💍ending

12.3K 825 72
                                    

Awan membuang ponselnya ke dinding hingga puing-puing dari benda elektronik tersebut berhamburan dilantai.

Beberapa detik lalu dia dikabari oleh bawahannya bahwa Glen tidak ada di sekolahnya padahal Awan sudah menyediakan pengawasan yang ketat.
Dadanya bertambah gemuruh ketika Awan mendapat pesan dari seseorang bahwa Glen untuk sementara akan aman di tangannya asal kebebasan Hujan jadi jaminannya. Awan jelas tau siapa dalang yang telah membawa anaknya, pasti perbuatan Khatulistiwa. Entah bagaimana pria itu tau sekolah Glen yang baru. Padahal Awan sudah menyiapkan segalanya, termasuk mengubah jati diri.

"Sial, bisa-bisanya aku kecolongan." umpatnya menyugar rambutnya penuh frustasi. Keluar dari kamarnya, Awan membawa langkahnya yang lebar menuju ruangan tempat Hujan berada. Pria itu butuh pelampiasan, dan Hujan adalah tempatnya untuk Awan melampiaskan segala yang terjadi sekarang.

Tiba di sana, Awan membuka kasar pintu yang senantiasa terkunci tersebut. Sosok Hujan yang sedang mengelus perutnya adalah hal pertama yang Awan lihat. Kehadirannya tentu menjadi perhatian tersendiri bagi Hujan, dan selalu respon tubuhn yang ketakutan menyambutnya.

Awan sudah terbiasa akan hal tersebut namun tetap saja perasaan tidak terima selalu muncul di hatinya.

Wanita hamil itu memundurkan tubuhnya hingga menabrak kepala ranjang saat Awan berjalan mendekatinya dengan aura gelap pria itu. Entah mengapa Hujan teramat takut saat melihat kegelapan di wajah sang mantan suaminya.

Tiba-tiba saja Awan tertawa kecil, satu hal yang membuat Hujan terbengong-bengong melihatnya. Namun bagai kedipan mata, tak lama ekspresi pria itu berubah. Hujan tanpa sadar meneguk ludahnya, nalurinya sebagai ibu refleks memeluk perutnya lantaran tatapan pria itu menuju ke sana.

Seringai tipis Awan berikan yang mana hal itu kian menambah ketakutan di wajah Hujan.

"Rain tau? Bang Katu-nya Rain nyulik Glen, dia gunain Glen sebagai ancaman. Tapi dia lupa," Awan menggantungkan kalimatnya, tubuhnya condong ke depan lalu setelahnya berbisik.

"Aku juga masih memiliki kamu dan calon anak kalian. Bagaimana mungkin bang Katu-mu berpikiran sempit seperti itu?"

Tiap kata yang keluar dari bibirnya adalah bom waktu bagi Alunada yang sekarang ini memgkeret ketakutan. Terlebih tangan Awan terjulur menyentuh perutnya, tak lupa elusan ringan ditinggalkan pria itu di sana.

"Tapi tak apa. Biarlah dia mengambil Glen sedangkan aku akan menjadi ayah buat anak kalian. Toh, tidak ada bedanya."

"Gila kamu!" sentak Hujan setelah berhasil menepis kuat tangan Awan di perutnya, wanita itu tidak menyangka dalam hidup bisa bertemu manusia egois seperti Awan. Bagaimana mungkin dia rela menukar anak biologisnya hanya demi kepuasannya semata.

"Jangan terlalu stres, Sayang. Kasian anak kita." ujar Awan terdengar merdu di telinga siapa saja yang mendengarnya.

Hujan menggeleng lirih, kenapa mantan suaminya itu bisa sejauh ini. "Kamu bukan Awan yang ku kenal. Yang aku tau, Awan Ravastya tidak pernah mengemis untuk mencapai sesuatu. Dia pria yang cuek, tidak memikirkan hal lain selain kehidupannya. Lalu, siapa sekarang yang berdiri di depannku ini?"

Telunjuk Hujan menusuk-nusuk dada Awan sekedar memberi penegasan tentang keputusan yang Awan ambil, sedangkan pria itu hanya menpautkan bibirnya rapat mendengar segala isi hati Hujan.

"Katamu Kia adalah segalanya, tapi hari ini kamu bahkan dengan teganya ingin menumbalkan peninggalannya yang teramat berharga. Jadi, selama ini cinta yang kamu agungkan buatnya hanya bulshit. Kamu tidak mencintai Kia, karena jika kamu mencintainya, kamu akan berusaha memperjuangkan apa yang telah Kia perjuangkan."

Kata demi kata yang keluar dari mulut Hujan berhasil menyentil ego Awan. Kedatangannya kemari semata-mata hanya ingin menegaskan bahwa Hujan akan tetap di sini. Tetapi perkataan perempuan itu mengusik Awan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now