Bab 3 : Interaksi

20.4K 2.8K 84
                                    

Bab 3 : Interaksi

"Ziya pulang sendiri?" Ibu masuk ke dalam kamarnya saat Nazira tengah menyisir rambut di depan meja rias. Dia baru saja selesai mandi setelah perjalanan panjangnya. Gadis itu menghentikan aktivitasnya, menunggu Ibu melanjutkan bicara, "Rendi nggak ngikutin dari belakang?" Ibu mengambil alih sisir dari tangannya, menyisir rambutnya.

Sejujurnya, Nazira sudah mengetahui bahwa Rendi mengikutinya saat dia keluar dari lingkungan apartemennya. Bagaimana mungkin Rendi nggak tahu dia keluar? Ayah mewajibkan Nazira untuk share location secara live kalau dia pulang sendiri begini. Mau tidak mau, keberadaannya sangat mudah terdeteksi.

"Bareng. Tapi mobilnya sendiri-sendiri."

Ibu menyelesaikan sisiran pada rambutnya, sehingga rambut Nazira lebih tertata. Ada perbedaan mencolok antara dirinya dan Miwa, yaitu pada rambut mereka. Jika Miwa memiliki rambut yang sedikit ikal di bagian bawah mengikuti rambut Ibu, rambut Nazira lebih lurus mengikuti rambut Ayah.

"Itu mobilnya Arsya. Balik ke Jakarta, Rendi sama Ziya ya?"

"He?" Nazira membalikkan badan. Tak kuasa menahan keterkejutan. "Ih! Ziya mau balik sendiri, Bu."

"Ayah yang minta."

Nazira mengatup bibirnya. Kalau Ibu sudah mengatakan dengan embel-embel Ayah, semuanya harus mengikuti kemauan itu apapun yang terjadi. Dia mengerucutkan bibir. "Aku tuh udah gede, Bu."

Ibu tersenyum. "Siapa yang menganggap kamu anak kecil?"

"Ayah dan Ibu. Kak Miwa aja boleh pergi sendiri kemanapun." Nazira memulai aksi protesnya. Dia selalu merasa menjadi bocah yang nggak tahu apapun kalau dihadapan orang tuanya.

"Miwa beda."

Nazira menggeleng. "Beda apanya?"

Ibu berdercak singkat. "Bantuin Ibu, Ziya. Ini orang dekorasi kenapa belum selesai juga ya? Padahal acara besok pagi." Seperti biasa, Ibu mengalihkan pembicaraan. Besok memang hari penting bagi keluarga mereka karena akhirnya kakaknya menikah dengan pujaan hatinya. Miwa menikah dengan pacar sepuluh tahunnya. Gila. Seumur-umur Nazira belum pernah menjalin hubungan selama itu.

"Buuuu, Ziya juga mau dikasih kepercayaan." Bukan Nazira namanya kalau nggak bisa membalikkan keadaan.

"Ibu sama Ayah percaya sama kamu. Tapi lebih baik, kamu ada teman di perjalanan. Biasanya kamu juga video call sama Ibu kalau pulang sendiri. Kenapa pulang tadi nggak ngabarin?" Ibu mulai mendumel. Kalau Nazira menjawab, urusannya akan lebih panjang. Oleh karena itu, dia memilih diam dan mengikuti Ibu yang berjalan duluan ke luar kamar dari belakang. Sore ini mereka akan memantau pekerja yang mengubah tampilan rumah mereka menjadi meriah.

Matanya sempat menangkap keberadaan Arsya dan Rendi yang tengah berjalan ke halaman depan. Ekspresi keduanya terlihat serius, mungkin tengah membicarakan pekerjaan. Tapi siapa yang peduli?

Tentu saja Ibunya yang peduli.

"Rendi! Rendi!" Panggil Ibu tiba-tiba. Membuat Nazira terperanjat di belakang beliau.

Obrolan keduanya terpecah. Dua lelaki itu menghampiri Ibu. Nazira baru saja akan melangkah mundur. Lebih baik dia ke kamar kakaknya yang sedang melakukan perawatan, dari pada terjebak diantara orang-orang di depannya ini.

"Boleh Ibu minta tolong?" Tanya Ibu. "Tolong ambil makanan buat para pekerja sama Ziya ya? Ziya tau tempatnya, kok." Ibu menoleh pada Nazira, "Di rumah Shafa."

Nazira melotot tak percaya. "Ibu kenapa nggak bilang? Aku bisa ambil sendiri."

"Baru ingat."

"Boleh, Bu," Rendi mengangguk segan dan Arsya tersenyum tipis padanya. Matanya kembali menatap Nazira yang tiba-tiba merasa gugup dan canggung. "Yuk, Ziya?"

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang