Bab 16 : Penjelasan

16.5K 2.5K 305
                                    

Bab 16 : Penjelasan

Nazira masih melongo. Dia belum bisa menetralkan segalanya : ekspresinya, perasaannya maupun degupan jantungnya. Ini benar-benar gila! Dia berkali-kali bertanya pada dirinya bahwa semua ini hanya mimpi. Mungkin saja Nazira tengah melamun hingga nggak bisa lagi membedakan mana yang khayalan dan mana yang realita.

Namun lagi-lagi, kehadiran pemuda itu di depannya menamparnya bahwa segalanya memang bukan mimpi, lamunan atau khayalan! Semuanya nyata.

Apa-apaan ini?

"Kamu nggak harus jawab sekarang. Seperti yang pernah saya bilang ... kamu bisa mempertimbangkan lebih dulu." Rendi berusaha tersenyum di depannya.

Nazira mengatup bibirnya. Pandangannya kembali menilik tingkah laku Rendi yang terlalu santai dalam menawarkan sebuah pernikahan. Dia mencoba mempelajari lebih cepat meski nihil. Laki-laki itu bahkan nggak ada gugup-gugupnya! Dia begitu kalem, netranya memperhatikan Nazira yang masih kacau dengan intens. Tatapan tajam nan lurusnya sedikit demi sedikit berubah menjadi sedikit lembut? Atau prihatin?

Entahlah!

Dia bahkan masih belum bisa berkata-kata saat americano Rendi diantar ke meja mereka. Segalanya terlalu cepat hingga bikin Nazira shock berat.

Inhale. Exhale. Seenggaknya dia masih bisa menghirup udara bukan butiran pasir. Meski yang berganti tetap oksigen di dalam paru-parunya, segalanya tetap menyesakkan.

Setelah berhasil mencerna-apapun-yang-terjadi-saat-ini dan memastikan apa yang dia dengar bukanlah mimpi, Nazira mengerinyitkan dahi. Ia mulai bisa menanggapi, "Apa aku bercandaan bagi Kak Rendi?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja.

Gimana mungkin dia dilamar dengan cara seperti ini? Meski Nazira nggak pernah membayangkan akan di lamar di atas yatch atau vila di Bali seperti kakaknya ... ya minimal dia dilamar seperti Ibu di mana Ayah datang ke rumah baik-baik mengatakan niatnya untuk hidup bersama Ibu di depan orang tuanya! Bukan di coffee shop kecil, dalam waktu yang kepepet begini dan terdengar nggak serius sama sekali.

Dia mengumpat di dalam hati. Kesadarannya telah sepenuhnya kembali.

Alis kanan Rendi menukik, laki-laki itu terlihat begitu heran. "Apa kamu beranggapan begitu sama diri sendiri? Kamu bisa dibercandain?"

Pertanyaan yang cukup menohok ... dari laki-laki yang satu menit yang lalu menanyakan kesediaannya untuk menikah. Luar biasa!

Nazira membuang napas kasar meski sesak. Rasanya dia ingin menangis, berkali-kali Rendi memperlakukannya dengan cara yang di luar nalar begini. "Apa aku benar-benar bisa dibercandain sebesar ini?"

Rendi menggeleng. "Saya nggak lagi bercanda, Nazira."

Kebingungan Nazira tumpah, "Ya kenapa Kak Rendi nanya hal itu?! Apa pernikahan bagi kamu segampang itu?" Ia benar-benar nggak habis pikir. Bukannya hingga satu jam yang lalu mereka masih perang dingin? Bukannya segala sesuatu diantara mereka telah selesai? Kenapa Rendi harus berbuat sesuatu yang makin menyulitkan mereka? Ada apa sih sama laki-laki paling nggak jelas ini?

Ini nggak bisa dibiarkan.

"Saya nggak menggampangkan pernikahan dan saya sama sekali nggak bercanda, Ziya." Rendi bahkan masih menjawab dengan nada tenang seperti biasa. Tanpa gamang dan terancam seperti yang Nazira rasakan saat ini.

Nazira mengusap pelipisnya. Sungguh dia mulai sakit kepala. Napasnya masih memburu. Pikirannya berusaha mencari jawaban atas kekacauan ini. Apa yang baru saja terjadi? Kenapa begitu di luar nalarnya?

"Kenapa kita harus menikah? Apa alasan kita menikah? Menikah?" Nazira menunduk, kemudian menggeleng. Gadis itu tampak begitu frustrasi. "Menikah?" Tanyanya lagi. "Aku benar-benar nggak ngerti dengan jalan pikiran Kak Rendi. Apa aku kelihatan begitu gampangan?" Repetnya lama, dia bahkan nggak mengambil jeda untuk menarik napas.

Crush | ✓Where stories live. Discover now