💍19

8.6K 956 151
                                    

"Mau jadi bagian dari hidup Abang, gak?"

Hujan masih terpaku usai mendengar Khatulistiwa mengakui perasaannya. Ditatapnya lamat pria itu sekedar mencari kebohongan dalam kalimatnya. Dan sayangnya Hujan tidak menemukan itu.

"Bang Katu..."

"Abang gak suka nunggu. Mau gimanapun jawaban kamu, Abang bakal terima. Tapi berharap sih kamu bilang iya." ujar Khatulistiwa menyengir. Jujur saja, sekarang jantungnya sedang bertalu-talu hebat di dalam.

Khatulistiwa kalut, dia merasa akan semakin sia-sia jika menyimpan perasaannya dalam diam. Menunggu kepekaan Hujan sama saja menunggu kucing bertelur.

Dan ketika melihat kebungkamannya cukup panjang, sepintas muncul perasaan menyesal.

"Bang Katu, maaf." Hujan menunduk mengatakan itu. Ia terlampau terkejut mendengar pengakuan pria tampan di depannya.

Lalu tak lama, pucuk kepalanya dielus. Hujan mengangkat kepalanya membuat pandangannya bersibobrok dengan Khatulistiwa.

"Gak papa. Pasti ini sangat mendadak buat kamu. Harusnya Abang gak usah bilang gitu." tutur Khatulistiwa mengulas senyum kecil yang sayangnya di mata Hujan senyum itu menyimpan segalanya.

Pandangannya lalu menurun, lalu tanpa diduga meraih jemari Khatulistiwa.

"Maaf, Bang. Aku hanya ingin Bang Katu dapat yang terbaik. Nggak kayak aku yang pernah gagal dalam rumahtangga." akunya tersenyum sendu lalu memperbaiki plester di tulang pipi Khatulistiwa.

Nampak sekali pria itu terkejut akan pengakuannya.

"Aku pernah nikah. Denger Bang Katu ngomong kayak tadi, buat aku gak pantes. Lagipula, perasaan Bang Katu bisa hilang kapan saja. Akan ada saatnya bosan itu datang. Jadi, carilah perempuan yang sekiranya bisa membuat Bang Katu gak merasakan kebosanan." ungkapnya melirik jam dan waktu semakin mendekati tengah malam.

Hujan menoleh, mulutnya hendak terbuka untuk berbicara sebelum tindakan selanjutnya Khatulistiwa membuatnya terpekur.

Matanya mengerjap saat bibir Khatulistiwa menjauh dari bibirnya.

"Kamu salah bila mengenai tentang perasaanku. Jujur saja, kamu adalah perempuan pertama yang buat Abang bisa bertekuk lutut. Kamu juga yang pertama buat Abang kayak ABG. Cinta, Abang gak tau apa itu cinta. Tapi, setelah Khatulistiwa mengenal seorang Pelangi Hujan, di situlah Abang tau. Maka dari itu," Khatulistiwa meraih jemari Hujan, menggenggamnya lembut seraya menatap lurus netra indah milik wanita di depannya.

"Jangan menilai seberapa dangkal perasaanku hingga bosan yang kamu bilang itu muncul. Aku mencintai Pelangi Hujan, baik itu orangnya, masa depannya, bahkan masa lalunya. Ngerti?" Khatulistiwa bertanya di akhir kalimat yang mana tanpa sadar membuat kepala Hujan mengangguk pelan. Satu hal yang suskes membuat sudut bibir Khatulistiwa tertarik ke atas.

"Boleh, Abang masuk di bagian kehidupanmu? Setidaknya bila kamu sudah memberiku ruang, maka Abang akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Rain. Kamu mungkin menganggap ucapan ini adalah bullshit, tapi kamu juga harus berperan sebagai penilai. Jalani dan nilailah aku, seberapa pantas aku di hidup kamu. Itu aja."

Hujan tak mampu mengeluarkan sepatah kata. Kali pertama ada seseorang yang mengungkapkan hal demikian. Di waktu menjadi istri dari Awan Ravastya, Hujan tidak menemukan itu.

"Bang Katu...."

"Yes or yeah."

Dahi Hujan mengkerut, sedangkan Khatulistiwa hanya mampu menyengir.

"Gitu mah aku gak ada pilihan nolak." sahut Hujan mengaruk pelipisnya. Tanpa di undang kedua pipinya memanas terlebih saat Khatulistiwa bersorak riang.

"Hampir aja Abang galau." celetuk Khatulistiwa menatap lembut wanita yang membuatnya malamnya ini menjadi berkesan.

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now