💍11

9.8K 966 161
                                    

Menjalani rutinitas setiap paginya, Hujan mengepel lantai kantor. Bintang mendapat posisi bagian lantai atas, sedangkan Hujan bagian lantai bawah tepatnya lobi kantor.

Tak lupa dia memasang papan peringatan lantai basah, meski ini masih tergolong pagi tetapi sebagian kecil karyawan sudah pada berdatangan. Bahkan bosnya pun telah tiba 3 menit lalu.

Dirasa sudah bersih semua, Hujan mengangkat ember beserta pel-nya menuju dapur. Namun baru beberapa langkah, seseorang masuk lalu yang entah sengaja atau tidak sengaja menginjak lantai yang masih basah. Akibatnya jejak sepatu tercetak jelas dilantai putih itu.

Hujan menggigit bibirnya antara kesal dan takut untuk menegur. Meski tak melihat wajahnya, tapi dari sepatu pantofel yang mengkilat cukup menggambarkan bahwa orang itu memiliki jabatan penting.

Menunggu beberapa saat, pemiliki sepatu itu belum juga beranjak.
Diam-diam Hujan mengangkat kepalanya, netranya melebar saat mengetahui bahwa mantan suaminya-lah yang sekarang ini berdiri sambil balas menatapnya datar.

"Maaf, lantai yang Anda injak masih licin. Takutnya Anda terpeleset." ujarnya memberanikan diri berbicara.

Awan tak menanggapi selain menunduk menatap tempatnya berpijak. Tanpa alasan tertentu, Awan mengetuk-ngetuk kaki yang berbalut sepatu pantofel-nya tersebut ke lantai. Semua tak luput dari perhatian Hujan.

"Lihat. Bahkan lantai putih ini tau mana yang orang tinggi dan mana orang yang rendah. Dia merelakan dirinya diinjak, tetapi dalam satu waktu ada seseorang yang akan terus membersihkannya agar terlihat mengkilap." sahut Awan mengangkat kepalanya dan menghunus tajam Hujan yang terdiam mencerna segala ucapannya.

"Sama sepertimu. Terlihat kotor tetapi memiliki sisi ingin seseorang selalu membersihkannya. Hingga image-nya terlihat bersih bagi yang melihat."

Sekarang Hujan mengerti tentang maksud Awan. Hujan bertanya-tanya, apa yang telah ia lakukan hingga Awan begitu benci padanya. Padahal perpisahan mereka pun terjadi secara baik-baik, Hujan tak menuntut apapun sebab selama menjadi istrinya, Awan-lah yang berbaik hati menanggung segala ekonomi keluarganya bahkan pengobatan mendiang sang ibu.

Pada akhirnya Hujan memilih berbalik meninggalkan lobi beserta Awan yang masih setia menyoroti punggungnya.

Lebih baik dia menghindari masalah dibanding menghadapinya. Yang ada Hujan rugi sendiri.


💍💍💍

Jam istirahat sudah berlalu sejak 5 menit lalu, momen yang membuat para karyawan memanfaatkannya untuk mengisi perut. Begitupun Hujan dan Bintang, keduanya baru bisa makan usai membersihkan halaman kantor yang terbilang cukup luas.

"Jan, lo udah denger belom?"

Di sela mereka menunggu pesanan, Bintang mengajaknya berbicara. Hujan menaikkan alisnya.

"Gue denger, Zendar Group bakal di akuisisi sama Ravastya Company. Pak Awan gak main-main buat ngeluarin anggaran gede."

Hujan membelalakan matanya, fakta yang dia dengar tentunya sangat mengejutkan. Bila Zendar di akuisisi, itu berarti Awan sudah memiliki hak pada kantor tempatnya bekerja. Dan dengan kata lain Awan akan menjadi atasannya juga.

"Kok di akuisis? Bukannya selama ini Zendar oke-oke aja. Stabil malah."

"Nah karena itu. Sesuai yang tadi gue bilang, pak Awan gak segan ngeluarin dana gede. Katanya dia punya ketertarikan kuat ama Zendar. Aneh kan, meski Zendar stabil tapi belum masuk kategori perusahaan besar. Masih banyak loh di atas Zendar." celetuk Bintang yang diangguki setuju Hujan.

(,) sebelum (.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang