💍22

9.7K 950 126
                                    

Hujan tersenyum tipis kala mendengar Glen berceloteh. Meski tidak terlalu paham, Hujan tetap berusaha memberikan reaksi.

"Ama, nih." tangan mungil itu menyodorkan dot kosong kepada Hujan yang segera diterima balik.

"Glen tidur, ya. Udah malem." ucap Hujan menaruh dot balita itu ke atas nakas. Sebagai respon, Glen memberikan anggukan yang membuat Hujan merebahkan tubuhnya diikuti Glen kemudian.

Menepuk-nepuk pelan bokongnya, Hujan melempar pandangannya ke arah jendela. Terhitung sudah 2 hari Hujan berada di sini merawat Glen dan dua hari pula ini jiwa dan raganya seakan ingin segera pergi meninggalkan kediaman Awan.

Tak bisa dipungkiri, Hujan masih terbawa oleh bayangan di setiap sudut rumah Awan. Dan ternyata dirinya masih selemah itu.

Menghela napas panjang, Hujan melirik Glen. Wajahnya mirip sekali dengan Awan, tidak ada wajah Kia. Tersenyum tipis, Hujan mengelus kedua alis anak itu. Jikalau boleh jujur, Hujan cukup menyayangi Glen terlepas cerita yang terjadi di masa lalu.

Tidak ada setitik pun kebenciannya pada Glen, anak ini terlalu polos dan lugu. Entahlah ketika dia dewasa kelak.

Menggelengkan kepalanya, Hujan beralih menarik selimut usai memastikan Glen terlelap. Dan seperti malam-malam sebelumnya, Hujan akan rutin mengoleskan salep pada bagian tubuh Glen yang terdapat memar.

Selesai pada rutinitasnya, Hujan bangkit namun dering dari ponselnya membuatnya beralih meraih ponselnya.

Mengetahui si penelpon adalah Khatulistiwa, Hujan segera keluar dari kamar. Takut bila suaranta sewaktu-waktu membangunkan Glen.

"Hallo, Bang." sapanya ketika panggilan terhubung.

"Rain, Abang kangen." suara Khatulistiwa yang seperti rengekan itu mengundang satu sudut bibir Hujan berkedut.

Belakangan ini Khatulistiwa teramat sibuk, kerjaannya seakan tidak ada habisnya. Bahkan dia harus pintar-pintar menghubungi Hujan, sekedar melepas rindu meski hanya suara dari telpon.

"Bang Katu udah makan?" tanya Hujan sambil berjalan ke arah jendela dan menatap langit malam yang tidak berbintang.

"Abang belum sempat. Kerjaan entah kenapa gak ada habis-habisnya. Bahkan Abang mandi dua hari sekali." keluhnya menjadikan Hujan kasihan.

"Bang Katu harus ingat kesehatan. Belakangan ini cuaca juga gak bagus." katanya yang ditanggapi sang kekasih dengan gumaman.

"Rindu kamu. Gimana keadaan Glen?"

Sebelum menjawab, Hujan mengalihkan tatapannya pada pintu kamar Glen sejenak lalu berujar. "Sudah ada perkembangan. Aku harap minggu ini sudah bisa pulang."

"Tau gak, tiap mau tidur aku selalu berdoa, semoga anak pak Awan cepat sembuh. Menahan rindu itu gak enak, Rain. Gak ketemu kamu selama beberapa hari ini udah buat aku bagai sendal yang kehilangan pasangannya. Gak imbang."

Hujan tertawa begitu mendengar perumpamaan Khatulistiwa.

Keduanya terus mengobrol sampai menit kesepuluh Khatulistiwa harus mengakhiri panggilannya lantaran ada pekerjaan yang kembali mendatanginya.

"Selamat bekerja, Sayang." Hujan cepat mematikan panggilannya sesaat mengatakan kalimat terakhir, tanpa tau di sebrang sana Khatulistiwa berjenggit dari duduknya.

Menggigit bibirnya, Hujan berbalik, sedetik kemudian tersentak begitu eksistensi Awan sudah duduk anteng di sofa.

"Sepertinya aku salah mempercayakan Glen padamu." katanya sembari bersedekap dada dan menatap Hujan lurus. Yang ditatap hanya mengerutkan alisnya.

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now