💍31

7.8K 804 102
                                    

"Makasih, ya." ujar Tanisha setelah Khatulistiwa mengantarnya pada salah satu toko pakaian. Khatulistiwa mengangguk saja dan berbalik hendak menuju restoran tempat dirinya dan Hujan tadi mengisi perut.

Langkahnya terkesan lebar, Khatulistiwa hanya khawatir bila Hujan sudah tiba dan mencarinya. Keningnya menyerngit lantaran sosok Hujan ternyata belum kembali. Khatulistiwa lalu menyusulnya ke toilet yang berada  di ujung mall. Berdiri di depan pintu sambil mengamati satu persatu pengunjung keluar dari dalam toilet.

Di menit ke-10, Khatulistiwa tak bisa membendung perasaan cemasnya. Tidak biasanya Hujan berada lama di toilet bila hanya ingin buang air kecil. Akhirnya Khatulistiwa memutuskan masuk, satu persatu dia mengecek bilik kamar mandi, dan sosok yang dicarinya tidak ada di sana.

"Rain, kamu di mana?" monolognya keluar dari sana tak lupa pandangan yang selalu mengedar. Khatulistiwa bertanya pada salah satu pelayan yang melayani mereka tadi jika melihat Hujan kembali ke sini. Tetapi jawaban sang pelayan ternyata jauh dari harapannya.

"Maaf, Pak. Setelah kepergian Bapak tadi, istri Anda belum datang."

Khatulistiwa menghela napas kemudian membayar pesanan mereka. Berlalu dari sana, Khatulistiwa merogoh ponselnya. Sayangnya ponsel Hujan tidak aktif. Perasaan khawatir kian membesar dalam hatinya, pikirannya mulai menerka yang tidak-tidak.

"Mungkin dia ada di parkiran." gumamnya lalu melangkah lebar menuju bassement mall. Tetapi sesampainya di sana, Khatulistiwa masih tidak menemukan sosok istrinya.

Tidak mau menyerah, Khatulistiwa kembali masuk dalam mall dan berkeliling mencari Hujan. Barangkali Hujan sedang mencari barang yang dia inginkan. Satu jam mengelilingi mall, Khatulistiwa akhirnya menyerah. Hujan tidak ada di manapun, bertanya pada orang-orang, jawaban mereka pun sama.

"Sayang, kamu ke mana?" Khatulistiwa bertanya lirih. Andai bila Khatulistiwa tidak mengikuti paksaan Tanisha yang ingin diantarkan pada salah satu toko, maka Khatulistiwa tidak akan kelimpungan seperti sekarang. Lagian, kenapa Tanisha tidak melakukannya saja ketika sebelumnya jalan bersama Awan.

Tubuh Khatulistiwa menegak, kerutan tipis di dahinya menggambarkan bagaimana pria itu tengah berpikir keras. Kepergian Awan dari restoran tidak berselang lama setelah Hujan pamit pergi. Dan arah Awan pergi saat itu menuju toilet dan juga Tanisha yang mendadak meminta menemaninya. Khatulistiwa segera bangkit, begitu mulai menghubungkan puing-puing kejadian.

"Bila memang Anda terlibat maka jangan salahkan saya yang bisa berbuat jauh lebih gila." desis Khatulistiwa sambil berjalan, saat ini tujuannya adalah ruang CCTV. Khatulistiwa harus memastikan sebelum mengambil tindakan, bila memang praduganya bahwa Awan ada dibalik ini semua, maka Khatulistiwa tidak akan membiarkannya hidup tenang.

💍💍💍

Elusan lembut yang terasa di bagian kepalanya, ternyata cukup ampuh membuat Hujan terusik. Matanya mengerjap beberapa kali sembari itu menyesuaikan cahaya ruangan yang berlomba-lomba masuk ke dalam retina matanya.

Alisnya mengkerut lantaran Hujan merasa asing dengan langit-langit ruangan yang ia liat. Dan kembali elusan di kepalanya terasa, bahkan jauh lebih riskan. Hujan menoleh, detik berikutnya matanya membola mendapati eksistensi Awan yang dengan kalemnya melempar senyum manis.

"Udah malam." katanya mengamati bagaimana perempuan hamil itu bergegas bangun dan menjauh darinya. Sepertinya Hujan mulai mengingat apa yang terjadi sebelum dirinya berada di sini.

"Kamu bener-bener udah gila." hardiknya menatap Awan penuh benci. Hujan melengos kemudian berjalan menuju pintu, sayangnya pintu itu terkunci rapat. Hujan berbalik menatap Awan, dan pria itu dengan santainya melempar senyum.

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now