💍09

9.8K 898 124
                                    

Katanya jodoh itu misteri. Dan barangkali siapa yang menemani hari ini hanyalah perantara sementara sebelum pergi bersama takdir yang sudah ditentukan.

Hujan menatap kosong jendela kamarnya. Sidang perceraian itu akhirnya terjadi dengan Awan yang menjadi penggugat. Kabar inipun sudah sampai di telinga keluarga Awan.

Mulanya mereka menuntut penjelasan dan tidak terima dengan keputusan ini, tetapi Hujan tetap kekeh mempertahankan keputusannya hingga statusnya berubah.

Kehadiran Kia sebagai istri kedua juga sudah diketahui, hal itu jugalah yang membuat Hujan tidak lagi diteror oleh orang tua Awan. Mungkin mereka sudah menemukan impian mereka melalui Kia yang tengah mengandung keturunan Ravastya yang sebelumnya tidak bisa Hujan berikan.

Menaruh kepalanya di atas lipatan lutut, Hujan akhirnya menumpahkan tangisannya di barengi suara riak hujan di luaran sana. Tak bisa dipungkiri, Hujan tetap merasakan sesak.

Demi menyelamatkan hatinya dia akhirnya mengambil keputusan untuk mengakhiri pernikahan ini. Dan selama sidang berlangsung dia sama sekali tidak menghadirinya pun Awan yang Hujan dengar tidak pernah datang.

Hujan serahkan semua pada Oci. Dan dia tinggal menunggu ketukan palu sebagai penanda semua hubungan pada akhirnya akan diberi titik.

Dan kembali dia akan memeluk sepi sendirian tanpa ada sosok suami dan ibu yang menemaninya.

💍💍💍

"Mas gak pesen aja?" tanya Kia berjalan menghampiri Awan yang sedang memasak mie instan. Timbul perasaan bersalah di hati Kia lantaran tidak bisa memasak dikarenakan selera Awan hanya Hujan yang memahaminya.

Pernah sekali Kia membuatkannya makanan, namun hanya setengah yang bisa Awan makan. Dari sana Kia sadar bahwa lidah sang suami lebih bersahabat dengan masakan Hujan. Selain itu, Awan juga melarangnya memasak mengingat kondisinya yang tengah hamil tua.

"Gak papa. Mas kebetulan lagi pengen." katanya di sela menggunting bungkusan bumbu mie dalam mangkuk.

Menunggu beberapa saat, dua bungkus mie masakan Awan akhirnya matang. Pria itu membawanya ke meja makan di mana Kia juga ada di sana.

"Besok bibi baru pulang. Kamu ada pengen makan sesuatu?" tanyanya yang Kia tanggapi dengan gelengan.

Awan tak lagi menanggapi, fokusnya ia berikan penuh pada makanan karbohidrat di hadapannya.

Di sebrang, Kia mengamatinya.

Meski Awan tak mengatakan tetapi Kia bisa tau, perceraiannya bersama Hujan membawa perubahan pada sosoknya. Kia tak perlu meraba, selama kedua netranya bisa mengamati bagaimana tingkah pria itu belakangan ini.

"Mas yakin pengen pisah dari Kak Hujan? Belum terlambat loh." seloroh Kia usai beberapa menit menunggu Awan menghabiskan makanannya.

Pria dengan kaos oblongnya itu melengos, sebentat kemudian mengangkat piringnya.

"Jangan sebut namanya di rumah kita lagi, Kia. Hujan akan menjadi masa lalu, dan kamu akan menjadi masa depan Mas. Ini terakhir kamu sebut namanya di rumah ini." sahut Awan meninggalkan Kia yang termenung untuk mencuci piringnya.

💍💍💍

Tok! Tok! Tok!

Bunyi ketukan palu menandakan sebuah hubungan baru saja berakhir.

Hujan memejamkan mata, lalu netranya jatuh pada pria di sebrangnya yang sekarang ini sudah berubah menjadi mantan. Awan terlihat bangkit, kemudian tanpa kata meninggalkan ruang sidang.

Hujan segera menyusulnya, setidaknya dia ingin mengajak pria itu berbincang ringan meski sudah tidak ada lagi ikatan diantara keduanya.

"Mas Awan..." panggilan dari Hujan menghentikan Awan yang ingin masuk ke mobilnya.

Wajah yang dibingkai kacamata hitam itu menatap Hujan lurus.

"Gimana kabar Kia? Aku dengar, perutnya masih suka kram." katanya penuh tulus.

Menenggelamkan kedua tangannya di saku celana, Awan mengulas senyum tipis. Satu hal yang baru Hujan liat saat mereka berdua seperti ini.

"Kia baik. Begitupun anak kami. Junior kami sehat."

Hujan tetap tersenyum meski tau setiap bait katanya mengandung makna tersirat.

"Salam buat Kia. Dan, semoga Mas selalu sehat." itulah ucapan Hujan sebelum panggilan Oci mengalihkan atensinya.

Hujan berpamitan pada mantan suaminya, lalu menghampiri Oci yang kini menunggunya di mobil.

Setelah masuk, Hujan menyandarkan tubuhnya pada bangku penumpang. Mengabaikan eksistensi pengacara yang mengurus perceraiannya di sampingnya itu.

"Sok kuat lu. Kalo masih cinta harusnya gak usah cerai." cibirnya sukses mengundang satu decakan kecil Hujan.

"Justru karena cinta, gue meminta cerai. Gue gak mau buat dia hidup satu atap bersama dua wanita sekaligus." katanya melempar pandangan ke samping jendela.

Lebih-lebih perasaan Awan yang tercurah penuh pada Kia. Hujan melanjutkan dalam hati.

"He'eleh. Soo bijak lu. Belum ada 24 jam cerai, lo udah nangis-nangis kejer." ledeknya sambil menjalankan mobilnya keluar dari halaman gedung.

Tersadar Oci menyindirnya, Hujan buru-buru menghapus air matanya yang entah kapan turunnya.

"Kadang perceraian memang dibutuhkan, Ci. Bukan karena bosan, tapi karena siapa yang harus berani melepaskan di saat hati sudah tak menginginkan. Awan tidak memiliki keberanian itu, dan gue hanya harus menumbuhkan keberanian itu agar Awan mengambil keputusan ini. Sekaligus mencegah dia dari perasaan bersalah." tuturnya menatap Oci yang fokus menyetir. Meski begitu, Hujan tau Oci mendengar ceritanya secara penuh.

"Tapi lo juga musti mikir. Lo korbanin perasaan lo dan lo juga korbanin pernikahan lo."

"Buat apa sih, Ci? Kalo gue bertahan yang ada jatuhnya toxic. Awan yang ingin ceraiin gue, dan gue yang selalu memendam rasa cemburu. Kalo gak segera diakhiri, yang ada malah ngelukain diri sendiri semakin dalam. Dan keputusan ini adalah yang terbaik."

Oci menpautkan bibirnya rapat. Selama menjalani profesinya, sudah banyak hal yang ia lihat dari klien-nya.

Terkhusus kasus Hujan, Oci melihat banyak hal.

Mulai dari kecewa, sedih, dan juga pengorbanan yang mana di mata orang itu tidak berarti apa-apa tetapi bagi Oci sangat berarti.

Hanya segelintir wanita yang mau menerima lapang dada ketika suami membawa istri baru ke rumah mereka, ditambah tengah berbadan dua. Meski Hujan sempat mengatakan bahwa semata-mata selama ini bertahan demi mendiang sang ibu, namun Oci tau di atas itu masih ada perasaan Hujan yang tercurahkan pada sang mantan suami.

Dia menahan segala perasaannya agar bisa melihat Awan bahagia dengan tambatan hatinya. Padahal bila Oci yang berada di posisinya, maka detik itu juga dia akan meninggalkan Awan tanpa nego.

💍💍💍

Finally!

Tim bahagia mana nih?

Tim nyari jodoh buat Hujan aja juga kagak?

Udah pada puaskan?

Sekarang mereka udah jadi mantan.

Makasih banget yang selalu dukung cerita ini.

Pokoknya ter❤❤

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

(,) sebelum (.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang