Bab 27 : Alasan

15.8K 2.2K 205
                                    

Selamat membacaaa🩷🩷🩷

Bab 27 : Alasan

"Halo, Ibu?"

Nazira mengangkat sambungan video call dari Ibu setelah panggilan kedua. Wajah Ibu yang sepertinya tengah bersantai di kamar tampak lebih cerah. Nggak biasanya Ibu meneleponnya siang hari begini. Mungkin karena Arsya nggak ada di rumah, Ibu jadi merasa kesepian.

"Ziya lagi di mana, Nak?" Tanya Ibu seperti biasa kalau mendapati Nazira nggak di kamarnya.

Nazira mengatur posisi ponsel nggak jauh dari wajah. Dia menyangga ponsel agar tetap tegak dengan gelas kaca minuman Rendi yang nggak jauh dari piringnya. Mereka memang sedang makan siang bersama di salah satu restoran seafood daerah Kebayoran.

"Lagi makan. Ibu cantik udah makan?" Tanyanya dengan tersenyum, matanya membentuk bulan sabit.

"Udah. Barusan. Ibu mau bilang kalau Adek nggak usah pulang aja. Bulan depan Ibu mau nginap lama di Jakarta," jelas Ibu. Nazira menahan senyum karena merasa bersalah. Dia udah janji sama Ibu buat pulang ke rumah tetapi ia sendiri belum menemukan waktu yang tepat sehingga tertunda melulu.

"Kenapa lama, Bu?"

"Lama. Sekalian pindahan Arsya dan acara syukuran Miwa. Rencananya mau diadakan di sana, kan?"

Gadis itu mengernyitkan dahi, sedikit kaget. Ia sendiri belum tahu terkait rencana acara syukuran kehamilan kakaknya. Miwa memang pernah menyelutuk terkait hal itu namun belum memastikan benar acaranya akan diadakan di rumah orang tua mereka atau di kediaman keluarga Boureen. Mengingat .... bagaimanapun, anak kakaknya adalah cucu pertama yang paling berharga di keluarga itu.

"Sebulanan dong, Ibu di sini?"

Ibu mengangguk semringah. Wajah Ibu selalu berseri-seri kalau lagi bahas kehamilan Miwa. Sepertinya Ibu juga excited menanti kehadiran cucu pertama di keluarga mereka. "Mungkin sampai dua bulan? Tergantung kakakmu mau rencana lahiran di mana?"

Nazira melanjutkan makannya. "Kayaknya kakak pernah bilang mau lahiran di rumah, Bu. Tapi kayaknya Kak Arsya keberatan."

"Ya itu. Mereka berdua masih bedebat," Ibu menarik napas panjang. "Adek makan sama siapa? Setahu Ibu, Miwa pergi ke acara keluarganya Arsya?"

Ia spontan menatap Rendi di depannya. Laki-laki yang ditatapnya itu dari tadi hanya mendengarkan sambil menghabiskan ikan bakar bumbu rica yang dipesannya. Dia balas menatap Nazira beberapa detik sebelum kembali menunduk untuk melanjutkan aktivitasnya. Pandangan mereka saat bertemu tadi datar, sepertinya laki-laki itu bisa menebak kalau Nazira masih enggan mengakui keberadaannya.

Tatapan Nazira memicing, di kepalanya melintas satu ide yang mungkin bisa menjadi awal dari segalanya.

Gadis itu kembali menatap layar. "Sama Kak Rendi," jawabnya santai.

"O...oh," tanggap Ibu canggung. Ekspresi ibu kayak udah tahu tapi pura-pura nggak tahu.

Nazira kembali memandang Rendi penuh arti. Mampus, kan. Gue kerjain!

Di luar dugaan, Rendi cukup kaget mendengar namanya disebut. Laki-laki langsung terbatuk karena tersedak nasi yang belum sempat ia telan. Buru-buru dia mengambil gelasnya untuk minum, namun lupa bahwa ponsel Nazira ada di balik gelasnya. Bersamaan dengan dia mengangkat gelas, ponsel gadis itu jatuh. Chaos nggak bisa lagi dihindari.

Melihat ponselnya jatuh, Nazira melotot. "Ih! Nggak lihat-lihat!" Sebalnya.

Rendi nggak menanggapi karena sibuk mengurus saluran pencernaannya. Nazira menggeser tempat tisu, menggantikan gelas Rendi yang tadi dijadikannya penyangga ponsel. Laki-laki itu kembali menatapnya, kemudian menggeleng.

Crush | ✓Where stories live. Discover now