💍04

7.3K 739 93
                                    

Hujan keluar dari toilet dengan perasaan lega usai membuat hajatnya. Tadi di sela Hujan mengejar Awan sebenarnya kandung kemihnya penuh. Jadilah ketika berlari, rasanya semakin menjadi hingga membuatnya memilin masuk toilet karyawan yang berada di bawah tangga.

Kembali berjalan ke arah ruangan kebesaran Awan, Hujan berpapasan dengan Ari yang baru saja keluar dari ruangan suaminya.

"Loh, Mba Hujan. Saya kira Mba udah pulang." tutur Ari sedikit terkejut melihat eksistensi Hujan yang tengah melempar senyum.

"Saya dari toilet. Niatnya mau pulang sama Mas Awan." akunya ingin masuk kedalam tetapi Ari keburu berujar.

"Tapi bos udah pulang 3 menit lalu sama sepupunya. Saya kira sekalian sama Mba Hujan."

Hujan menoleh, netranya melebar kemudian berlari cepat menyusul suaminya.

Tadi ketika dirinya datang, Hujan hanya membawa ponsel serta rantang makanan. Sopir keluarga ia suruh pulang karena niatnya Hujan mau pulang bareng bersama Kia.

Berlari cepat ke arah lobi, Hujan bisa melihat punggung suaminya yang berjalan ke parkiran lengkap dengan Kia.

"MAS AWAN!" panggil Hujan di sela larinya. Namun entah didengar atau tidak, Awan tetap berjalan sampai keduanya memasuki mobil.

"MAS!!" teriakan Hujan bersamaan roda mobil Awan berjalan meninggalkan parkiran.

Hujan yakin Awan masih mendengar teriakannya, bahkan lelaki itu sempat meliriknya ke arah spion tepat Hujan berada di belakang mobilnya.

Sadar usahanya sia-sia, Hujan menghentikan larinya. Beruntung sudah jam masuk jadi Hujan tidak menjadi tontonan karyawan selain resepsionis.

Tubuhnya lalu meluruh ke tanah, entah mengapa Awan tega melakukan ini. Sikapnya itu seakan menggambarkan bahwa Hujan memiliki salah padahal bila diingat-ingat Hujan sama sekali tidak melakukan kesalahan selain lupa menyiapkan air minum pria itu.

Apa wajar dia marah sampai segitunya karena masalah sepele?

"Lah, ngapain lu ngesot di situ?" teguran itu berhasil membuat Hujan mengangkat kepalanya. Ternyata Oci.

Hujan tersenyum masam kemudian bangkit. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan wajah suramnya di hadapan Oci.

"Mau pulang. Tapi lupa bawa dompet." akunya dengan bahu terkulai lemas, tak lama tubuh Hujan menegak.

"Ci, pinjam uang dong. Nanti sampe rumah gue ganti."

Oci menggeleng, alih-alih memberikan apa yang Hujan minta, pria dengan rambut sedikit gondrong itu menarik tangannya.

"Pulang bareng gue aja. Sekalian kita reuni di jalan."

"Eh, gak papa? Bukannya lo mau langsung ke kantor?" ujarnya terheran-heran sembari mengikuti tarikan Oci menuju mobil putih pria itu.

"Urusan gue udah selesai. Udah ah  gak usah banyak tanya."

Akhirnya Hujan mengangguk pasrah, tak apa dia mengikuti Oci. Toh rumah pria itu dan rumahnya searah.

💍💍💍

"Makasih, ya." tutur Hujan begitu mobil Oci berhenti di depan rumahnya yang pagarnya masih terbuka lebar.

"Yoi. Kapan-kapan kita ngobrol lagi."

Hujan mengangguk, sebenarnya dia ingin menawarkan Oci masuk. Tapi mengingat kondisi rumah saat ini ia jadi enggan.

Berlalunya Oci dari hadapannya, Hujan berbalik. Baru dua langkah, sosok suaminya tengah berdiri di depan pintu seraya bersedekap dada menyambutnya.

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now