Bab 22 : Bicara dan Mengerti

16.2K 2.4K 167
                                    

Selamat membacaa❤️

Bab 22 : Bicara dan Mengerti

Nazira mempererat genggaman tangannya pada jemari Rendi. Dia nggak lagi merasa canggung setiap kali melakukannya, hanya perasaan nyaman. Keduanya tengah berjalan pada lorong-lorong Mall yang sepi akibat mengambil jadwal film yang tayangnya paling malam. Minggu ini mereka hanya bisa bertemu pada weekdays karena Rendi akan menemani Tanto dalam perjalanan bisnis ke Taiwan.

"Kenapa Keluarga Boureen itu suka banget ngambil penerbangan weekend?" Nazira menyeletuk ringan. Gadis itu memandang lurus ke depan, tampak nggak takut sama sekali dengan suasana mencekam mall dengan penerangan yang udah redup dan didukung dengan gelapnya toko-toko yang telah tutup. Suaranya sedikit menggema saking sepinya mall itu serta hanya entakan sepatu mereka yang terdengar.

"Sekalian jalan-jalan," jawab Rendi singkat. Ia mengeluarkan ponsel dengan tangan kanannya dan berdeham. "Go to the movies udah tiga kali. Kamu nggak mau ngubah list nge-date minggu depan?"

Nazira tersenyum malu. "Maaf ya, Kak? Aku lagi capek banget kalau pergi-pergi. Minggu depan juga long weekend, kita punya banyak waktu."

"Mau ke Jogja? Jadi?"

Nazira pernah menyeletuk ingin liburan ke Jogja atau Karimun Jawa beberapa hari yang lalu saat mereka pulang bersama. Dia nggak menyangka celetukan asalnya bisa diingat dengan baik oleh Rendi. "Kenapa sih Kak Rendi mau cepet-cepet realisasiin list itu?"

Rendi memencet tombol lift yang ternyata langsung terbuka. "Biar bisa langsung sapu bersih."

"Dih! Calm down, Kak. Aku nggak buru-buru kok." Nazira tersenyum lebar setelah mengucapakannya, tanpa beban sama sekali. List itu jadi perjanjian bersama untuk meresmikan hubungan mereka di depan semua orang. Sayangnya, yang Nazira lakukan selama ini hanya menunda-nunda agar semua list nggak terpenuhi dengan cepat.

"Saya yakin ini cuma akal-akalan kamu aja."

"Aku!" Nazira mengingatkan untuk nggak memakai saya lagi. Kalau lagi pengin manja-manja, panggilan saya itu mulai ganggu. Susah banget deh ngajarin Rendi ini.

"Iya. Aku."

"Aku apa?!" Tantang Nazira. Belum sempat Rendi menjawab, gadis itu keburu malas. "Ya udah. Pakai gue-elo juga nggak apa-apa kalau susah banget," ceplosnya malas.

"Aneh dong?"

"Nggak. Biasa aja."

"Aku paham 'Aku'-nya Kak Rendi cuma spesial buat satu orang. Ya ya."

Rendi mengembuskan napas dalam. "Kamu mau gimana sih? Saya juga butuh proses, Ziya."

"Mau aku tuh udah aku jelasin panjang lebar sama kamu. Masa harus diulang lagi?" Kayaknya Nazira nggak pernah kode-kode kalau lagi pengin sesuatu. Dia selalu menyampaikan dengan tepat sasaran karena nggak mau orang lain salah mengartikan.

Senyum kecil menjadi tanggap paling cepat yang bisa Rendi lakukan. Ia membawa Nazira melewati basement yang sepi tanpa bicara. Gadis itu juga nggak banyak komentar lagi.

Nazira tuh kalau udah mengungkapkan keinginannya, malas mengulang-ulang. Bukannya dia ingin sok paling ingin dimengerti, Nazira cuma nggak mau memaksakan kehendaknya. Dan Rendi, terus membuatnya merasa salah dalam mengartikan sikap pemuda itu.

Ketegangan akan lagi-lagi terjadi. Nazira menelan bulat-bulat egonya. Sudahlah. Harusnya dia nggak perlu berekspektasi tinggi pada laki-laki ini. Jangankan ekspektasi mencintainya, menyukainya aja Ziya nggak berani menaruh harapan.

Crush | ✓Where stories live. Discover now