar dan diam?!

"Harry cidera, asal kau tahu," kata Clarie, "dan itu semua karena kau! Kau yang terlalu payah dalam mengambil keputusan! Dan karena keputusan bodohmu itu Harry semakin dekat dengan Jenna. See? Bagaimana dengan nasibku, ha?!"

BRAKK!!

Clarie terlonjak kala secara tiba-tiba Erlangga menggebrak meja makannya, membuat beberapa piring bergeser dari tempat semulanya. Mata Erlangga memerah, memantulkan sekaligus menyimpan bara api di kedalamannya. Urat-urat ditangannya menyembul keluar dan terlihat mengeras di dalam sana. Clarie meneguk ludahnya dengan getir.

"BISAKAH KAU DIAM, HA?!" bentaknya penuh kemarahan, "ucapanmu sama sekali tidak membantuku! Aku kesini untuk mencari ketenangan bukan malah semakin merasa tersudutkan karena ucapanmu!"

Dada Erlangga bergetar. Dan Clarie bisa melihat itu. Clarie lagi-lagi menelan ludahnya bersusah payah, lalu kakinya maju selangkah lebih mendekat pada Erlangga.

"Kau menyesal? Kalau kau sudah tahu akhirnya seperti ini, kenapa kau malah melancarkan aksimu itu, ha?"

"Aku tidak menyesal!" bantahnya tidak terima, ia menatap gadis berambut pirang itu dengan nyalang. Sedari tadi gadis ini terus-menerus memojokkannya, menyalahkan dan menghakimi kejahatan yang ia lakukan. Erlangga menggeram, andai saja kejahatannya berhasil pasti Clarie akan memujinya karena ia berhasil mengenyahkan Jenna. Tapi ketika dia gagal dan semuanya berbalik? Clarie menghinanya.

Sial!

Clarie mengibaskan tangannya ke udara, "Sudahlah. Aku mau ke rumah sakit, ingin bertemu dengan Harry."

Darah Erlangga seketika mendidih. Mendengar nama pemuda paling ia benci itu keluar dari mulut gadis yang ia sayangi. Erlangga menahan pergelangan tangan Clarie, mencekatnya dengan kuat sehingga Clarie sedikit meringis.

"Apa-apaan kau?"

"Kau...," Erlangga semakin mencengkram pergelangaan tangan itu, "munafik! Bukankah kau yang dulu berniat ingin melepaskan Harry? Sampai-sampai kau memintaku menjadi kekasih kepura-puraanmu. Dan kau juga yang meminta Jenna untuk mengejar Harry, lantas saat Jenna sudah mengejar Harry kenapa kau malah kepanasan seperti ini?"

Alzheimer DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang