DUA PULUH LIMA

14.9K 1.9K 123
                                    

≪•◦ HAPPY READING ◦•≫

Vote! Vote! Vote!

Axvel terduduk lesu di kursi tunggu, ia menatap kosong lantai rumah sakit. Disampingnya sudah ada Ayah, Bunda, dan adik bungsunya.

"Hiks... adek... bunda adek ngga papa kan? Hiks..." Rose memeluk tubuh putranya memberi ketenangan.

Keadaan Stef pun tak jauh berbeda, ia merasa bersalah. Ia tak menyangka putra sulungnya akan senekat ini, ia juga tak menyangka putra keduanya seberani itu.

Stef merasa dirinya pengecut, Axvel saja yang merasa ada kejanggalan langsung mengambil langkah untuk menyusul Arxel. Namun dirinya? Tau akan segala yang terjadi, namun tetap bungkam dalam kubangan rasa bersalah.

Jika bertanya kenapa bisa Axvel datang? Karena ya Axvel merasa ada kejanggalan, rasa sayangnya pada kakaknya dan Sam membuatnya mengambil langkah ini. Dia juga memiliki kenalan detektif yang bisa melacak dimana orang berada. Dan sampailah dia di apartemen melihat kejadian itu.

Stef, Rose dan Lio? Mereka datang karena dihubungi Axvel. Mendengar kejadian buruk akan Arxel dan Sam, Stef langsung mengajak istri dan bungsunya pergi ke kota yang ditunjukkan Axvel dengan jet pribadi.

Sesampainya di lokasi yang Axvel kirim, mereka bertiga syok akan apa yang terjadi. Seolah tak percaya, ketika mendengar Sam masuk rumah sakit karena dihajar oleh Arxel.

Sudah hampir satu jam lamanya mereka menunggu, namun dokter tak kunjung keluar.

"Dimana Arxel?" Tanya Stef.

"Di apartemen, aku menyuruh Jack menjaga kak Arxel agar tidak kabur," ucap Axvel.

"Hiks... kakak jahat sekali..." Lio tak habis fikir kenapa kakak tertuanya bisa berbuat sekeji itu.

"Dengan wali pasien?" Tanya dokter yang baru keluar dari ruangan.

"Saya," Stef berdiri mendekati si dokter.

"Bersyukur pasien tak mengalami cedera kepala yang parah, namun kemungkinan nanti pasien akan mengalami rasa sakit di kepalanya ketika siuman. Lebam di sekujur tubuhnya pun akan membuat pasien sulit bergerak nantinya, saya harap keluarga bisa peka dan menjaga pasien dengan baik. Pasien sudah boleh di jenguk, saya permisi," ucap si dokter lalu meninggalkan tempat diikuti dua perawat dibelakangnya.

Sedangkan di tempat lain, Arxel mengurung diri di dalam kamar meratapi kebodohannya. Ia memikirkan apa yang akan terjadi pada Sam setelah ia membabi-buta menghajar Sam.

Arxel beranjak dari duduknya di lantai menuju sebuah rak berisi beberapa barang mewah miliknya. Arxel menggeser sebuah vas lalu mengambil sebuah botol berukuran sedang.

Arxel berjalan menuju ranjang dengan botol yang sudah ditangannya. Setelah menduduki ranjang, Arxel langsung membuka tutup botol tersebut.

Tiga butir obat penenang langsung Arxel telan tanpa air, tak butuh waktu lama Arxel sedikit tenang. Ia merebahkan tubuhnya, mencoba untuk tidur.

"Penyakit sialan!"

[SAMUDRA]

Stef dan yang lainnya bersyukur, pasalnya Sam sudah siuman. Walaupun begitu, mereka tetap saja frustasi karena semenjak sadar Sam tak bisa diajak berkomunikasi.

Sam hanya diam ketika diajak bicara, pandangannya juga kosong. Bahkan ketika Lio memeluknya sembari menangis histeris, tak ada ekspresi berarti dari wajah Sam.

"Ayah kenapa adek ngga mau ngomong? Adek kenapa ayah?" Lio tak suka melihat wajah Sam yang terlihat kosong, ia tak suka melihat raut wajah Sam yang tak ada semangat hidup.

SAMUDRA ✓Where stories live. Discover now