💍16

9.6K 1K 171
                                    

"Bang Katu maaf, ya." ujar Hujan pada lelaki yang kini sedang menyeruput kopinya.

Khatulistiwa menoleh lalu tertawa kecil.

"Kamu udah 5 kali loh bilang kata itu dalam sehari ini. Serius, Abang gak papa. Malah seneng Abang liat poster kamu." Khatulistiwa menunjuk baliho yang terpasang di pintu masuk Zendar.

Cantik banget calon ibu anak-anak gue. Batin Khatulistiwa tanpa sadar.

Hujan juga menatap baliho itu, di saat orang lain menyukai photoshoot mereka, Hujan malah sebaliknya. Hujan bahkan ingin sekali menyingkirkannya dari sana.

"Serasi banget, ya kalian. Andai Abang datang dan model perempuannya gak ada. Pasti aku yang bakal gantiin posisi pak Awan." seloroh Khatulistiwa diikuti kekehan kecilnya.

Hujan hanya tersenyum masam, mereka tidak tau, selama proses pengambilan gambar Hujan diberi tekanan-tekanan kecil oleh Awan.

Berusaha memasang wajah baik-baik saja selama pengambilan gambar. Dan sejam Hujan terjebak bersama mantan suaminya itu.

"Mba Hujan, dipanggil pak Awan tuh." salah seorang pegawai di bidang marketing memanggil Hujan yang sekaligus menyadarkannya dari lamunan.

"Wihhh, kenapa tuh?" Khatulistiwa menopang dagu dengan pandangan menggerling nakal.

Hujan mencebik kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan besar Awan.

Setibanya di sana  Hujan disuruh duduk yang dengan patuh Hujan laksanakan.

"Tip karena sudah berpartisipasi dalam pengambilan gambar."

Awan menyodorkan sebuah amplop putih. Melihat dari ketebalannya saja, Hujan dapat menebak bahwa uang di dalamnya cukup banyak.

Ragu-ragu Hujan mengambil amplop putih tersebut sambil mengintip isinya. Dan praduganya beberapa saat lalu terbukti benar.

"Maaf, Pak. Apa ini gak kebanyakan?" tanyanya takut-takut.

"Owh, kebanyakan? Saya pikir itu masih kurang untuk pegawai yang menghidupi dirinya sehari-hari secara sendiri," sahut Awan seraya bersedekap dada dengan punggung bersandar penuh pada kursi kebesarannya.

"Karyawan yang memiliki posisi rendah tentunya membutuhkan uang banyak, bukan?"

Hujan menatapnya tak percaya, apa menurut Awan semua harus dinilai dari materi?

Selama ini Hujan mampu menghidupi dirinya sendiri, toh apa yang musti dia pikirkan?

Ibunya sudah tidak ada. Ditambah Hujan juga tidak memiliki anak. Ditambah tunjangan yang pernah Awan berikan masih Hujan simpan utuh hingga saat ini. Baginya memiliki tempat bernaung tanpa memikirkan bayaran selain tagihan listrik sudah lebih dari cukup. Bahkan beras seliter saja, Hujan kadang memakainya sampai 4 kali.

"Maaf, Pak. Sebaiknya saya tidak menerima uang ini. Saya masih memiliki tabungan cukup." Hujan mengembalikan amplop pemberian Awan di atas meja.

Lebih baik begini dibanding harga diri Hujan semakin terinjak.

Menundukkan kepalanya sejenak, Hujan bangkit lalu berjalan hendak keluar sebelum perkataan Awan selanjutmya menghentikan niatnya.

"Apa kamu tersinggung dengan perkataan saya? Padahal itu bukan kebohongan. Rasanya hanya Zendar yang mau menerima seseorang pemegang ijazah SMU untuk bekerja sebagai OG."

Tubuh Hujan berbalik, mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya dia menatap Awan.

"Sepertinya Pak Awan memiliki ketidaksukaan terhadap pekerjaan saya. Jika begitu, saya akan mengundurkan diri. Besok saya akan mengirim surat pengunduran diri saya kepada Bapak. Terimakasih."

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now