DUA PULUH DUA

17.1K 2.2K 105
                                    

≪•◦ HAPPY READING ◦•≫

Vote! Vote! Vote!

"Ayah, kenapa kak Arxel ngga pulang-pulang? Ini sudah seminggu! Aku rindu adek tau!" Lio kesal, tidak ada satu hari pun ia absen untuk menanyakan kapan Arxel pulang.

"Pekerjaannya banyak, jadi masih lama pulangnya," Lio memutar bola matanya malas.

"Alasannya itu mulu! Kak Arxel berbuat jahat ya sama adek? Kalo cuman masalah kerajaan kenapa nomor kak Arxel sama adek ngga bisa dihubungi?!" Ini Stef harus kasih alasan apa lagi?

"Engga sayang, kak Arxel beneran lagi ngurus perusahaan, makannya ngga bisa dihubungi, lagi sibuk banget," balas Stef sedikit gugup karena putra bungsunya itu menatap dirinya penuh selidik.

Sedangkan di kota lain, di meja makan hanya ada keheningan. Sam tak berniat bersuara, sedangkan Arxel semenjak pindah mood nya selalu hancur.

"Kau kenapa diam?" Celetuk Arxel pada Sam.

"Maksudnya tuan?" Tanya Sam dengan datar, ia menatap Arxel dengan raut wajah biasa namun tersirat kekecewaan.

"Ah ngga," Arxel merutuki kebodohannya, bisa bisa nya ia bertanya seperti itu. Ya terserah dong kalo Sam mau ngomong apa ngga.

"Saya akan mencari pekerjaan tuan, akan sangat membebani sekali jika saya hanya berdiam diri di apartemen, sedangkan tuan bekerja keras diluaran sana."

"Kau berniat kabur heh?" Balas Arxel dengan sarkas.

"Kabur? Anda bercanda tuan? Jika saya berani kabur, anda bisa membunuh saya. Saya yakin, untuk menemukan anak sialan seperti saya ini sangatlah mudah," ucap Sam tanpa  ekspresi.

Arxel rasa ada yang salah, hahaha apakah ia sanggup untuk membunuh anak itu?

"Terserah!" Hanya itu yang bisa Arxel katakan.

"Terimakasih, saya akan mencari pekerjaan setelah menyelesaikan sarapan pagi ini," setelah mengucapkan hal itu, Sam mulai memakan sarapannya cepat.

Setalah beberapa saat, Sam telah selesai sarapan. Ia langsung merapikan piring kotor ke dapur.

Jack juga membantu membawa piring kotor ke dapur, "Anda bisa istirahat tuan kecil, saya akan membereskan semuanya," Sam mengangguk, ia memasuki kamarnya untuk bersiap.

Setelah sepeninggalan Sam, Jack mendekati tuannya.

"Anda terlalu menutup mata dan hati anda, padahal anda menyayangi tuan kecil tuan," biarkan saja dibilang lancang.

"Siapa yang menyayangi nya?!"

"Saya diam saya ngga dengar," Jack mengambil mangkuk sayur lalu berjalan menjauhi meja makan.

"Sial!" Batin Arxel.

|SAMUDRA|

"Ini mau kerja dimana sih?" Sam mengelap keringat di pelipisnya yang bercucuran, hari kian panas.

Ia duduk di depan supermarket untuk beristirahat, bodoamat lah dikira gelandangan.

Bugh

Sam mengalihkan pandangannya melihat sumber suara, ia ngelag "Eh mas dompetnya jatuh! Mas mas!" Setelah sadar, Sam segera mengambil dompet yang jatuh lalu berjalan cepat menuju pemiliknya namun ternyata yang punya udah pergi.

"Pak pak! Ayo anterin Sam ngikutin mobil itu!" Ucap Sam pada tukang ojek yang mangkal dekat supermarket.

Dijalan Sam benar-benar ribut, ia teriak untuk cepet-cepet ngikutin mobil si mas dompet.

Sam turun di depan cafe, "Nih mas duitnya!" Sam buru-buru ngasih ongkos ojek buat tukang ojeknya.

Ia memasuki cafe yang di masuki mas dompet, saat masuk Cafe Sam menatap sekeliling, ramai.

"Ishh, mana sih mas nya!" Sam sekali lagi mengamati sekeliling.

"Ah itu!"

Brak!

Pyar!

"Shhh, ughh sakit," semua netra pengunjung mengarah pada Sam.

Sam terduduk dilantai dengan berserakan pecahan gelas dan air yang membasahi tubuhnya dan lantai.

"Adek kalo jalan liat-liat! Jangan lari-larian, lihat ini semuanya jadi pecah dan berantakan!" Bukannya menolong, pelayan di cafe justru memarahi Sam.

"M-maaf," cicit Sam menahan perih pada lengannya yang berdarah.

"Nambah kerjaan aja kamu!" Jika ia sudah tak memiliki urat malu, Sam sebenarnya ingin menangis.

Semua orang melihat kearahnya, tangannya sakit dan berdarah, ia juga dimarahi.

"Ada apa ini Rena?" Seorang pria datang mendekat.

"Ah ini pak, adek ini lari ngga lihat-lihat makanya dia nabrak saya dan kekacauan ini terjadi," ucap si pelayan cepat.

"Hiks... mas dompet... Sam cuman mau nganterin dompet punya hiks...  masnya hiks... maaf ya ini biar Sam hikss... beresin hiks..." Sam menunjuk pria yang berdiri di depannya, lalu mengumpulkan pecahan gelas dengan tangan kosong.

"Awss.."

Lengannya saja masih berdarah, kini telapak tangannya ikut berdarah karena goresan pecahan gelas.

"Ehhhh..." Sam terkejut ketika tubuhnya melayang lalu berada digendongan si mas dompet. Ah, Sam bingung harus manggilnya siapa.

"Hikss... turun..." Sam menenggelamkan wajahnya di ceruk mas dompet.

"Ssst.. jangan menangis."

Pria itu membawa Sam ke ruangannya, lalu memangku ya di ruang kerjanya.

"Sini abang obatin," dengan masih sesenggukan, Sam pun menurut dengan apa yang dilakukan orang yang memangkunya.

"Sshhh, pelan pelan.''

Setelah beberapa menit kini jari dan lengan Sam sudah terobati, tak lupa di plester dan perban.

"Eh! Dompetnya mana?!" Sam panik, dompet punya masnya ilang!

"Hahaha, kamu lucu. Dompetnya sudah abang ambil, kenapa ngga menghubungi nomor di kartu nama abang? Kenapa harus nyusulin?"

"Ugh gatau pusing, abang namanya siapa? Sam tadi mau balikin dompet."

"Oke oke, kenalin namanya abang Melvin, panggil Bang Melvin okey?" Melvin mengusap pelan pipi Sam yang masih berlinang air mata.

"Bang Mpin?"

"Melvin''

"Bang Mpin!"

"Haha, oke apapun itu terserah adek. Gemesnya....'' Marvin mencubit pipi Sam yang berisi.

"Ishh, jangan cubit cubit!"

|SAMUDRA|

"Kau dari mana saja hampir petang baru pulang hah?!"

"Urusan tuan Arxel apa? Toh yang penting saya tidak kabur!"

Arxel menatap Sam dengan pandangan sulit, Arxel mencelos ketika Sam berjalan cuek melewatinya lalu memasuki kamar.


TBC!
Ucap syukur aku masih bisa nyempetin ngetik, demi apapun dari kemarin malam ngga pegang hp.

Udah ya semoga suka, kalo ngga suka jangan marah! Gwehh santet ya kalian!

Mau pergi lagi, bubay~

SAMUDRA ✓Where stories live. Discover now